Home / Fantasi / Sang Penentang Aturan / 2.menjadi utusan sang pencipta

Share

2.menjadi utusan sang pencipta

Author: Mr.Xg
last update Last Updated: 2025-09-08 15:18:24

Di sebuah lembah terpencil yang diselimuti kabut abadi, tersembunyi dari hiruk-pikuk dunia kultivasi yang penuh intrik, tinggallah seorang pemuda bernama Wo Long.

​Sesuai dengan namanya yang berarti "Naga Tertidur," Wo Long lebih memilih kehangatan sinar matahari yang menembus dedaunan rindang dan kelembutan lumut di bawah pohon purba sebagai teman setianya. Baginya, hiruk-pikuk para kultivator yang berlomba-lomba meningkatkan kekuatan, bertarung memperebutkan sumber daya, dan menjunjung tinggi hukum rimba yang kejam hanyalah gangguan yang tak perlu.

​Rutinitas hariannya nyaris tak berubah. Ia bangun saat matahari sudah cukup tinggi, mencari buah-buahan atau umbi-umbian dengan usaha seminim mungkin, lalu kembali merebahkan diri di tempat favoritnya hingga senja menjelang. Dunia luar, dengan segala ambisi dan pertumpahan darahnya, terasa begitu jauh dan tidak relevan bagi Wo Long. Ia lebih suka menghabiskan waktu dalam lamunan tentang awan yang membentuk berbagai rupa atau suara serangga yang mendendangkan melodi alam.

​Para tetangga di perkampungan kecil itu telah lama menyerah untuk memahami Wo Long. Mereka menggelengkan kepala melihat pemuda yang memiliki bakat kultivasi yang lumayan, tetapi memilih untuk menyia-nyiakannya.

​"Sayang sekali," bisik para tetua. "Dengan potensi seperti itu, dia bisa mencapai puncak dunia kultivasi. Tapi lihatlah, dia lebih memilih tidur daripada berlatih."

​Namun, di balik mata Wo Long yang sering kali terlihat sayu dan gerak-geriknya yang lamban, tersembunyi sebuah kejernihan pikiran yang jarang dimiliki oleh para kultivator yang terobsesi dengan kekuatan. Ia mengamati dunia dengan perspektif yang unik, tidak terpengaruh oleh ambisi atau ketakutan. Baginya, hukum rimba "si kuat memangsa yang lemah" hanyalah sebuah lingkaran setan yang tak berujung, sebuah tatanan yang cacat, namun diterima begitu saja.

​Di suatu siang yang tenang, saat Wo Long tertidur lelap di bawah naungan pohon beringin raksasa, sebuah bisikan lembut menyusup ke dalam mimpinya. Bukan suara manusia atau makhluk duniawi, melainkan resonansi yang menggema jauh di dalam jiwanya.

​"Wo Long..."

​Suara itu terasa kuno dan tak terhingga, seperti desiran angin yang telah berhembus sejak awal waktu. Wo Long menggeliat dalam tidurnya, merasa ada sesuatu yang berbeda dari biasanya.

​"Dunia telah kehilangan keseimbangannya..." bisikan itu berlanjut, perlahan, namun pasti membangunkan kesadarannya.

"Hukum yang berlaku telah menodai harmoni yang seharusnya ada..."

​"Suara apakah itu?" gumamnya pelan, mulai sadar dari tidurnya.

​Mata Wo Long terbuka perlahan. Ia menatap langit dengan dedaunan yang berayun lembut, bertanya-tanya apakah ia mendengar suara tadi saat sedang bermimpi. Namun, ada sensasi aneh yang menggelayuti dirinya, sebuah keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa bisikan itu nyata.

​Wo Long meregangkan kedua tangannya dan menguap sambil menutupi mulutnya. Ia celingak-celinguk, memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar. "Siapa sih tadi yang berbicara, mengganggu tidurku saja."

