Arimbi tampak semringah dan bahagia mendengar kabar sang raja masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja.
"Sungguh?" tanya sang permaisuri menatap tajam wajah seorang prajurit wanita yang berdiri di hadapannya itu.Dengan bersikap ajrih prajurit itu pun menjawab, "Iya, Gusti Ratu. Beberapa saat yang lalu ada dua prajurit dari kepatihan Waluya Jaya yang datang menghadap sang maha patih. Mereka mengabarkan, kalau gusti prabu dalam keadaan baik-baik saja dan menugaskan mereka untuk menjemput Gusti Ratu.""Baiklah, kau tunggu di luar dan katakan kepada Panglima Jaka Kelana segera siapkan kereta kencana!" ujar sang permaisuri."Baik, Gusti Ratu." Prajurit itu memberi hormat dan langsung berlalu dari hadapan sang permaisuri.Prajurit wanita itu langsung menghadap Panglima Jaka Kelana, dan menyampaikan pesan dari Arimbi. "Baiklah, aku akan segera menyiapkan kereta kencana dan kau panggil 20 prajurit wanita untuk ikut!" kata Panglima Jaka Kelana."Baik, PanglKetika sudah sampai di barak, Panglima Jowarya segera mempersilahkan Senopati Sami Aji untuk duduk, dan ia pun memerintahkan para prajurit untuk menjamu sang senopati serta para prajuritnya yang berada di luar barak."Aku bukanlah tamu terhormat, janganlah Panglima terlalu repot dalam penyambutan ini!" kata Senopati Sami Aji."Tidak apa-apa, Gusti Senopati. Hamba pikir para petinggi kerajaan Sirnabaya jauh lebih baik dalam menyambut tamu, itu pernah hamba alami sendiri ketika hamba mendapat tugas dari sang raja untuk berkunjung ke istana kerajaan Sirnabaya," jawab Panglima Jowarya bersikap ramah.Senopati Sami Aji tersenyum dan berdecak kagum atas kebaikan Panglima Jowarya. Keduanya pun segera berbincang mengenai kecurigaan dari pihak kerajaan Sirnabaya dengan siasat busuk dari Prabu Domala yang sengaja membuat kekacauan dengan mengirim para prajurit yang terlatih untuk mengadu domba kerajaan Sirnabaya dengan kerajaan Randakala."Prajurit kerajaan Sirnabaya sudah
Seminggu kemudian, Prabu Erlangga bersama para petinggi istana sudah berkumpul di pendapa istana. Tidak seperti biasanya, wajah sang raja tampak berseri-seri seperti sedang mengalami kegembiraan dalam jiwanya.Diam-diam, Maha Patih Randu Aji mengamati sikap sang raja kala itu. Bertanyalah ia sedikit berbisik kepada Prabu Erlangga, "Hamba lihat, Gusti Prabu tampak dalam keadaan bahagia. Ada apakah gerangan?"Prabu Erlangga tersenyum dan segera menjawab lirih pertanyaan dari sang maha patih, "Ratuku sedang mengandung." Prabu Erlangga balas berbisik.Maha Patih Randu Aji tersenyum dan segera mengulurkan tangannya ke arah sang raja, dengan wajah penuh kegembiraan, Prabu Erlangga langsung meraih uluran tangan sang maha patih. "Selamat, Gusti Prabu. Semoga bayi dalam kandungan sang permaisuri dalam kondisi baik dan sehat," ucap Maha Patih Randu Aji, ikut merasa bahagia mendengar kabar kehamilan istri sang raja yang merupakan kakak iparnya itu."Terima kasih
Dengan penuh kesiagaan, sang patih menunggu lawannya mendekat. Ia tidak sedikit pun terpancing oleh sikap pendekar itu. Namun dengan tiba-tiba saja, pendekar itu menyabetkan pedang ke arah Patih Balong Gandu.Dengan secepat kilat, sang patih pun meloncat tinggi menghindari ujung pedang lawannya. Karena itu, maka pendekar tersebut segera meloncat pula mengejar Patih Balong Gandu.Namun pada saat itu, sang patih langsung melakukan serangkaian tendangan sedemikian kerasnya, pendekar itu terjungkal dan terpental jauh."BEDEBAH!" Prajurit itu tertegun sejenak, darah segar mengalir deras dari mulut dan hidungnya."Itu balasan untukmu yang bersikap jumawa!" teriak Patih Balong Gandu.Dua bola mata pendekar itu sangat tajam mengawasi gerak-gerik sang Patih. "Aku harus mencari akal untuk segera membinasakan orang itu," desisnya dalam hati.Kemudian ia bangkit dan tertawa sambil berkata, "Hebat kau, Ki Sanak. Tapi ingat! Kau tidak akan bisa lari dari cengkeraman
Setibanya di kadipaten Alas Purba, Patih Balong Gandu langsung disambut hangat oleh para prajurit yang bertugas di kediaman sang adipati."Silahkan duduk dulu, Gusti Patih!" kata prajurit penjaga mempersilahkan sang patih untuk duduk di pendapa kediaman sang adipati.Kemudian, prajurit itu langsung memberi tahu sang adipati tentang kedatangan Patih Balong Gandu. Setibanya di dalam rumah tersebut, prajurit itu langsung melangkah menghampiri sang adipati yang sedang berada di ruang tengah bersama istrinya."Mohon maaf, Gusti Adipati. Ada Gusti Patih Balong Gandu baru saja tiba," kata prajurit itu bersikap ramah di hadapan sang adipati."Ya, nanti aku ke luar. Kau jamu saja dulu!" jawab Adipati Kondara lirih."Baik, Gusti Prabu." Prajurit itu langsung berlalu dari hadapan Adipati Kondara, dan bergegas melangkah menghampiri sang patih untuk menyampaikan pesan dari sang adipati.Selang beberapa saat kemudian, Adipati Kondara sudah keluar dan langsung menyamb
