Share

3. Dua Bulan

“Aku nggak mau dijodohin sama mas Abi lagi,” kata Fika sudah memikirkan semua perkataan Bening, selama perjalanan pulang ke rumah. “Aku … masih mau kuliah.”

Setelah mengatakan hal tersebut pada sang mama, Fika segera melipir pergi ke arah dapur. Meninggalkan sang mama yang hanya bengong di teras samping, dan belum memberikan pendapatnya. Fika tidak suka berdebat, dan lebih memilih menghindar dari masalah. Terkadang, Fika ingin bisa menjadi seperti Bening, yang bisa menyuarakan semua hal tanpa memiliki rasa segan sedikit pun. Namun, Fika tetap tidak bisa melakukannya.

“Fika …” Clara segera bangkit, dan beranjak menyusul putri kesayangannya. Apa yang merasuki pikiran Fika, hingga berubah pikiran seperti sekarang. Clara bisa melihat jelas putrinya itu menyukai Abi, karena itulah, ia sempat berbasa-basi dengan Rasyid untuk menjodohkan Fika dengan Abi. Tidak disangka, gayung pun bersambut. Rasyid tidak menolak, dan menyetujui perjodohan tersebut. “Fika, siapa yang bilang kamu nggak bisa kuliah kalau dijodohin sama Abi? Kamu tetap bisa terus kuliah. Mau diterusin sampe S2 atau S3 juga nggak ada yang ngelarang.”

“Bukan.” Fika menggeleng seraya membuka lemari pendingin. “Aku mau fokus kuliah aja, dan nggak mau mikirin mas Abi, atau siapa pun.”

“Bening.” Karena Fika dari rumah gadis itu, Clara pun menyimpulkan semua perubahan Fika adalah karena Bening. “Dia ada ngomong apa sama kamu?”

Fika kembali menggeleng, setelah mengambil sebuah susuk kotak kemasan dari lemari pendingin. “Mbak Bening nggak ada ngomong apa-apa. Dia malah nyuruh aku cepat-cepat pulang, karena nggak enak badan, mau tidur. Masuk angin, mukanya keliatan capeek banget, Ma.”

“Sakit?” Clara mengerjap. Wajahnya berubah sedikit panik, dan tidak lagi memikirkan masalah Fika. Pernah menelantarkan Bening bertahun-tahun, lalu berutang nyawa, Clara pun tidak bisa diam saat mengetahui putrinya sakit seperti sekarang. “Kenapa baru bilang? Ck, Mama ke rumah Bening dulu, nanti kita bicara lagi kalau Mama sudah pulang.”

“Ma!” panggil Fika segera menyusul Clara dengan cepat. “Mbak Bening lagi tidur, nanti dia ngamuk kalau Mama ke sana. Kayak nggak tahu dia aja.”

Benar juga. Clara pun menghentikan langkah, lalu berbalik. Sebenarnya, Bening tidak akan mengamuk seperti yang diucap Fika. Namun, pembawaan putrinya yang cuek, ceplas ceplos, itulah yang membuat Bening terkadang terlihat sangat judes. Padahal, gadis itu hanya tidak bisa menyimpan apa pun yang ada di dalam hatinya.

“Ya, sudah.” Clara menyerah, dan tidak akan mengganggu putrinya. Lebih baik memberi jeda, dan mengirimkan pesan saja lebih dulu pada Bening. “Biar Mama telpon suaminya kalau begitu. Dan, kamu, Fika. Telpon pak Rasyid dan minta maaf karena sudah pergi tanpa pamit. Itu sama sekali nggak sopan!”

“I-iya, Ma.”

~~

“Saya, datang ke sini karena mau minta maaf masalah yang kemarin, Mas.” Fika tertunduk. Saat Rasyid menyuruhnya kembali datang ke firma untuk meminta maaf pada Abi, Fika sungguh tidak bisa menolaknya. Rasa bersalah karena pergi begitu sajalah, yang membuat Fika akhirnya datang pagi-pagi sekali ke kantor Abi, tanpa kehadiran Rasyid.

“Sebenarnya kamu nggak perlu datang ke sini,” ucap Abi memandang penampilan Fika yang masih seperti anak remaja. Tidak seperti Vira, yang sudah benar-benar matang dan tampak elegan. Bukan hanya perbedaan penampilan, tetapi, cara berpikir dan sifat tegas Viralah yang membuat Abi sangat tertarik dengan wanita itu sejak dulu. Vira termasuk wanita independen yang pintar, dan hal tersebut membuat kekaguman Abi semakin bertambah.

Sangat jauh berbeda dengan Fika.

“Babe yang nyuruh,” kata Fika sedikit mengangkat wajah untuk melihat wajah Abi, yang selalu terlihat sangat tampan baginya. Pria matang dengan pembawaan tenang itu, selalu bisa membuat Fika terhipnotis, dengan jantung yang tidak berhenti berdebar-debar.

Namun sayang sekali, Fika bahkan tidak ada dalam daftar wanita yang bisa menarik perhatian pria itu.

