Brak!
Seorang pria memukul meja dengan keras hingga terbelah menjadi dua. Tidak hanya sampai di situ, benda yang ada di sekitarnya pun dilempar ke sana kemari. Ia pikir selama ini dengan mengasingkan diri bisa melupakan keluarga menjijikkannya dulu. Namun ternyata tidak.Hati pria yang marah itu, teriris dengan kabar duka yang datang disampaikan oleh sahabatnya. Kedua orang tuanya meninggal di tangan mafia terkejam. Berita kematian orang tuanya membuat perasaanya bercampur aduk. Ada rasa marah, sedih, dan menyesal menjadi satu.Duak! Duak! Duak!"Arrrrrghhhhhhh! Kenapa kalian tidak mendengarkanku! Kenapa?" teriak pria itu dengan nada frustrasi sembari terus memukul dan menendang pintu."Tenangkan dirimu, Aslan!" bentak pria lain yang merupakan sahabat Aslan."Kenapa mereka masih saja berhubungan dengan mafia itu? Kenapa? Aku telah banting tulang di sini untuk menyelamatkan mereka! Tapi, apa? Tuhan tidak adil! Tuhan tidak memberiku kesempatan!" Aslan berbalik membentak pada sahabatnya."Mungkin ini adalah hukuman Tuhan, karena kau pergi begitu saja dari orang tuamu."Bugh!"Diam kau! Mereka yang mengusirku!" Aslan meluapkan amarahnya dengan pukulan keras di wajah sahabatnya. Masih jelas terekam di benak Aslan bagaimana orang tuanya dulu mengusirnya dengan alasan lebih memilih setia pada mafia kejam."Tidak menyerangku juga bodoh!" Sahabat Aslan memberi balasan pukulan.Cih!Aslan meludah sembarangan. Pukulan dari sahabatnya membuat bibirnya berdarah. Namun tidak meninggalkan rasa sakit yang berarti melebihi rasa sakitnya mendengar kabar duka.Emosi akan ketidakberdayaan diri terus dikeluarkan oleh Aslan hingga semua barang di kamarnya hancur. Aslan menghentikan tindakannya ketika tangannya terasa perih akibat luka dari pecahan kaca. Air mata yang tidak pernah menetes dari mata Aslan, saat ini keluar tanpa perintah. Tangisan dalam diam membuat relung jiwa Aslan meronta.Jika saja waktu itu Aslan bersedia meneruskan sang ayah yang menjadi mafia, mungkin mafia terkejam yang berada di atas level ayahnya tidak akan berbuat seperti sekarang. Apalah daya, semua telah terjadi. Hanya ada penyesalan di dalam benak Aslan.Klek!Pintu kamar Aslan terbuka kembali. Sahabat Aslan yang sempat pergi datang ke kamar lagi. Kali ini sahabat Aslan menyodorkan ponsel.Aslan menatap kebingungan dengan tindakan sahabatnya. "Siapa yang meneleponku?""Dengar saja sendiri." Sahabat Aslan memperbesar volume suara.Aslan terkejut dengan suara anak kecil menangis yang terdengar pilu. Hatinya ikut terasa sakit. Karena anak kecil yang menangis itu adalah adiknya.Aslan merebut ponsel sahabatnya. "David ... tenang David. Kak Aslan ada di sini.""Kakaaaaakkkk ... ayah ... ibu ... m ... me ... ninggal.""Iya, David. Kakak tahu. Kakak akan segera ke sana. Jangan menangis lagi, ya."Klik!Aslan segera mematikan sambungan telepon. Ia tidak sanggup lagi mendengar suara pilu adiknya. Tidak tinggal diam, Aslan ingin menemui adiknya sekarang."Bersihkan dirimu dulu. Jangan bertemu David dalam keadaan kacau seperti ini."Aslan merasa pendapat sahabatnya benar. Ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Persiapan yang dilakukan Aslan telah selesai. Sahabat Aslan yang bernama Gavin telah memarkirkan mobil pick up di depan kontrakan. Gavin akan mengikuti kemanapun Aslan pergi sebagai sahabat sejati.Perjalanan menuju ke rumah Aslan memakan waktu tiga jam lamanya. Sepanjang perjalanan dihabiskan Aslan berpikir tentang langkah yang akan diambil. Tidak mungkin Aslan tetap menjalankan pekerjaan sebagai pengantar sayuran di kala ada amarah menumpuk di hati. Ingin rasanya Aslan membalaskan dendam kematian orang tuanya.Tiga jam perjalanan telah dilalui. Mobil berhenti di depan rumah Aslan. Di sana tampak beberapa orang yang datang. Tidak seramai kebanyakan orang meninggal di kampung Aslan. Warga di sana pasti takut dengan latar belakang mafia yang disandang ayah