Share

sosok iblis

last update Last Updated: 2025-03-22 23:41:12

Althalan memejamkan matanya semakin erat, bukan untuk menenangkan diri, tapi untuk menahan hasrat yang perlahan-lahan muncul di dalam dirinya. Bisikan hinaan dari mereka yang ada di sekitar sel itu terus menggaung di telinganya. Suara mereka seperti jarum tajam, menusuk harga dirinya sedikit demi sedikit. Namun, bukan penghinaan terhadap dirinya yang membuat darahnya mendidih, melainkan kata-kata kotor tentang Celin-satu-satunya orang yang memberinya alasan untuk terus bertahan.

Sessst...

Ketika rambutnya ditarik dengan kasar, Althalan merasakan tulang belakangnya hampir patah karena gerakan itu. Dia mendongak dengan mata setengah terbuka, melihat wajah Exel yang penuh senyum ejekan. Tato dua ular melilit ikan di dada Exel terlihat jelas di bawah lampu redup sel itu. Jantung Althalan berdebar lebih cepat, bukan karena takut, tapi karena pengakuan. "Dia salah satu anak buah bokap gue,tato itu... Tato itu sama persis seperti yang ayah miliki" pikirnya sambil mengepalkan tangan.

"Hei, bocah!" suara Exel terdengar kasar, diiringi tawa yang menjijikkan. "Lo pikir Cewek tadi itu siapa? Gue jamin dia cuma cewek biasa yang gampang dilengkungin. Mungkin gue harus ngajarin dia beberapa trik, ya?"

"Gue jadi tertarik, gimana kalo nanti gue coba? Bolehkan? Jadi mainan sementara"

Tawa itu meledak di sekitar ruangan. Althalan diam, membeku, tapi tidak karena ketakutan. Ada sesuatu yang lebih gelap mengalir dalam darahnya. Napasnya semakin berat, tapi dia menahan diri. Exel jelas mengincarnya, bukan hanya untuk menunjukkan kekuasaan, tapi mempermalukan dirinya sepenuhnya.

Ketika Exel membuka resleting celananya dan mulai melakukan penghinaan terakhir dengan menyemprotkan kencing ke tubuh Althalan, seluruh penghuni sel meledak dalam tawa yang mengejek. Tapi di balik tubuh yang tampak tak berdaya itu, mata Althalan yang terpejam tiba-tiba terbuka lebar. Heterokromia di matanya kembali muncul, dan warna violet bercahaya redup di dalam kegelapan.

"Lo udah selesai?" suara Althalan pelan, tapi tajam seperti belati.

Tawa Exel terhenti sesaat. Dia menatap Althalan yang masih terbaring di lantai dengan tubuh basah dan pakaian kusut. "Apa lo bilang, hah? Lo ngomong sesuatu, bocah?!" Exel mendekat, menendang rusuk Althalan dengan keras, tapi Althalan bahkan tidak meringis.

"Gue tanya... lo udah selesai?" ulang Althalan, kali ini dengan nada lebih dingin. Dia perlahan bangkit, satu tangannya menyeka wajah yang basah, sementara tangan lainnya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.

Exel mundur setengah langkah, sedikit bingung melihat perubahan sikap Althalan. Tapi rasa superiornya membuatnya menepis perasaan itu. "Lo nyolot, bocah?! Berani sama gue?!" teriaknya sambil mengayunkan tinju ke wajah Althalan.

Namun sebelum tinju itu mencapai sasarannya, Althalan menangkapnya dengan kekuatan yang mengejutkan. Cengkramannya begitu kuat hingga terdengar suara retakan kecil dari pergelangan tangan Exel.

"Gue udah cukup sabar," gumam Althalan, suaranya rendah dan penuh ancaman. Dia menatap mata Exel dengan tatapan dingin yang membuat lawannya merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya ketakutan.

"Arghh!!"