“Kamu bisa telpon.” Abi segera mengalihkan pembicaraan segera mungkin, untuk membahas perihal asisten pribadi. “Begini, Fika. Saya sudah punya sekretaris, jadi, saya nggak butuh asisten pribadi lagi. Jadi, mungkin kamu bisa magang di tempat lain. Di tempat … papamu mung—”

“Pagi.”

Abi reflek berdecak, saat melihat Rasyid memasuki ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Papanya itu, pasti memiliki sebuah rencana lain, untuk menyatukan Abi dan Fika sesuai dengan keinginannya.

Fika segera berdiri, lalu menyapa, “Pagi, Be.” Untuk apa lagi Rasyid datang ke kantor Abi?

“Pagi, Fika.” Langkah Rasyid langsung tertuju pada kursi kerja milik Abi yang kosong. Ia duduk di sana, dan memandang kedua orang yang duduk saling berhadapan itu. “Kamu sudah bisa magang mulai hari ini. Tugasmu nanti adalah mendampingi Abi, dan mempersiapkan semua keperluannya. Dari mulai pekerjaan, dan juga hal-hal pribadi selama kamu libur kuliah.”

“Papa—”

Rasyid mengangkat tangan, untuk menghentikan Abi berbicara. Namun, tatapannya justru tertuju pada Fika yang tidak terlihat antusias seperti kemarin. “Fika, kamu kenapa?”

Fika menggeleng pelan. Merasa tidak enak pada Abi. “Saya mau magang di tempat papa aja, Be. Mas Abi sudah punya sekretaris, jadi … kayaknya nggak butuh asisten pribadi.”

Bagus. Abi tersenyum tipis, dan merasa terbantu dengan ucapan Fika. Ia memang tidak butuh asisten pribadi, jadi untuk apa mempekerjakan Fika. Tidak akan ada gunanya sama sekali. Lagi pula, Abi pernah mendengar, Fika bukanlah murid yang menonjol di sekolah. Nilainya hanya rata-rata, seperti kebanyakan murid yang lain. Sangat berbeda jauh, jika hendak membandingkan dengan Vira.

“Kamu tahu, Fika.” Rasyid yakin, ini semua adalah ulah Abi. Putranya itu, pasti sudah memengaruhi Fika agar tidak jadi magang bersama Abi. “Orang itu, yang dipegang omongannya. Kamu sudah bilang mau jadi asisten pribadi Abi, kan? Jadi, selesaikan itu!”

Fika menggigit sudut bibir. Merasa kesal dengan dirinya sendiri, karena tidak bisa tegas dalam memberi keputusan. “Tapi, Be. Mas Abi sudah punya sekretaris. Jadi, tenaga saya kayaknya nggak terlalu berguna.”

“Betul,” sambar Abi membenarkan. Sesuai fakta yang akan terjadi nanti, Fika tidak akan berguna banyak untuk Abi. “Fika nanti cuma dapat capek aja, Pa.”

“Fika.” Rasyid mengabaikan perkataan putranya. Jika bukan dengan Fika, Rasyid tidak tahu lagi harus mendekatkan Abi dengan siapa. Usianya sudah terlalu tua, dan ia ingin melihat Abi menikah lagi dengan seorang wanita yang mencintainya. Jika saja Bening belum menikah dengan Aga, pastilah kandidat pertama Rasyid adalah wanita itu. “Ada perbedaan mendasar, antara pekerjaan sekretaris perusahaan dan asisten pribadi. Bu Ina, sekretaris Abi sekarang itu, hanya akan mengurusi semua hal terkait perusahaan. Sementara kamu nanti, akan ada di samping Abi selama jam kantor, dan akan mengurusi semua hal tentang Abi. SEMUA, karena kamu harus bisa ontime dan online 24 jam. Itu perbedaannya.”

Fika mengangguk, dan sudah paham akan hal tersebut. Papanya juga memiliki seorang asisten pribadi yang harus siap sedia, kapan pun dibutuhkan. Karena itulah, Fika tadinya sangat antusias ketika akan bekerja menjadi asisten pribadi Abi. Selain bisa selalu dekat dengan pria itu, Fika juga bisa mengetahui semua hal tentang Abi. “Tapi, Be. Mas Abi—”

“Nggak ada tapi-tapi, Fik,” putus Rasyid lalu menunjuk Abi. “Bi, Fika di sini cuma magang selama dua bulan, paling lama tiga bulan. Jadi, Papa titip dia, dan perlakukan Fika dengan baik dan semestinya. Masalah yang lain, yang sudah kita bicarakan kemarin, biar jadi urusan belakang. Paham kamu, Bi?”

“Dua bulan,” tawar Abi harus bernegosiasi lagi dengan Rasyid setelah ini. Karena Abi sudah menuruti permintaan Rasyid, maka pria itu harus memberi satu imbalan juga. “Fika bisa bekerja mulai besok, dan batas waktunya cuma dua bulan. Nggak lebih, dan setelah itu … selesai.”

 

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Iin Rahayu
makin penasaran, tp kayaknya fika deh....
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
Babe udah kebelet punya cucu nih. makanya getol banget jodohin mas Abi sama Fika
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
paling ga suka nih karakter perempuan kayak fika gini yg ga bisa tegas
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status