Aslan. Walaupun ayah Aslan masih kelas teri di kalangan mafia, warga sekitar takut pada ayah Aslan."Ayo turun!" ajak Gavin pada Aslan.Aslan merasa kakinya menjadi kaku. Ingatan akan dirinya dulu yang diusir terputar di dalam pikirannya. Walaupun pengusiran orang tuanya tidak dramatis dengan adegan melempar semua barang-barang Aslan, tetap saja membuat kenangan buruk.Gavin tidak sabar melihat sikap pengecut Aslan. Ia membuka pintu mobil, lalu menarik lengan Aslan agar bisa turun.Beberapa tetangga yang masih dikenal Aslan tampak menatap iba pada Aslan. Hal itu tidak membuat Aslan berinteraksi dengan mereka. Aslan tetap berjalan masuk ke dalam rumah dengan ditemani Gavin.Tergeletak dua jenazah yang tertutupi kain putih. Sebelum Aslan mendekati jenazah kedua orang tuanya, pandangannya mencari keberadaan sang adik. David yang merupakan adik Aslan sedang ditenangkan oleh tetangga. Ada perasaan lega melihat sang adik masih hidup.Perlahan Aslan mendekati jenazah kedua orang tuanya. Tangan Aslan menyingkap kain putih yang menutupi jenazah orang tuanya. Wajah Aslan terkejut melihat kondisi kedua orang tuanya.Jenazah kedua orang tuanya tampak mengenaskan. Bagian atas tubuh mereka terlihat ada sayatan dan darah yang tertinggal. Tangan mereka pun terlihat tidak lengkap bagian telapak tangannya tidak ada."Organ kedua orang tuamu telah diambil." Tetangga memberitahu Aslan.Aslan mengepalkan tangan, lalu pergi keluar rumah. Amarahnya yang menumpuk akan meledak. Ia tidak bisa membuat orang yang ada di sana terkena imbas amarahnya."Arrrrrrrrrgghhh!" teriak Aslan.Duak! Duak! Duak!Pukulan bertubi-tubi dihantamkan Aslan pada pohon mangga di samping rumah. Tak berhenti sampai di situ, Aslan mencakar-cakar batang pohon hingga jari-jarinya berdarah. Rasa tak terima akan perlakuan mafia kejam pada orang tuanya begitu besar.Teriakan terdengar dari dalam rumah. Aslan menghentikan tindakannya, lalu masuk ke dalam rumah. Entah apa yang membuat kegaduhan, Aslan harus memastikan.Sebuah rangkaian bunga telah menghebohkan tetangga Aslan. Tidak hanya itu, ada kotak yang terbuka memperlihatkan sebuah telapak tangan milik kedua orang tuanya. Ada tulisan dengan ucapan 'selamat meninggal pengecut kesayanganku' dengan tertanda dari mafia kejam.Aslan segera keluar dari rumah untuk mencari orang yang mengirim. Ketika mata elang Aslan menangkap ada pergerakan orang yang sedang menaiki motor dengan membawa box kurir, dijadikan sasaran."Sialan kau!" Aslan menendang motor tersebut hingga pemilik motor terjatuh.Kemarahan Aslan memuncak dengan mencengkeram jaket kurir tersebut. Kurir membalas dengan mencengkeram tangan Aslan."Apa yang kau lakukan!" Kurir langsung marah dengan mendorong tubuh Aslan.Aslan akan memukul kurir tersebut. Namun dicegah oleh seorang wanita yang memakai pakaian serba hitam dan beberapa orang berjas hitam."Cukup memalukan! Hentikan semuanya!" Wanita berbaju hitam memberi kode pada pria berjas hitam untuk mengamankan Aslan."Kau siapa? Jangan ikut campur!" Aslan menatap tajam pada wanita yang mencegahnya. Ia juga berusaha melepaskan diri dari kedua pria yang menahan tubuhnya."Cepat pergi! Ini ganti rugi kerusakan yang disebabkan dia." Wanita berpakaian hitam memberikan sejumlah uang pada kurir.Kurir langsung pergi dari hadapan Aslan dan wanita tak dikenal itu. Kini giliran wanita berpakaian hitam menatap Aslan."Kita harus bicara.""Lepaskan aku! Aku harus mengejar kurir tadi.""Kau sungguh berpikir dia yang mengirim ucapan belasungkawa padamu?""Tentu saja. Dia kan kurir. Lagi pula kau siapa? Kenapa kau ikut campur?""Aku akan segera menjadi rekanmu.""Cih! Rekan seperti apa yang semena-mena padaku?""Lepaskan dia!"Dua orang yang menahan Aslan melepaskan lengan Aslan."Jangan berlari! Jika kau berlari, maka mereka akan menembak kakimu." Wanita berpakaian hitam memberi peringatan pada Aslan yang terlihat ancang-ancang untuk