Dengan satu gerakan cepat, Althalan memelintir tangan Exel hingga pria itu berteriak kesakitan. Jeritan itu menggema di seluruh ruangan, membuat penghuni sel lainnya terdiam.

Bugh...

Althalan kemudian menarik Exel ke bawah dan menghantamkannya ke lututnya dengan keras. Darah mengalir dari hidung Exel yang patah, membuat semakin mencekam.

Penghinaan yang diterima Althalan seolah membuka pintu gerbang kegelapan dalam dirinya. Satu per satu, dia melangkah ke arah mereka yang sebelumnya ikut tertawa dan membicarakan Celin dengan kata-kata kotor. "Lo pikir gue cuma bocah lemah? Gue bukan siapa-siapa? Salah."

Suaranya begitu datar, tapi tiap kata terasa seperti palu yang menghantam kepala mereka. Dalam waktu singkat, seluruh penghuni sel itu jatuh ke lantai, meringis kesakitan di bawah serangan Althalan. Tidak ada yang tersisa dari tawa mereka sebelumnya-hanya rasa takut dan penyesalan.

Althalan berdiri di tengah ruangan, tubuhnya masih basah, dengan tangan yang kini berlumuran darah. Mata heterokromianya perlahan memudar kembali ke abu-abu. Napasnya terengah-engah, tapi dia tetap berdiri tegak.

"Jangan pernah sentuh Celin... atau sebut namanya lagi," katanya pelan tapi tegas. "Kalau sampai gue dengar satu kata pun lagi, gue nggak bakal berhenti lo semua bisa bangun

Ruangan itu menjadi sunyi. Tak ada yang berani melawan atau mengeluarkan sepatah kata pun. Althalan memutar tubuhnya, kembali ke sudut sel yang gelap. Dia duduk dengan punggung bersandar di dinding, memejamkan

Namun di dalam kegelapan, dia tidak merasa puas atau bangga. Rasa takut mulai merayapi dirinya, bukan karena orang-orang yang dia hajar, tapi karena kekuatan yang semakin sulit dia kendalikan. "Gue nggak boleh

kehilangan kendali lagi... nggak boleh..." pelan, menggenggam foto Celin di tangannya yang gemetar.

* * *

Setelah Althalan menghajar Exel, suasana di lapas remaja itu berubah total. Bukan cuma nggak ada lagi yang berani ngerundung dia, tapi banyak yang mulai ngelirik dengan rasa hormat- walau mungkin sebagian dari mereka cuma takut. Nama Althalan jadi topik hangat di setiap sudut.

Bagaimana mungkin bocah dengan tubuh setinggi 173 cm, berat cuma 50 bisa mengalahkan Exel? Ketua sel yang tinggi terkenal bengis, dan punya reputasi sebagai penguasa. Tapi di balik rasa hormat itu, Althalan tahu ini hanya awal dari masalah baru.

Siang itu, Althalan sedang jongkok di halaman belakang. Sebagai hukuman ringan dari sipir, dia diberi tugas membersihkan halaman yang penuh rumput liar dan tanah kering. Di bawah terik matahari, tangannya sibuk menarik rumpun rumput, tapi pikirannya terjebak pada satu hal ayahnya. Latozey sang ketua mafia Nebula Daimoniko.

Dia bukan hanya seorang ayah, tapi juga pemimpin organisasi kriminal dengan simbol dua ular melilit ikan. Sebuah organisasi yang, entah bagaimana, berhasil merekrut remaja-remaja seperti Althalan.

Althalan menggenggam erat rumput liar di tangannya, hingga ujung-ujungnya patah. "Bajingan." Kata itu nyaris terdengar di bibirnya, tapi dia menahan. Dia muak membayangkan ayahnya, seseorang yang seharusnya melindunginya, malah terlibat dalam sesuatu yang begitu kotor.

Namun, sebelum emosinya semakin memuncak, sebuah tendangan keras menghantam punggungnya.

Bugh...

Althalan terdorong ke depan, hampir kehilangan keseimbangan. Napasnya tertahan.