​Tiba-tiba, sebuah cahaya lembut terpancar dari dalam benaknya, menampilkan sosok yang tak terlukiskan – sebuah entitas yang terasa begitu agung dan purba hingga Wo Long merasa seluruh keberadaannya bergetar.

​'Si… siapakah sosok agung ini?' batinnya terbata.

​"Akulah Sang Pencipta Seluruh Alam," suara itu bergema dalam benaknya, kali ini lebih jelas dan penuh wibawa. "Dan kaulah... utusan yang Ku pilih."

​"A… apa maksudmu? Aku utusan apa? Dan siapa Sang Pencipta Seluruh Alam itu?" tanyanya.

Wajahnya terkejut melihat sosok agung yang belum pernah dilihatnya seumur hidup. Ia baru pertama kali ini mendengar nama tersebut, tetapi jiwanya bergetar dan mulutnya terasa kelu saat mengucapkannya.

​Sebuah gambaran kehidupan terbentang, dimulai dari pergerakan tak terhitung dari partikel-partikel kecil yang menjadi cikal bakal kehidupan. Proses pertumbuhan tanaman terlukiskan, dari kecambah mungil yang berjuang menembus tanah, hingga menjadi pohon besar dan kokoh. Begitu juga dengan proses embrio di dalam rahim seorang ibu, yang perlahan tumbuh menjadi janin, membentuk organ dan jaringan tubuh yang kompleks, sampai akhirnya terlahir ke dunia.

​Jalan kehidupan alam semesta pun bergulir. Tahun demi tahun, perubahan membawa kemajuan bagi manusia, tetapi mengganggu keseimbangan ekosistem. Manusia mulai menebang pepohonan secara membabi buta untuk membangun peradaban. Abad demi abad berlalu, kejayaan manusia semakin tak terbendung, mendominasi kehidupan dan menekan makhluk lain.

​Seorang kultivator manusia memimpin bangsanya menuju kejayaan, sementara sebagian kultivator lainnya memilih jalan yang menyesatkan.

Pertentangan tak terhindarkan, memicu pertempuran yang menghancurkan berbagai wilayah yang dihuni manusia. Akibatnya, beberapa kawanan hewan yang memiliki kekuatan dan kecerdasan luar biasa memilih untuk mengasingkan diri ke dalam hutan yang tak terjamah oleh tangan manusia. Sebagian lagi harus musnah karena gegabah melawan manusia. Bahkan, tanaman yang memiliki banyak manfaat kini menjadi sangat langka, hanya tersisa di beberapa wilayah berbahaya.

​Kehidupan manusia didominasi oleh kekuasaan dan kekuatan, membuat mayoritas manusia menderita karena tidak memiliki kedua hal itu. Kekejaman pada sesama merajalela. Para penguasa mempertahankan wilayah mereka dengan intrik dan kekerasan. Pertempuran antara orang-orang berkuasa dan mereka yang memiliki kekuatan luar biasa sering terjadi, sampai mengguncang bumi dan langit.

​"Kamu adalah salah satu dari ciptaan yang Ku buat, tetapi kamu Ku berikan suatu keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Karena itu, kamu harus menanggung tanggung jawab dengan mendapatkan keistimewaan yang Ku berikan kepadamu," lanjut Sang Pencipta.

​Wo Long terperanjat. Ia, si pemalas yang lebih suka tidur daripada bergerak, dipilih menjadi utusan Sang Pencipta? Tugas macam apa yang mungkin diemban oleh seorang seperti dirinya? Dan yang lebih membingungkan, tugas apa yang bisa diberikan oleh Sang Pencipta kepada seorang pemalas seperti dirinya?

​Sebelum Wo Long sempat mengajukan pertanyaan, Sang Pencipta melanjutkan, "Hukum rimba yang berlaku di dunia kultivasi... harus diubah. Kaulah yang akan membawa kembali keseimbangan dan keadilan."

​Sebuah beban yang tak terbayangkan terasa menimpa pundak Wo Long yang selama ini hanya terbiasa menahan kantuk. Ia, seorang pemalas yang bahkan enggan berjalan jauh, kini ditugaskan untuk mengubah tatanan dunia yang telah mengakar kuat selama berabad-abad.

