Saat itu, Panglima Kondara dan ketujuh pengawal setia Adipati Anggadita sudah tiba di hadapan Adipati Anggadita dan Senopati Rawana yang sedari tadi sudah menunggu kedatangan mereka untuk segera membahas strategi perang, baik itu penyerangan ataupun cara bertahan dalam menghadapi musuh. Senopati Rawana dan Adipati Anggadita langsung memerintahkan mereka untuk duduk, "Kalian duduk, ada hal penting yang akan aku bahas!"
Lalu, Adipati Anggadita langsung mengawali perbincangan dan segera mengatur langkah tepat dalam melakukan peperangan tersebut."Esok hari, Panglima Kondara segera menyiapkan pasukan khusus panah dan pasukan berkuda untuk langsung melakukan serangkaian serangan terhadap pertahanan musuh. Selanjutnya, Runada bersama para prajurit gabungan langsung menyebrangi sungai dan menggempur mereka secara bertahap!" tutur sang adipati mengarah kepada Panglima Kondara dan Runada.Kemudian, Adipati Anggadita menoleh ke arah Panglima Jasrenga. Lalu, ia pun berSetelah hampir satu jam melakukan pengintaian, Riwanda dan Tokamara langsung kembali menghampiri Belung dan Wirya yang menunggu mereka di tepian sungai yang ada di pinggir hutan itu. Lalu, Riwanda memberi isyarat dengan suitan tiga kali ke arah pasukan yang sudah bersiap hendak melakukan penyerangan.Huit...Huit...Huit...Mendengar isyarat dari Riwanda, Panglima Kondara langsung mengangkat pedang dan segera memerintahkan para wadiya baladnya untuk bergerak ke area hutan tersebut, "Ayo, prajurit kita bergerak sekarang!" teriak Panglima Kondara memacu derap kudanya menyebrangi sungai yang beraliran tenang dan tidak mempunyai kedalaman itu, disusul oleh ratusan kuda yang ditunggangi oleh para pasukan panah segera bergerak untuk melakukan penyerangan.Setelah ratusan pasukan panah memasuki area hutan, Runada pun segera memerintahkan wadiya balad yang lainnya untuk segera melintasi sungai tersebut, "Ayo, maju semuanya!" teriak Runada memacu kuda memim
Setelah mengintrogasi dua prajurit itu, Adipati Anggadita langsung memerintahkan Badra untuk segera membawa Gonadarma dan kedua prajuritnya, "Badra, kau bawa mereka sekarang ke istana!" titahnya mengarah kepada Badra yang merupakan satu dari ketujuh pengawal pribadinya."Baik, Gusti Adipati," jawab Badra ia dan kelima rekannya segera membawa Gonadarma dan dua prajuritnya itu untuk segera dijebloskan ke dalam penjara yang ada di istana kerajaan Randakala.Setelah itu, Adipati Anggadita kembali duduk di depan perkemahan dan segera berbincang dengan Senopati Rawana dan Panglima Kondara mengenai langkah ke depan untuk menciptakan pertahanan yang kuat, agar kerajaan kecil yang kaya raya itu tidak dirong-rong dan tidak diganggu lagi oleh kerajaan-kerajaan besar yang hendak menguasai wilayah-wilayah kerajaan tersebut. Karena, kerajaan Randakala banyak memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah dan itu menjadi alasan kuat bagi kerajaan-kerajaan besar yang ada di sekitaran
Di tempat yang berbeda, tepatnya di istana kerajaan Sanggabuana. Raut wajah kebahagiaan menyertai dua pasangan muda yang baru saja melangsungkan pernikahan satu hari yang lalu. Mereka adalah Prabu Erlangga dan Senopati Randu Aji yang menikahi dua gadis kembar putri angkatnya sang penasihat istana."Kebahagiaan dan kesuksesanku sudah terlampau jauh. Saatnya aku melakukan puji syukur kepada Dewata Agung atas karunia ini," ujar sang raja berkata di sidang istana yang dihadiri para petinggi dan para panglima kerajaan tersebut.Di samping kiri duduk sang permaisuri yang hari itu sudah didaulat oleh sang penasihat istana yang merupakan ayah angkatnya itu. Ia tersenyum manis memandang wajah suaminya, tampak anggun tubuh indahnya terbalut sari yang mewah serta bermahkotakan yang terbuat dari emas dan permata hijau menambah kecantikan wajah Arimbi yang elok nan rupawan.Sang raja sedikit menoleh dan balas tersenyum kepada permaisurinya itu. Lalu, ia berpaling kembali