"Wih, ini dia si Althalan! Tahanan baru yang udah buat temen kita babak belur." Suara lantang itu diiringi tawa beberapa anak lain. Althalan nggak menoleh, hanya diam sambil menahan sakit.

"Lo pikir lo keren, ya? Hajar Exel terus jadi raja di sini?" Cowok itu melangkah

mendekat, menendang ember berisi

rumput yang tadi diletakkan di sebelah

Althalan. "Gue Dio. Dengar, gue nggak

percaya sama rumor lo. Mau seberapa

kuat sih bocah kurus kayak lo?"

Althalan menghela napas panjang. Dia nggak ingin ada masalah lagi. Tapi Dio nggak berhenti. Cowok itu mendekat, menarik kerah baju Althalan dan memaksa dia berdiri.

"Lihat gue, dong!" Dio berkata sambil tersenyum sinis. "Lo tahu kan, Exel itu cuma pecundang yang kebanyakan bacot. Gue beda. Gue bisa bikin lo nyesel udah ada di sini."

Orang-orang di sekitar mereka mulai berkerumun, penasaran dengan apa yang akan terjadi.

"Gue nggak mau cari masalah," kata Althalan, suaranya tenang, nyaris datar. "Lepas!."

Tapi Dio malah ketawa. "Nggak cari masalah? Lo pikir lo siapa? Gue bilang lo harus buktiin diri lo, bocah. Kalau lo jago, tunjukin!"

Dio melepaskan cengkeramannya, lalu merogoh saku celananya. Dia mengeluarkan botol kecil berisi cairan bening. Bensin.

"Kalau lo hebat, coba minum ini. Bisa kan? Buktikan kalau lo benar-benar layak dihormati."

Orang-orang mulai bersorak, beberapa bahkan bertepuk tangan, menambah tekanan pada Althalan. Tapi Althalan tetap berdiri diam, wajahnya tidak menunjukkan rasa takut atau emosi apa pun.

"Gue nggak akan main-main, Bangsa*!." Dio membuka tutup botol, lalu menyalakan korek di tangan kirinya. "Kalau lo nggak minum, gue bakar lo."

Hening. Ketegangan menyelimuti kerumunan. Bahkan yang tadi tertawa sekarang mulai merasa nggak nyaman.

Althalan memejamkan mata sejenak, mengingat pesan ibunya yang selalu dia tanamkan sejak kecil "Jangan berkelahi kalau nggak perlu, tapi kalau seseorang orang yang kamu sayangi dihina atau terluka, lawan dia sampai dia merangkak minta ampun."

Dio menggerakkan botol itu mendekat ke wajah Althalan, tapi dalam satu gerakan cepat, Althalan meraih pergelangan tangan Dio dan memuntirnya ke belakang. Botol bensin itu terlepas dari tangan Dio, jatuh ke tanah.

"AAARGH! Lepasin, goblok!" Dio berteriak, tapi Althalan tetap menggenggam tangannya dengan kuat.

Dia mendekatkan wajahnya ke telinga Dio dan berkata dengan suara rendah, namun penuh ancaman: "Dengerin gue baik-baik. Kalau lo nggak mau mati sia-sia, jangan pernah main-main sama gue lagi."

Althalan melepaskan Dio dengan kasar, membuat cowok itu jatuh terduduk. Semua orang yang menyaksikan hanya bisa terdiam, terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

Althalan kembali ke pekerjaannya tanpa mengatakan apa-apa. Namun, di dalam hatinya, dia tahu ini belum selesai. Akan selalu ada Dio lain di tempat ini, dan setiap kali itu terjadi, dia harus bertahan  untuk dirinya sendiri, dan untuk mereka dia pedulikan.

Dan sore kini, Althalan duduk sendirian di sisi lapangan lapas remaja, pandangannya kosong menatap langit yang mulai memudar. Di sekitar lapangan, banyak sekali orang-napi lain yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Tapi bagi Althalan, semuanya terasa hampa. Dia merasa seperti tidak ada yang benar-benar peduli padanya.