​"Tapi... tapi aku..." gumam Wo Long linglung, mencoba mencerna kenyataan yang terasa seperti mimpi buruk.

​Sang Pencipta seolah mengerti kebingungan dan ketidakpercayaannya. "Di dalam kemalasanmu, terdapat sebuah kejernihan. Di dalam keenggananmu terhadap kekerasan, ada potensi untuk kedamaian. Jangan meremehkan dirimu, Wo Long. Takdir memiliki jalannya sendiri."

​Dengan kata-kata terakhir itu, kehadiran Sang Pencipta memudar, meninggalkan Wo Long yang terduduk lemas di bawah pohon beringin. Angin sepoi-sepoi yang biasanya terasa menenangkan kini membawa bersamanya beban tanggung jawab yang maha berat.

​"Aaa... apa semua ini?" gumamnya, masih tidak percaya. Namun, gambaran tadi dan wujud sosok yang tak terbantahkan, bahkan sampai sekarang sosok tersebut terus terlihat dalam pikirannya dengan sangat jelas.

​Apakah dirinya harus mempercayai semua ini? Sang Pencipta Seluruh Alam telah dia lihat, dengan sebuah tugas yang diberikan kepadanya. Apakah semua ini nyata atau hanya sebuah ilusi saja?

​"Tetapi sosok agung yang tidak terbantahkan itu," Wo Long merasa tidak percaya, tetapi apa yang tadi dia dengar dan lihat begitu nyata. Apalagi setelah melihat kilas waktu kehidupan di seluruh dunia yang luar biasa.

​"Bagaimana ini, apakah aku bisa melakukannya?"

ucapnya dengan nada pasrah. Sebuah memori yang tiba-tiba muncul di kepalanya, yang menunjukkan betapa buruk dan kejamnya dunia ini, membuatnya lemas. Ia bahkan merasakan panas dingin di sekujur tubuhnya.

​Bagaimana mungkin seorang pemalas seperti dirinya menjadi utusan Sang Pencipta? Dan bagaimana mungkin ia, yang selalu menghindari masalah, kini harus menghadapi seluruh dunia kultivasi untuk mengubah hukum rimba yang kejam?

​Wo Long mengacak-acak rambutnya dengan gusar, memikirkan semua hal yang harus ia lakukan. Apakah dirinya bisa? Apakah dunia yang sudah rusak ini masih bisa diperbaiki? "Apakah... apakah... apakah..." kata-kata itu terngiang-ngiang di kepalanya.

​"Semuanya terlalu rumit. Kalaupun nyata, bagaimana bisa aku melakukannya? Mau memulai dari mana pun aku tidak terpikirkan, apalagi dengan tanggung jawab yang begitu berat ini."

​Wo Long menarik napas perlahan, lalu menghembuskannya. Dia melakukannya tiga kali berturut-turut. Setelah merasa pikirannya mulai tenang, dia menatap langit. Ia mulai mengingat kembali ucapan sang ibu yang telah meninggal, bahwa di dunia ini tidak ada hal yang mustahil, kecuali hal tersebut telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.

​Matanya terbelalak. Ia baru teringat kalau ibunya pernah berbicara tentang Sang Pencipta juga.

​"Entah bagaimana ibu bisa mengetahui semua itu, padahal semua orang tidak mengetahui keberadaan Sang Pencipta. Tapi aku harus mulai percaya kalau tidak ada yang mustahil dalam kehidupan ini, karena dengan sebuah usaha, segala urusan bisa teratasi. Semangat, Wo Long, kamu pasti bisa!" ucapnya, menyemangati diri sendiri.

Ia mulai mencoba membangun kepercayaan diri dan semangat yang selama ini tidak pernah hadir dalam dirinya. Tetapi sekarang, mau tidak mau ia harus membangunnya.