Matahari belum sepenuhnya tenggelam, saat itu Lintang sudah memasang tenda kecil yang hanya cukup untuk dijadikan tempat tidurnya dengan sang istri. Berdiri di sebuah lereng dengan menggunakan terpal sederhana yang terbuat dari bahan plastik, tampak sederhana yang terletak di pinggiran bukit dekat dengan jalan setapak yang mengarah ke Kuta Tandingan tanpa ada seorang pun atau ada rumah yang terlihat di lereng bukit itu.Lintang mengeluarkan perbekalan makanan yang ia simpan di sebuah tas yang tergantung di punggung kudanya itu, "Nyimas!" panggil Lintang mengarah kepada istrinya yang sedang bersusah payah menghidupkan api unggun hanya dengan gesekkan sebuah batu khusus."Iya, sebentar!" jawabnya masih terus berusaha menyalakan api."Tinggalkan saja, biarkan aku yang akan menyalakannya nanti. Kau tidak cukup tenaga!" kata Lintang.Namun, Winiresti tak serta-merta mengandalkan suaminya hanya untuk melakukan pekerjaan itu, hingga pada akhirnya api pun menyala
Di alun-alun Kuta Tandingan yang menjadi pusat ibu kota kerajaan Sanggabuana. Siang itu sedang ramai banyak dikunjungi oleh para pendekar dari paguron-paguron dunia persilatan yang ada di wilayah kerajaan tersebut, Randini dan Kuntila sedang mengamati antrian panjang dari para pendekar yang saat itu hendak mendaftar dan berpartisipasi dalam acara syaembara yang diadakan oleh pihak kerajaan."Kau lihat itu!" bisik Kuntila mengarahkan jari telunjuknya ke arah seorang pendekar tampan yang ada di barisan depan antrian itu.Randini langsung mengarahkan dua bola matanya dan mengamati sosok pendekar tampan itu, "Aku mengenali pendekar itu, tapi aku lupa akan namanya," kata Randini berbicara dengan datar. Lalu, berpaling ke arah kerumunan orang yang sedang berada di tempat tersebut."Winiresti," desis Randini raut wajahnya tampak semringah.Randini menoleh ke arah Kuntila, "Kau lihat siapakah wanita yang berdiri di sana!?"Kuntila mengangkat alis tinggi-ti
Kemudian Panglima Aryadana, segera mengatakan mengenai hal yang tadi hendak dibicarakan oleh sang raja di hadapan para petinggi istana kerajaan."Kuta Tandingan, kadipaten Conan Utara dan Conan Selatan serta kadipaten Alas purba. Akan segera memiliki adipati baru dan hal itu akan di umumkan hari ini," tutur sang panglima dengan jelasnya sedikit berpaling ke arah sang raja. "Akan tetapi, mereka akan dilantik dua hari yang akan datang di alun-alun istana di daulat langsung oleh sang raja," sambung Panglima Aryadana.Setelah itu, ia menyerahkan kepada sang raja untuk segera mengumumkan siapa saja yang hendak didaulat sebagai adipati dan maha patih baru di empat wilayah itu.Prabu Erlangga pun bangkit, ia bersiap untuk segera menunjuk siapa saja yang akan memegang kendali dari keempat wilayah tersebut. Lalu, ia pun berkata, "Baiklah ... hari ini aku akan menunjuk siapa saja yang akan menduduki jabatan sebagai maha patih di Kuta Tandingan dan tiga adipati di ti
Ketiga pria itu tampak kaget dan merasa bingung. Sejatinya, di hutan tersebut bukanlah tempat yang favorit bagi para kera-kera itu. Sehingga menimbulkan pertanyaan besar dari ketiga orang itu. "Aku tidak pernah menjumpai kera-kera ini sebelumnya, karena tempat ini bukanlah tempat favorit bagi kera-kera," ujar Donggala yang merupakan salah seorang pimpinan dari rampok tersebut. Kedua anak buahnya tampak cemas dengan keadaan seperti itu, kera-kera tersebut terus melangkah mendekati ketiga rampok itu. Seakan-akan, mereka berusaha untuk berinteraksi. Berkatalah seekor kera yang mempunyai bulu lebat dengan warna kuning keemasan dan bertaring panjang itu, "Jika berbicara tentang hutan yang kalian masuki sekarang, ukurannya tidaklah terlalu luas, karena ini merupakan hutan pinus yang sebagian besar tidak terdapat sumber makanan di tempat ini. Akan tetapi aku dan kawan-kawanku kenapa bisa berada di hutan ini? Jawabnya hanya satu, kalian bertiga orang pertama di hari
Hampir seharian acara sayembara berlangsung dan ada pertandingan terakhir yang tersisa kala itu. Antara Lintang dan seorang pendekar dari Alas Purba yang bernama Wanakarma.Pertandingan yang menentukan siapakah pendekar nomor satu dan akan berhak mendapatkan hadiah dari raja, ternyata dimenangkan oleh Lintang. Sehingga, ia menjadi seorang pendekar terkuat dalam sayembara tersebut dan berhak mendapatkan hadiah berupa 500 keping emas dan akan didaulat langsung menjadi seorang panglima tertinggi di kerajaan Sanggabuana.Wanakarma dan Putung Liung pun berhasil menjadi pendekar terkuat di peringkat kedua dan ketiga dan mereka masing-masing mendapatkan hadiah 200 keping emas dan didaulat menjadi panglima yang akan membantu tugas Panglima Lintang."Setelah ini, kalian segera ke istana dan aku akan membicarakan sesuatu kepada kalian bertiga!" tandas sang raja di sela perbincangannya dengan ketiga pendekar itu."Baik, Gusti Prabu. Kami akan segera ke istana," jawab Lintan