Kesepian sudah menjadi teman setia dalam hidupnya.

Tiba-tiba, salah satu sipir yang sedang berjaga mendekat dan memanggil namanya. Althalan pun bangkit dari duduknya, mengikuti sipir itu dengan kunjungan yang terletak cukup jauh di sisi lapas. Setelah sampai di sana, Althalan melihat Celine yang sudah menunggu dengan senyum lebar di balik pembatas. Meskipun sudah sering melihatnya, senyum itu selalu berhasil sedikit menghangatkan hatinya.

Namun, ada rasa cemas yang menghantui. Althalan menoleh kanan-kiri, memastikan tidak ada napi lain yang melihat. memastikan situasi aman, dia akhirnya melirik Celine yang terlihat ceria seperti biasanya.

Namun di dalam hatinya, rasa penyesalan menyelimuti dirinya. Entah kenapa, dia merasa semua yang terjadi ini adalah kesalahan besar yang dia perbuat.

"Althalan, gue denger dengan telinga gue sendiri banyak yang ngomongin lo di sekolah," ujar Celine, suaranya serak melalui kaca pembatas.

"Gue... gue nggak nyangka, semuanya jadi heboh banget. Lo... masuk lapas remaja!? Padahal sebelumnya gak ada yang tau, t-tapi entah kenapa tiba tiba satu sekolah heboh dengan rumor lo yang masuk lapas!"

Althalan hanya mengangguk pelan, tak tahu harus berkata apa. Celine melanjutkan cerita, berbicara tentang rumor yang beredar di sekolahnya, tentang dirinya yang kini jadi topik hangat.

Althalan hanya diam, memandang Celine yang tampaknya khawatir meskipun berusaha tampil ceria. Rasa sakit dan penyesalan kembali menghantuinya. Seharusnya dia tidak membuat keputusan bodoh ini.

Seharusnya dia menjaga dirinya dan lebih baik lagi.

Flashback mulai mengalir dalam ingatannya, membawanya kembali ke hari itu, hari yang memulai semua ini.

FLASHBACK 

Saat itu, Althalan baru pulang dari sekolah, hari mulai senja dan langit tampak menguning. Seperti biasa, sebelum pulang ke rumah, dia menyempatkan diri untuk mengunjungi makam ibunya. Setelah itu, dia berniat mampir ke apartemen Celine, seperti yang sudah sering dia lakukan. Tapi, sesuatu yang aneh menarik perhatian Althalan di sepanjang perjalanan.

Di matanya, ada sebuah mobil hitam yang tampak mencurigakan. Gerak-gerik dua pria di dalam mobil itu aneh, seperti sedang membawa seseorang yang tidak bisa bergerak. Althalan menajamkan pandangannya dan melihat wajah Celine yang tak sadarkan diri di dalam mobil, seperti terluka parah. Hatinya langsung berdegup kencang, rasa marah dan khawatir bercampur aduk.

Tanpa pikir panjang, Althalan segera melompat ke motornya dan mengikuti mobil tersebut dengan kecepatan tinggi. Dia tidak bisa membiarkan apa pun terjadi pada Celine. Setelah beberapa waktu mengikuti mobil itu, akhirnya dia berhasil menghentikan mobil tersebut di sebuah gang sepi jarang dilalui orang.

Althalan turun dari motornya dengan ekspresi marah. Dengan sigap, dia mendekati mobil itu dan memecahkan kaca dengan tangan kosong. Tanpa memberi kesempatan kepada pengemudi untuk melawan, dia menyeret pria itu keluar dari mobil.

Dengan otak yang cepat bekerja, Althalan merampas kunci mobil dari tangan pengemudi dan merusak setir mobil itu dengan kepala pria yang satunya lagi di dalam. "Jangan main-main sama orang yang lo nggak kenal! Bangsa*!" teriak Althalan dalam kebencian yang membakar hatinya.

Prang...