Rasmini diam sejenak, kemudian ia menghela nafas dalam-dalam. Setelah itu, ia pun berkata, "Baiklah, jika ini sudah menjadi keputusan kamu. Nenek ikut saja!" tandasnya menuruti keinginan cucunya.Mendengar kalimat yang diucapkan oleh sang nenek, Darasoma merasa bahagia, dan ia pun berkata lagi, "Kita akan menetap di Kuta Tandingan dan menjadi bagian dari kerajaan Sanggabuana, kita beli tanah di sana dan memulai hidup bahagia bersama para penduduk kerajaan Sanggabuana!""Iya, Nak. Nenek juga sependapat dengan kamu, di kerajaan Sanggabuana semua penganut agam diperlakukan dengan baik dan mereka hidup secara berdampingan di sana," tandas Rasmini tersenyum-senyum."Sebelum kita menuju Kuta Tandingan, kita akan melapor dan akan diambil sumpah oleh pihak prajurit yang ada di wilayah kadipaten Kuta Gandok. Setelah itu, baru kita akan diizinkan melanjutkan perjalanan menuju Kuta Tandingan," terang Darasoma.Selang beberapa menit kemudian, Rangkuti sudah tiba di kediaman Darasoma
Salah satu dari keempat prajurit itu langsung memacu derap langkah kudanya lebih mendekat ke arah kereta kuda yang ditumpangi oleh Rangkuti, Darasoma dan neneknya.Bertanya seorang prajurit itu kepada Rangkuti, "Kalian siapa, dari mana dan hendak ke mana?" Prajurit itu bersikap tegas terhadap ketiga orang asing yang sudah masuk ke wilayah kedaulatan kerajaan Sanggabuana.Rangkuti sedikit bergetar dan merasa takut berhadapan dengan para prajurit itu, dengan bersikap ramah dan sopan, Rangkuti pun menjawab lirih pertanyaan prajurit tersebut,"Mohon maaf sebelumnya, kami dari Kundar bertujuan hendak mencari suaka ke Kuta Tandingan. Akan tetapi, kami akan singgah terlebih dahulu di kadipaten Kuta Gandok," "Setelah meminta suaka, lantas apalagi tujuan kalian?" tanya prajurit itu tegas."Kami akan meminta izin kepada gusti adipati untuk merestui kami menjadi bagian dari rakyat kerajaan ini," jawab Rangkuti."Baiklah, ikut kami sekarang!" kata prajurit itu kem
Panglima Janeka mendapatkan tugas dari sang raja yang disampaikan langsung oleh Patih Balong Gandu. Yang mana ia diperintahkan untuk menelusuri hutan yang ada di batas wilayah kedua kerajaan.Mengenai hal itu, sang panglima sangat cepat tanggap dan langsung bergerak sendiri menuju ke barat perbatasan kerajaan Sanggabuana dan kerajaan Kuta Waluya.Demikian, ketika Panglima Janeka sudah tiba di sebuah hutan yang ada di perbatasan dua kerajaan itu. Tiba-tiba, Panglima Janeka dikagetkan dengan hadirnya seorang pria bersenjata lengkap. Diduga kuat, pria tersebut merupakan seorang prajurit senior dari kerajaan Kuta Waluya yang kala itu sedang berpatroli di tempat tersebut.Sejenak kemudian terdengar prajurit itu menghentak sambil berteriak nyaring, "Serahkan dirimu!" Pedangnya lurus terjulur ke depan hendak menusuk langsung mengarah ke pusat jantung Panglima Janeka.Saat seperti itulah yang ditunggu-tunggu oleh Panglima Janeka, ia hanya bersikap santai kemudian melonca
Di hutan Tandingan, Ki Bayu Seta dan Ki Jasukarna sedang santai bersama menikmati waktu luang mereka hari itu. Mereka hanya duduk-duduk santai di bawah rindangnya pepohonan.Sepasang bola mata kakek tua itu berkeliaran seperti teringat sesuatu lalu tertawa parau. Mengamati dua pemuda yang sedang melakukan perburuan di hutan yang tidak jauh dari tempatnya duduk."Kau itu, Ki!" kata Ki Jasukarna mengarah kepada Ki Bayu Seta.Tersenyum Ki Bayu Seta ketika berpaling ke arah dua pemuda itu, "Aku terlalu pandai mempermainkan kedua pemuda itu. Mereka itu ingin menjadi prajurit kerajaan, terima saja!" imbuh Ki Bayu Seta lirih."Tidak semudah itu, Ki. Aku ingin mengetes dan menguji kesungguhan mereka terlebih dahulu, sebelum membentuk pribadi mereka untuk menjadi prajurit kuat," tegas Ki Jasukarna.Kedua pemuda itu, dulu sempat mendatangi Ki Jasukarna ketika sedang berada di Kepatihan Kuta Tandingan. Mereka menyatakan diri ingin menjadi murid si kakek itu. Akan tetap