"Kalau Mas Prayoga bilang begitu, maka apalagi yang bisa kami katakan. Saya setuju dengan pendapat Mas Prayoga. Kiranya selain Mas Prayoga, hanya Pendekar Lembah Tiga Naga Mandala sajalah. Pendekar yang pantas menduduki jabatan Ketua Persilatan di Tlatah Palapa ini. Kalian setuju?!" seru Ki Saptarengga memaklumi alasan penolakkan Elang. "Setujuu..!!" "Akuurrr..!! Pilihan Mas Prayoga nggak mungkin salah..!!" "Benar..! Setujuuu..!!" Dan akhirnya semua pendekar pun sepakat, untuk mengangkat Mandala sebagai Ketua Persilatan yang baru. Mandala pun tak bisa menolak, suara sepakat dari seluruh para pendekar itu. Dia sadar, memang harus ada yang mau berkorban. Untuk menjabat sebagai Ketua Persilatan di Tlatah Palapa. Agar tidak ada lagi kekacauan dan penyalahgunaan kedudukan, hanya demi uang dan kesenangan belaka. Akhirnya para pendekar segera membubarkan diri, dan berpencar kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing. Karena kondisi di wilayah sekitar Gunung Gemajiwo memang dira
Krrtzsk..! ... Krrtzsk..! Scraatzzshk..!!Tiga lidah petir menyambar dan langsung tergenggam seketika di tangan Elang. Sosok Elang merah membara sekujur tubuhnya, tanda energi besar petir telah menyatu dalam tubuhnya. "Uedann..!!" "Demi Hyang Widhi Yang Agung..!!" "Gilaa..!!" Hampir semua para pendekar, yang berada di belakang kumpulan pendekar utama berseru kaget dan takjub. Saat mereka melihat para murid Eyang Sepuh dan terutama Elang, mengeluarkan ajian dahsyat mereka. Untuk menggempur titik di sisi kiri kepungan musuh. "SEKARANGG..!! HIYAHH..!!" Scrattzzs..!! Elang memberi aba-aba, untuk melontarkan pukulan mereka. Sementara dia sendiri lontarkan tiga lesatan lidah petirnya. "Hiyaahh..!" Weershk..!! Kirani hempaskan tapaknya. "Hiyahh..!" Spraasskh..!! Mandala kiblatkan pukulannya. "Hiaahh..!!" Blaasthk..!! Sandi Lanang lontarkan pukulannya. Wushh..! Wesshh..!! ... Spyarsh..!! Dan para pendekar serta para ketua perguruan, juga ikut hantamkan pukulan jarak jauh mereka.
Splattzsk..! Seketika tergenggam di tangan Elang, sebuah anak panah diselimuti cahaya keemasan. Pada bagian ekor panahnya berbentuk cakra. Mata anak panahnya kini nampak jelas oleh Elang. Ternyata mata anak panah Ki Cakra Buana, adalah sebuah batu kristal keras bukan main. Dan memang itu adalah batu intan..! "Hahh..?! Ki Cakra Buana..?!" seru terkejut bukan main, dari beberapa tokoh pendekar dalam kalangan. 'Ki Cakra Buana' adalah pusaka legenda, yang telah lama dikabarkan lenyap dari Bumi Jawa. Milik seorang Raja bernama Prabu Salwapati, yang dahulu kala pernah berkuasa di wilayah antara Dhaka dan Galuga, di Tlatah Kalpataru. Sebuah pusaka yang begitu menggetarkan. Sehingga mendengar namanya saja, maka pasukan musuh akan gentar tercerai berai. Dan kini mereka melihat sendiri, Ki Cakra Buana berada dalam genggaman tangan Elang. 'Luar biasa..! Siapa sebenarnya pendekar yang mengaku bernama Prayoga ini..?!' bathin mereka. Kini mereka semakin penasaran dengan sosok Elang. 'Ki Cak
"SEMUA PENDEKAR..!! BERKUMPUL MERAPAT DAN BENTUK LINGKARAN..!!" seruan menggeledek, yang dilambari sugesti bathin Elang membahana. Mengatasi semua suara hiruk pikuk di seantero kalangan. Menggetarkan dada semua para pendekar, yang tengah dilanda kepanikkan dan kebingungan itu. Seketika itu pula. Bagai terhipnotis, semua para pendekar segera berkumpul, dalam satu lingkaran rapat di tengah kalangan. Bahkan para pedagang yang berada di sekitar area pun ikut berkumpul, dan masuk dalam kalangan. Karena otomatis mereka juga masuk, dalam jarak panah pasukkan Panglima Surya itu. Kini semuanya bagai menunggu arahan, dan komando dari Elang lagi. Elang segera terapkan aji 'Perisai Sukma'nya dengan energi penuh. Seketika sosoknya menyala hijau dengan sangat terangnya, lalu ... Slaaph..! Weerrsh..! Srrsshk...! ... Wrrshk..!! Elang melesat cepat sekali, dia mengelilingi lingkaran kalangan para pendekar sebanyak 7 kali. "Haahh..?!!" seruan kaget para pendekar langsung terdengar bergemuruh. D
"Hiaahh..!" Weeersshk..!!! Seth..! ... Seth..! ... Seth..!! Ribuan pedang es melesat ke arah Pandu, dengan menguarkan hawa super dinginnya. Angin menderu menggigilkan menebar di seantero kalangan. "Hiaahh..!" Wuunngzzt..! Wezt! Wuzt..! ... Wzztt..!! Ribuan pedang hitam cendana juga menerjang cepat bak ribuan lebah. Menyongsong serbuan pedang es Kampala. Dan terjadilah ... "Blaarttzzkssh..!! Trakh..! Trangzt..! ... Tragszt..!!! Terjadi ledakkan keras dan menebarnya angin-angin tajam, di sekitar kalangan pertarungan. Bentrok lesatan ribuan pedang dari dua arah berlawanan itu, bagai bentrokkan dua pasukkan perang yang bertabrakkan. Ngerii..! Pijaran cahaya biru dan kilatan cahaya hitam, nampak saling tindih menindih. "Gilaa!! Awass!!" "Menjauh semuanya!!" "Akhss! Akrgs!" Brugghk..!!Terdengar teriakkan dan seruan para penonton yanh saling mengingatkan. Ada juga beberapa penonton yang ambruk, karena terkena terpaan angin tajam, yang menggores tubuh mereka. Ini benar-benar gila..
Sraangkh..! Panglima Es segara menarik 'Pedang Inti Es', yang dililitkan dipinggangnya. Seketika hawa dingin menusuk pun menebar, di sekitar kalangan pertarungan. Pedang yang terbuat dari besi khusus tipis, yang lentur namun memiliki ketajaman luar biasa telah terhunus. Resi Mahapala mendapatkan bahan pedang inti es itu, dari seorang biksu Tibet yang merantau ke Bumi Jawa. Besi bahan pembuat pedang itu dikatakan oleh sang Biksu, adalah besi yang terpendam di dalam es selama ratusan tahun.Sraangk..! Crapph..! Cepat sekali Pandu menarik pedang, yang bersarung kain hitam dipunggungnya. Lalu menancapkan sarung pedang berselimut kain hitam itu di tanah. Aroma magis wangi cendana segera menebar, ke seantero kalangan pertarungan. Aura putih seketika nampak menyelimuti Pedang Cendana yang terhunus itu. Bahan Pedang Cendana itu juga bukan dari kayu cendana sembarangan. Karena bahannya adalah kayu cendana, yang di dapat dari hasil tapa sang Begawan Tantranata. 'Cendana Langit', itulah