Dia mengambil botol minuman dari dalam mobil dan tanpa ampun memecahkannya ke kepala pria itu. Darah segar mengalir dari tubuh pria itu setelah Althalan menusukkan pecahan botol tersebut ke seluruh tubuhnya.

Pyarr...

Althalan hampir kehilangan kendali. Semua yang ada di benaknya hanya satu -menyelamatkan Celine. Dia ingin memastikan Celine aman, dan untuk itu dia siap melakukan apa saja. Setelah menghabisi satu pria, dia berlari kembali ke mobil untuk melihat kondisi Celine yang masih pingsan, kedua kaki dan tangannya terikat. Althalan, dengan hati yang penuh amarah, membebaskan Celine dan mengangkatnya dengan hati-hati.

Dia segera membawa Celine ke motornya dan melaju cepat, meninggalkan tempat itu tanpa menoleh ke belakang.

Althalan kembali ke kenyataan, di ruang kunjungan, Celine masih tampak cemas menatapnya.

"Lo nggak nyesel, kan?" tanya Celine dengan suara lirih. "Lo udah ngalamin banyak hal cuma buat gue. Gue... gue nggak tahu gimana ngucapin terima kasih."

Althalan menghela napas panjang, menatap Celine dengan mata yang penuh perasaan. "Gue nggak peduli apa yang orang bilang," jawabnya pelan. "Yang penting, lo aman."

Celine hanya tersenyum, meskipun ada kerisauan yang jelas di wajahnya. Althalan tahu, dia harus siap menghadapi apa pun yang datang. Ini baru permulaan.

Namun pada saat kejadian itu semuanya belum berakhir. Pada saat kejadian itu berlangsung, di gang tempat Althalan menghentikan mobil dan menyelamatkan Celine, ada sebuah kamera CCTV yang merekam seluruh peristiwa dengan jelas. Rekaman tersebut mencatat setiap detail yang terjadi, termasuk betapa brutalnya Althalan dalam aksinya yang sangat sadis. Meski tidak ada yang melihat langsung, rekaman itu menjadi saksi mata yang berharga bagi siapa saja yang ingin mengungkap kebenaran. Namun, bagi para penculik dan orang-orang di balik kejadian tersebut, hal ini justru menjadi bencana.

Penculikan Celine sebenarnya bukan sebuah kebetulan. Semua itu sudah direncanakan dengan matang oleh seseorang yang jauh lebih berkuasa, seorang pria misterius yang memiliki koneksi luas. Ketika pria itu mendengar bahwa salah satu bawahannya gagal dalam menjalankan misinya dan tewas di tangan seorang bocah SMA, dia sangat murka. Kejadian itu membuatnya kehilangan kesabaran. Dengan suara penuh amarah, dia bertanya kepada salah satu anak buahnya yang selamat, "Apakah ada saksi mata yang melihat siapa yang membunuh rekanku?"

Bawahannya itu hanya bisa menggelengkan kepala, tidak ada yang tahu siapa pelaku di balik kematian temannya. Namun, ada satu petunjuk yang membuat pria itu sedikit tenang. Salah satu anak buah lainnya yang sedang disana, seperti sedang bergulat dengan laptopnya memberi tahu bahwa di tempat kejadian ada kamera CCTV yang merekam semuanya.

"CCTV?" pria misterius itu mengernyitkan dahi. "Artinya kita bisa tahu siapa pelakunya."

Dua hari setelah penculikan Celine gagal, pria misterius itu mulai merencanakan langkah selanjutnya. Dia mengumpulkan informasi tentang Althalan, mencoba mencari cara untuk membalas dendam atas kegagalan yang memalukan itu. Setelah melakukan riset mendalam, dia akhirnya menemukan data diri Althalan dan dengan cepat mempersiapkan segalanya.