berlari.Wanita berpakaian hitam tersebut berjalan masuk ke dalam rumah Aslan. Hal itu membuat Aslan memiliki firasat jika wanita itu mengenal kedua orang tuanya.Di dalam rumah, tampak wanita berpakaian hitam dan kedua pria berjas hitam memberi hormat pada jenazah orang tua Aslan. Pikiran Aslan harus jernih sekarang, karena masih ada tetangga di sana.Proses pemakaman dilanjutkan dengan tenang. Walaupun sebelumnya terdapat huru-hara yang mengerikan. Wanita berpakaian hitam berbincang pada tetangga Aslan dengan lembut. Berbeda sekali saat bersama Aslan tadi. Entah apa yang dibicarakan, Aslan hanya memandang dari jauh gerak-gerik wanita itu.Tetangga pulang ke rumah masing-masing setelah proses pemakaman selesai. Adik Aslan dibiarkan pergi ke rumah tetangga agar bisa beristirahat. Sementara Aslan dan Gavin berada di rumah bersama dengan wanita berpakaian hitam."Apa tujuanmu datang kemari?" ucap Aslan yang tidak bisa basa-basi."Selain mudah emosi, kau juga tidak sabaran. Aku Alice.""Tidak penting memberitahu namamu. Cepat katakan urusanmu kemari!" Aslan tidak bisa ramah pada Alice. Pikirannya tertuju pada kesimpulan jika Alice adalah bawahan dari mafia kejam."Aku—" ucapan Alice terpotong.Dor!Suara tembakan terdengar keras. Semua orang yang ada di rumah Aslan terkejut hingga menatap ke arah sumber suara bersamaan."Ayo cepat lari!" Alice menarik tangan Aslan."Aku tidak akan lari! Dia pasti musuh orang tuaku! Aku harus menghabisi mereka!" Aslan berdiri dari kursi, lalu pergi menuju ke pintu."Nona! Serangan vital telah dilepaskan!" ucap pria berjas hitam pada Alice."Buka akses! Kita harus keluar secepat mungkin!""Siap, Nona!"Alice mencari Aslan."Hitungan ketiga akan meledak" seru pria berjas hitam yang memberi peringatan.Boom!Duar!Ledakan secara tiba-tiba terjadi."Kita lewat sini saja!" Bella memberitahu Aslan tentang adanya sebuah jendela kamar yang terhubung keluar, letaknya ada di belakang lemari. "Tidak ada tralis yang menghalangi?" Aslan memastikan terlebih dahulu. Karena kamar yang digunakan untuk menyekap Aslan dengan Alice jendelanya tidak bisa digunakan kabur."Tidak ada."Alice segera mengunci pintu, agar bisa mencegah musuh masuk ke kamar yang sekarang. Tanpa membuang waktu, Aslan mendorong lemari ke arah kanan yang masih kosong. Bella dan Alice ingin membantu. Namun Aslan lebih kuat dari dugaan mereka. Kini terlihat jendela besar yang masih kuno. "Ayo cepat! Aku mendengar suara derap langkah mendekat." Alice memperingatkan."Aku akan coba membukanya. Kalian cari apapun yang bisa digunakan untuk mengganjal pintu."Alice dan Bella mengangguk bersamaan. Mereka berdua tidak ada yang sempat merasakan rasa sakit tubuh masing-masing. Dalam keadaan apapun, mereka tetap bisa bergerak sesuai perintah.Beralih pada Aslan yang perlahan memb
Tanpa pikir panjang, Aslan merebut ujung tombak yang dipegang Alice. Total ada lima sel yang dibuka oleh Aslan. Semua orang yang ada di dalam sel keluar. Keadaan orang-orang yang keluar dari sel tahanan milik mantan Bella tampak masih bisa berdiri dan melawan dengan tangan. Berbeda halnya dengan satu wanita yang kakinya terluka hingga membusuk."Apa rencanamu?" tanya salah satu orang yang dibebaskan oleh Aslan. "Kita akan menyerang musuh yang menyekap kalian. Apapun caranya harus menang!" Semua orang setuju dengan apa yang diungkapkan Aslan. Alice dan Bella hanya percaya saja pada Aslan. Braakk!Pintu utama terbuka. Terlihat ada lima orang musuh yang tampak geram melihat pemandangan kaburnya tawanan dari sel masing-masing. "Kita harus menyerang paling belakang." Aslan berbisik pada Alice. Perkelahian terjadi. Beruntung musuh tak menggunakan pistol, sehingga perkelahian masih ada kemungkinan untuk menang. Bugh! Bugh!Aslan membantu dengan memukul punggung musuh yang sedang menyer