​Dia tahu betul betapa kejamnya dunia kultivasi yang menggunakan hukum rimba, di mana seorang yang lemah, penakut, dan tidak memiliki kepercayaan diri akan mudah ditindas.

Wo Long harus mempersiapkan segalanya untuk menjalani kehidupan barunya, setelah selama ini dirinya menjalani kehidupan yang tenang dan damai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Grayn Alasky
semakin menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Penentang Aturan   Jurang Tidur

    Semua murid bersama Tetua Zee dan Tetua Bao Li beristirahat sejenak di tengah gersangnya reruntuhan. Bau kematian dan asap masih menusuk. Setelah mereka menetapkan tujuan untuk pergi Akademi Daun Semanggi, dan mereka harus segera bergerak. “Kita tidak bisa pergi dengan melewati jalur utama,” tegas Tetua Bao Li, matanya menyapu cakrawala yang dipenuhi bayangan kultivator yang bertarung. “Jalur utama pasti dipenuhi pos pemeriksaan dan perangkap. Kita akan mengambil jalan kecil yang jarang digunakan dan diketahui oleh para pelintas.” Wo Long mengangguk. Dia mengingat jalur itu; jalan memutar yang berbahaya, sering kali tertutup oleh pepohonan rimbun dan tanaman merambat yang berfungsi sebagai kamuflase alami. “Jalur itu melewati Jurang Tidur,” bisik Wo Long. “Sangat curam, tapi tersembunyi.” “Tepat,” jawab Tetua Bao Li. “Dulu aman karena tertutup pepohonan dan tanaman merambat. Sekarang, entah… mungkin saja telah menjadi seperti pisau cukur. Tapi kita tidak punya pilihan lain.”

  • Sang Penentang Aturan   kembali ke dunia luar yang telah kacau

    Seolah alam itu sendiri tahu bahwa waktu telah tiba bagi para penghuninya untuk pergi. Setelah semuanya kembali dari pegunungan, kini suasana di halaman rumput rumah Kakek Fu terasa berat, dipenuhi campuran kehangatan yang mendalam dan kesedihan yang tak terhindarkan. Semua murid Kelas B, para Tetua, dan keluarga Paman Rio berkumpul untuk terakhir kalinya, mereka duduk lesehan di atas tanah yang di selimuti rumput hijau. Sambil mendongakkan kepala untuk melihat Kakek Fu, yang sedang berdiri di depan mereka, memegang tongkatnya erat-erat, matanya yang tua menatap setiap wajah muda di sana dengan cinta yang tak terhingga. “Anak-anakku,” suaranya berat, namun mengandung kekuatan yang menenangkan. “Waktu kalian di Lembah ini telah usai. Kalian telah menempa fondasi yang kuat, dan rahasia yang kalian bawa, kekuatan batin, elemen, serta ilmu-ilmu kuno, kini adalah bekal kalian untuk menjalani takdir. Lembah ini telah menjadi rumah yang aman. Tetapi dunia di luar sana… sedang menanti,

  • Sang Penentang Aturan   penjaga abadi lembah

    Angin pagi menyapu puncak gunung, membawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Kabut lembut masih melingkupi lembah, menari-nari di antara pepohonan tua yang telah menjadi saksi perjalanan waktu. para murid kelas B berdiri berjejer di hadapan sesosok yang baru saja menjelma dari seekor naga putih menjadi seorang pria tinggi berwibawa, dia berpakaian jubah putih berbordir perak. Sorot matanya tajam, namun menenangkan, seolah menyimpan samudra dalam kedalaman pandangannya.Lin Xuan maju dan berdiri paling depan. Aura petir berdesir di sekeliling tubuhnya, rambutnya sedikit bergetar akibat energi spiritual yang mulai ia pancarkan. Di sampingnya, Si Wuya yang juga ikut maju menatap tenang, tetapi cahaya lembut dari telapak tangannya mulai menyala, energi Cahaya yang siap melindungi siapa pun yang terluka.“Siapa pun kau,” suara Lin Xuan berat dan waspada. “jangan bergerak selangkah pun. Kami tidak akan membiarkanmu menyentuh siapapun di antara kami.”Sosok pria naga itu tersenyum tipi