Dengan kekuasaannya, pria itu menyusun sebuah cerita palsu. Dia menghubungi saksi palsu yang bisa memberikan keterangan sesuai dengan yang diinginkan. Cerita karangan itu begitu meyakinkan, sampai-sampai orang-orang di sekitar Althalan tidak ragu untuk mempercayainya. Tak hanya itu, pria misterius itu juga memanipulasi bukti dengan cerdik, hingga akhirnya melaporkan Althalan ke pihak berwajib dengan tuduhan pembunuhan berencana.

Bukan apa apa, pria misterius itu sengaja menjebloskan Althalan kepenjara sebab dia sangat muak rencananya telah gagal oleh seorang anak SMA.

Althalan yang tidak tahu apa yang sedang terjadi, merasa benar-benar terkejut saat polisi datang menjemputnya. Ketika dia diinterogasi, Althalan bersikeras mengatakan bahwa tuduhan itu tidak benar. Dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun tak ada yang mendengarkannya. Bukti palsu yang diciptakan pria misterius itu begitu kuat, dan tak ada yang bisa membantahnya.

Tanpa bukti yang dapat membuktikan dirinya tak bersalah, Althalan hanya bisa pasrah. Hari-harinya yang gelap dimulai, dan dia akhirnya dipenjara di lapas remaja dengan hukuman minimal dua tahun lima bulan karena tuduhan pembunuhan berencana. Meski hatinya dipenuhi kekecewaan, rasa bingung dan marah, dia tak punya pilihan selain menerima kenyataan itu.

Di dalam penjara, Althalan merasakan beratnya kenyataan. Rasa kesal pada dirinya sendiri, pada dunia yang tidak adil, semakin menggerogoti pikirannya. Dan di balik semua itu, ada sebuah pertanyaan yang terus menghantui siapa sebenarnya pria misterius itu, dan apa yang diinginkannya dari Althalan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Kepergian

    Setelah Celine pamit meninggalkan ruang kunjungan, Althalan hanya bisa memandangi punggungnya yang perlahan menghilang dari pandangan. Ada rasa hangat yang muncul di dadanya, tetapi tidak bertahan lama. Ketika sipir mengantar Althalan kembali ke selnya, wajahnya kembali dingin. Langkahnya berat, dan matanya penuh dengan bayangan masa lalu.Di selnya, Exel dan anak buahnya sudah menunggu. Tatapan mereka tajam, seperti ingin menelanjangi setiap inci rasa percaya diri Althalan. Exel duduk di sudut dengan posisi dominan, memainkan bola tenis kecil di tangannya. Ada senyum licik di wajahnya yang langsung membuat suasana ruangan mencekam."Althalan," panggil Exel dengan nada santai namun penuh ancaman, "gue dengar lo tadi baru kedatangan tamu, ya? Cewek lo? Cantik banget itu cewek yang kemarin ya?"Althalan tidak merespons. Dia hanya melempar pandangan sekilas ke arah Exel lalu duduk di pojok tempat tidurnya, memandangi kertas kecil dari Celine yang masih digenggam erat."Oh, gue tahu. Lo p

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Nebula Daimoniko

    Dua Hari Kemudian rumor tentang Exel dan tiga temannya menyebar bagai api di dalam lapas remaja. Para penghuni sel membicarakan kejadian itu dengan nada serius. Exel dan teman-temannya kini terbaring sekarat di rumah sakit, tulang-tulang mereka hampir seluruhnya retak akibat serangan brutal yang mereka alami. Tidak ada yang bisa melupakan bagaimana Althalan, bocah SMA yang selalu tampak pendiam, tiba-tiba menjelma menjadi sosok yang begitu berbahaya.“Gila, katanya si Althalan itu bener-bener kayak monster waktu hajar mereka…” salah satu penghuni berbisik.“Gue denger Exel aja sampe nggak bisa ngomong pas dibawa ke rumah sakit.”“Nggak mungkin cuma manusia biasa bisa bikin kayak gitu…”Kabar itu terus bergema di setiap sudut lapas. Namun, sosok yang menjadi sumber rumor tersebut kini dipisahkan di ruangan isolasi, sendirian dalam gelap dan sunyi.Althalan duduk di tengah ruangan. Tubuhnya membungkuk sedikit, tatapan kosong menatap lantai tanpa makna. Tidak ada suara, tidak ada gerakan

