Share

Sang Penabur Benih
Sang Penabur Benih
Penulis: Juniarth

Menopause Dini

"Bagaimana dokter?"

Dokter Stevan, spesialis kandungan, begitu tercengang membaca hasil laboratorium pemeriksaan sepasang suami istri yang duduk dihadapannya sekarang.

"Nyonya Celia, usia anda masih 33 tahun. Benarkah?"

Celia mengangguk mantap dengan raut cemas yang serius. 

Dokter Stevan kembali menatap Celia dan Raleigh bergantian dengan raut yang sulit diartikan. Dia ingin menjelaskan hasil laboratorium dengan detail tapi khawatir pasien tidak bisa menerima kehancuran yang terpampang jelas.

Tapi, jika ia tidak menjelaskan hasil pemeriksaan dengan detail maka pasien akan hidup dalam kepalsuan yang nyata.

Bukankah kebahagiaan itu datang setelah beragam kesulitan selesai dilalui? 

"Hasilnya diluar kuasa kita sebagai manusia tuan, nyonya. Ini semua sudah menjadi kehendak Tuhan."

Mereka masih menatap Dokter Stevan dengan harap-harap cemas. "Tolong katakan saja dok. Apa kami memiliki masalah dengan kesuburan?" 

"Nyonya Celia, maaf saya harus menyampaikan ini. Jika nyonya mengalami menopouse dini. Itu artinya nyonya tidak mungkin bisa hamil."

Celia seakan tersengat ribuan juta watt listrik dengan tubuh mematung memandang Dokter Stevan. Hatinya hancur berkeping setelah mengetahui fakta yang menyebabkan ia tidak akan bisa memiliki buah hati.

Padahal Celia dan Raleigh sama-sama mengharap kehadiran buah hati di tengah kondisi ekonomi dan sosial mereka yang telah membaik. 

"Dokter bercanda kan?" Tanya Raleigh.

Dokter Stevan menggeleng. "Tuan dan nyonya harus kuat menghadapi cobaan ini."

"Kenapa istri saya bisa menopause dini? Dia masih muda. Apa yang salah dokter?" Raleigh masih tidak bisa memahami ucapan Dokter Stevan yang menurutnya mengada-ada. 

Celia masih terlihat begitu cantik dan menawan. Bahkan tanda-tanda menopause dini tidak terlihat sama sekali. Mana mungkin wanita secantik Celia disamakan dengan wanita tua yang tidak lagi bisa memiliki anak? 

"Menopause dini bisa menyerang wanita mana saja. Itu disebabkan oleh genetik dan gaya hidup Nyonya Celia."

Raleigh menggeleng tidak habis pikir. "Istri saya memiliki gaya hidup yang sehat. Dokter bisa lihat dari wajahnya. Kulitnya juga nampak masih segar."

"Menopause dini tidak bisa dilihat dari ciri ciri fisik saja tuan. Melainkan pemeriksaan dalam juga penting seperti gairah se***al yang menurun, kekeringan di bibir va***a, dan sakit saat melakukan hubungan suami-istri."

Raleigh membenarkan salah satu diagnosa yang disebutkan Dokter Stevan. Celia lebih sering pasrah saat berhubungan dan tidak nyaman ketika Raleigh belum mendapatkan kepuasan. 

Lalu setitik air mata Celia jatuh tanpa isakan dengan tangannya di genggam erat Raleigh.

Raleigh memandang Dokter Stevan dan kertas itu bergantian dengan raut tidak percaya. Selama ini dia belum siap memiliki anak di tengah masalah rumah tangga yang melanda, tapi bukan berarti dia tidak menginginkan anak dalam rumah tangganya.

Dia menginginkan anak di saat yang tepat agar semua terencana dan tidak terjadi kesusahan secara finansial.

"Dokter, apa yang bisa kami lakukan agar memiliki anak?" Tanyanya dengan suara tercekat.

Dokter Stevan menghela nafas. "Maaf, salah satu cara adalah mengadopsi."

"Termasuk bayi tabung dok?" Tanya Celia dengan air mata yang telah tumpah ruah.

Dokter Stevan kembali mengangguk. "Jangan berkecil hati. Saya bisa membantu mencarikan anak adopsi yang ---"

"Saya butuh anak kandung! Bukan anak haram yang dibuang orang tuanya!" Pekik Raleigh tidak suka.

"Maaf Tuan Raleigh saya hanya mencoba memberi saran. Tapi, ada satu cara lain jika anda berdua berkenan dan ini mulai banyak dilakukan oleh pasangan yang memiliki kasus sama seperti kalian."

"Apa dok?" Tanya keduanya serempak.

"Tuan Raleigh bisa mencari pendonor sel telur dari wanita yang kalian setujui, barulah benih dari Tuan Raleigh bisa ditabur bersama sel telur itu secara inseminasi."

Mendengar hal itu Celia langsung mendidih. Ia sadar akan kekurangannya tapi ia tidak rela jika kasih sayang Raleigh terbagi dua.

"Tidak! Aku tidak akan membiarkan suamiku memberikan benihnya untuk perempuan selain aku, istrinya!" Pekik Celia dengan nafas terengah-engah. 

"Tapi tidak ada cara selain itu atau kalian tidak akan memiliki keturunan. Semua proses dilakukan secara inseminasi, tidak ada hubungan layaknya suami-istri antara Tuan Raleigh dan wanita itu."

Celia kembali menangis meraung sedih meratapi nasibnya yang sama sekali tidak baik. Ia tidak percaya mengapa Tuhan menguji rumah tangganya seperti ini? 

Lelah menangis dan berteriak kesal karena keadaannya, Celia langsung pingsan di tempat, ia tidak kuasa menerima cobaan yang teramat berat ini. 

Wanita muda mana yang sanggup menghadapi kenyataan bahwa sebentar lagi ia akan berdiam di dalam raga tua yang tak mungkin bisa menghasilkan keturunan?

Hanya membawa kekecewaan dan kerumitan? 

Mampukah Raleigh dan Celia melewati ujian langka kekurangan kehidupan ini? Atau justru berjalan dengan ego masing-masing demi mendapatkan sang buah hati menurut versi mereka sendiri?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status