  • Sang Penentang Aturan   10 tahun kemudian

    "Di puncak gunung tertinggi, keheningan adalah tirai penutup bagi kekuatan yang siap meledak. Hanya mereka yang bersembunyi dalam bayangan yang dapat melihat celahnya."SEPULUH TAHUN KEMUDIANKabut lembut Lembah Mistis adalah saksi bisu. Selama sepuluh tahun, kabut itu telah menelan dan melindungi para remaja yang tumbuh untuk menjadi pilar kekuatan yang tak terduga. Waktu di sini tidak berjalan dengan mulus, karena ia terus berputar dalam siklus pelatihan keras, kultivasi tanpa henti, dan ilmu kuno yang diwariskan oleh para Tetua.Murid-murid Kelas B kini bukan lagi anak-anak. Mereka adalah pemuda-pemudi yang memancarkan aura Chi murni, kulit mereka bersih, dan mata mereka tajam seperti pedang yang baru ditempa. Fisik mereka telah ditempa hingga Ranah Ranah Bumi, di mana Elemen dan esensi sejati mulai terwujud.Dinding Lembah Mistis bergetar dengan gemuruh. Di seluruh lembah, api Hanzo dan Roou siap untuk membakar kejahatan dan penindasan, tanah yang Wu Xia kendalikan bergolak, dan

  • Sang Penentang Aturan   para legenda yang membangun dunia baru

    Kakek Fu melangkah pelan mendekati keempat anak muda itu. Cahaya rembulan jatuh lembut di wajah mereka yang masih berkeringat, entah karena latihan atau karena kejadian aneh yang baru saja mereka alami. Tanpa banyak bicara, kakek tua itu memegang pergelangan tangan mereka satu per satu. Matanya yang keriput seolah bisa menembus hingga ke jiwa mereka. Setiap sentuhan diiringi dengan anggukan kecil dan senyum tipis. “Bagus… sangat bagus,” gumamnya, lebih pada dirinya sendiri. Setelah itu, Kakek Fu berbalik, berjalan menuju tempat para tetua dan kedua menantunya berdiri menunggu. Langkahnya pelan, tapi berwibawa. Saat sampai di hadapan mereka, dia mendongak menatap langit. Tatapannya campur aduk, lega, cemas, bangga, dan sedikit haru. “Kita tak boleh membuang waktu lagi,” katanya akhirnya. “Kedepannya kekuatan anak-anak ini sudah cukup untuk menutupi keberadaan kalian, Rio, Xie. Jadi sebaiknya kita kembali saja, jangan membuang waktu, sebelum malam semakin dalam.” Tanpa bantahan

  • Sang Penentang Aturan   ujian batin

    Kabut di sekitar mulai menipis, ketika Wo Long dan ketiga temannya akhirnya menemukan jalan keluar dari gua bawah tanah itu. Udara di luar terasa lebih hangat, tapi anehnya, semua terasa begitu hening. Tak ada suara burung, tak ada hembusan angin, seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan, hanya ada keheningan yang membuat bulu kuduk mereka berdiri. “Apakah ini masih di lembah mistis yang sama?” tanya Thanzi pelan. Lin Xuan menatap sekeliling. “Aku rasa… tidak. Lihat,” ia menunjuk pada tebing di depan. “Lihat itu, langitnya bukan berwarna biru, tapi berwarna keperakan.” Wo Long dan yang lainnya memandang ke atas. Langit di tempat itu berwarna seperti perak cair, berkilau tapi tenang. Di bawah sinar itu, setiap helai rumput tampak seperti kristal kecil. Udara beraroma manis dan menenangkan. Tapi bukan hanya keindahannya aneh yang mereka lihat. Ada sesuatu yang bergetar di dada yang Wo Long rasakan, semacam panggilan. Ia tahu… tempat ini bukan dunia biasa. “Ini…tempat ujian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status