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   hand blood

    Ruangan isolasi itu sunyi. Hanya ada suara napas Althalan yang teratur, matanya menatap kosong ke lantai beton di bawahnya. Sudut bibirnya sedikit tertarik ke atas, menciptakan senyum kecil yang lebih mirip ancaman daripada kebahagiaan. Dia sudah terbiasa dengan kesepian. Sudah bertahun-tahun dia hidup tanpa siapapun. Tapi di ruangan ini, Althalan bukan sedang merenung-dia sedang merencanakan sesuatu."Paling lambat, semuanya bakal tunduk sama gue," gumamnya lirih, nyaris seperti berbicara kepada dirinya sendiri.Detik berikutnya, suara derit kunci terdengar di balik pintu besi besar. Sipir membuka gembok dengan gerakan lambat, dan pintu itu pun terbuka lebar. Mata sipir itu tidak pernah bertemu pandang dengan Althalan, seolah ada ketakutan yang tertanam dalam dirinya."Keluar," kata si sipir dengan suara rendah.Althalan berdiri. Dia melangkah keluar dari ruangan sempit itu tanpa sepatah kata, tatapannya dingin seperti es. Aura di sekitarnya membuat sipir itu menunduk, bahkan mundur

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   menjadi satu

    Malam itu, nama Althalan menggema di seluruh penjara remaja. Dua bulan berlalu sejak dia pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, dan selama itu pula, dia menciptakan teror yang tak terlupakan. Nightmare, itulah julukan yang kini disematkan padanya.Di dalam sel yang gelap dan pengap, Althalan duduk bersandar di dinding beton yang dingin. Dia menyalakan rokok dengan ujung jarinya yang kasar akibat pertempuran sebelumnya. Asap putih mengepul ke udara, samar-samar memperlihatkan tatapan tajamnya yang penuh perhitungan.BRAKK!Pintu besi terbuka, suara langkah berat terdengar mendekatinya. Seorang sipir berdiri di depan pintu dengan ekspresi tak terbaca."Waktunya hiburan," ucapnya singkat.Althalan membuang puntung rokoknya, lalu bangkit perlahan. Tanpa perlu dikawal, dia melangkah keluar, menyusuri lorong panjang yang dipenuhi tatapan penuh hormat dan ketakutan dari para tahanan lain. Tidak ada yang berani bersuara saat dia lewat.Begitu tiba di lapangan luas, gemuruh sorakan terd

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   iblis sepenuhnya

    BRAKK!Pintu sel terbuka keras, menghantam tembok dengan suara gemuruh yang menggema di sepanjang koridor. Langkah kaki Althalan terdengar tenang, tapi aura di sekelilingnya terasa seperti pusaran badai yang siap menghancurkan apa pun yang menghalangi jalannya.Mata heterochromia sektorial violetnya berkilat tajam dalam kegelapan, mencerminkan kegelapan yang semakin mencengkeram pikirannya. Darah masih menetes dari jemarinya, meninggalkan jejak merah di lantai yang dingin."Bagus… Lanjutkan," suara Devil Nightmare bergema di dalam kepalanya. "Lebih banyak… Lebih dalam…"Althalan tidak menjawab. Dia hanya berjalan, tubuhnya rileks tapi setiap ototnya menegang, siap menerkam siapa pun yang berani menghalangi.Tahanan lain yang melihatnya langsung mundur ketakutan. Sebagian membungkuk, berpura-pura tak melihat. Yang lain menempel ke tembok, menahan napas. Tidak ada yang berani menantang iblis yang baru saja lahir di dalam penjara ini.Namun, di ujung lorong, tiga pria bertubuh besar berd