Orang yang sempat datang ke hadapan Alice dan Aslan hanya menyeringai. "Dasar bodoh! Salahkan Bella! Bukan aku." Alice akan menyerang pria tersebut. Namun dicegah Aslan. Karena Aslan melihat ada beberapa orang yang dari jarak dua puluh meter telah mengarahkan senapan pads Aslan dan Alice."Lepas! Aku harus memberi dia prrhitungan!" Alice memberontak dengan menarik-narik tangannya dari Aslan. "Lihat ke arah jam sembilan dan jam dua belas. Kau akan menyesal bergerak gegabah." Aslan berbisik pada Alice.Alice menatap ke arah yang diberitahu Aslan. Rupanya ada dua orang penembak dari jarak jaug. "Ha ... Ha ... Hahaha. Rupanya kalian melakukan hal yang sia-sia sejak tadi. Kabur sejauh ini ternyata tertangkap."Aslan jelas kesal dengan ucapan pria di hadapannya. Jika saja tidak bersama wanita, mungkin Aslan masih nekat menyerang. Namun jika bersama Alice, bertindak nekat sedikit saja mungkin penembak yang disiapkan sudah menghabisi nyawa Alice. Sebisa mungkin Aslan tidak menyelesaikan de
"Oke. Aku percaya padamu." Aslan menyerahkan segala cara pada Alice. Ia ingin membangun rekan tim yang baik, sehingga tidak perlu memandang Alice seorang wanita yang tidak memiliki kemampuan."Aku akan berakting berteriak histeris. Nanti saat pintu terbuka, kau langsung serang mereka!"Aslan setuju dengan rencana Alice. Ia kemudian mencari sesuatu yang bisa dijadikan sebagai senjata.Di dalam kamar tidak terdapat apapun yang berguna. Hanya ada ranjang, seprei dengan dua bantal. Menyerang orang dengan bantal hanya menghasilkan barang tertawaan saja. Apalagi yang dihadapi anak buah mafia. "Kenapa?" tanya Alice dengan nada lirih saat melihat Aslan tampak berpikir sembari memandangi tempat tidur.Aslan mengambil tindakan dengan menarik seprei hingga terlepas dari kasur. Ia kemudian memberi kode pada Alice untuk memulai rencana.Posisi Aslan saat ini berada di balik pintu. Teriakan Alice terdengar histeris. Aslan sampai terkejut hingga sempat tidak fokus.Suara kunci dimasukkan ke lubang
Aslan tidak beranjak. Walaupun rasa penasaran menggebu di dalam pikiran Aslan. Alice yang bukan orang sabar, bertindak menarik tangan Aslan hingga terduduk."Sial! Kau tidak tahu badanku rasanya remuk?" Aslan geram atas tindakan Alice."Salah sendiri nakal. Aku bilang makan, setelah itu aku beritahu berita bahagia.""Apa cluenya?""Adikmu.""Cepat beritahu aku!" Aslan tidak suka ada orang lain yang mengatur kebahagiaannya. Terutama tentang sang adik."Makan dulu." Alice tetap memaksa Aslan makan. Bukan tanpa alasan, Alice kasihan pada Aslan dijadikan percobaan oleh Bella. Tubuh Aslan juga terlihat lemas."Kau seharusnya tidak perlu mengkhawatirkanku. Khawatirkan dirimu sendiri." Aslan masih tak percaya Alice yang mengalami luka di bagian kepala saat ini terlihat biasa saja. Alice tidak mendengarkan Aslan. Ia justru memakan makanan yang ada di dalam piring. "Kau lihat? Aku tidak apa-apa kan? Jadi makanan ini tidak ada racunnya."Aslan masih diam. Ia berusaha membaringkan tubuh kembal
Bella dan Alice saling berpandangan. Mereka seperti merasa puas dengan apa yang telah dilakukan. Tanpa ada niat untuk menolong Aslan, Bella dan Alice justru hanya menatap Aslan yang terjatuh di lantai.Aslan terlihat sekarat. Bella masih tak gentar dengan keputusannya. Ia membiarkan Aslan berusaha sendiri. Alice merasa Aslan tak main-main merasakan hal buruk. Ia mengambilkan minuman yang masih ada di meja. Tangan Alice dicegah oleh Bella. "Dia bisa mati sungguhan." Alice melepaskan tangan Bella yang menarik sebelah tangannya. Alice membantu Aslan duduk. Namun ada sedikit perlawanan. Ketika Aslan mulai melemas, Alice menjadikan kesempatan itu untuk mendudukkan Aslan. Minuman yang ada di tangan Alice, langsung disodorkan pada mulut Aslan. Namun Aslan enggan membuka mulutnya. Bella yang melihat adegan tersebut merasa gemas. Akhirnya Bella ikut membantu Alice. Bella menekan rahang Aslan agar bisa membuka mulut. "Cepat tuang!" Bella memberi perintah. Gelas yang ada di tangan Alice be