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   eksekutif no 3

    Sejak saat itu, suasana di dalam penjara berubah drastis. Semua tahanan kini tahu bahwa Althalan bukan sekadar orang berbahaya—dia adalah sesuatu yang lebih dari itu. Mereka yang sebelumnya merasa punya kekuatan, kini hanya bisa diam dan menghindari kontak mata dengannya.Tapi Althalan? Dia tidak peduli.Dia duduk di sudut selnya, tetap tenang seperti biasanya, namun pikirannya masih berputar-putar dengan suara Devil Nightmare yang terus menggema di dalam kepalanya."Kita lihat sampai kapan lo bisa menahan gue, Althalan."Ucapan itu masih terasa jelas.Althalan menggerakkan jari-jarinya perlahan, merasakan betapa dinginnya udara di dalam sel ini. Dia tahu satu hal—semakin lama dia berada di sini, semakin besar peluang Devil Nightmare untuk mengambil alih dirinya.Dan itu tidak boleh terjadi. Namun, saat dia mulai mencoba menenangkan pikirannya, suara langkah kaki berat terdengar mendekat dari koridor."Tahanan 712, ada yang mau ketemu lo."Althalan tidak langsung bereaksi. Dia hanya m

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   no dua dan no satu?

    Langkah Althalan mantap melewati lorong sempit yang kini sunyi setelah pertarungan sebelumnya. Tahanan lain memilih menjauh, tak berani mendekat meskipun hanya sekadar melihatnya. Tatapan mereka dipenuhi rasa takut dan ketidakpercayaan.Tapi Althalan tidak peduli. Pikirannya masih dipenuhi oleh suara-suara dari dalam kepalanya."Lebih... lebih... lebih banyak darah..."Tangan kanannya mengepal erat, urat-uratnya menonjol. Aura kegelapan yang berasal dari Devil Nightmare terus merayapi tubuhnya, semakin kuat seiring bertambahnya korban. Matanya yang heterochromia sektorial violet berkilat tajam di bawah penerangan lampu redup lorong itu."Tersisa dua," gumamnya pelan.Di depan, sebuah pintu baja besar terlihat. Dua orang penjaga berdiri di sana, ekspresi mereka menegang saat melihat Althalan mendekat."Lo gak bisa masuk," kata salah satu penjaga dengan suara bergetar.Althalan tidak menjawab. Dia hanya berhenti sejenak, mengangkat kepalanya sedikit, menatap mereka dengan dingin."Pinda

    Last Updated : 2025-03-22
  • Sang Penguasa Dunia Mafia   bukan Xaviel

    Dalam satu hentakan, Althalan melesat dengan kecepatan mengerikan. Xaviel bahkan belum sempat mengangkat tangannya ketika—BUGH!Althalan meninju dadanya dengan brutal, membuat pria itu terangkat ke udara beberapa meter. Tidak ada waktu untuk bernapas.Serangkaian pukulan menghantam wajah Xaviel secara sadis, tulang hidungnya patah, darah menyembur, matanya membelalak karena guncangan otaknya. Tapi Althalan belum puas."Lo pikir udah cukup?"Xaviel masih setengah sadar ketika tangan Althalan mencengkeram kepalanya, Dia menghantamkan kepala Xaviel ke lantai beton.Lagi.Lagi.LAGI!Darah menyebar, bercampur dengan retakan di lantai. Beberapa narapidana yang menonton dari jauh mulai gemetar. Mereka melihat sesuatu yang lebih dari manusia.Mereka melihat iblis, Tapi Althalan tidak berhenti. Devil Nightmare menggeliat dalam dirinya, mendesaknya untuk lebih, untuk menikmati kesengsaraan lawannya."Bangun."Xaviel menggeliat, setengah sadar, tubuhnya berlumuran darah. Tapi sebelum dia bisa

    Last Updated : 2025-03-22

Latest chapter

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   milikku?

    Malam itu, suasana di mansion Ombra Thanatos terasa tenang. Tapi bagi Amore, Jovenica, Ellen, dan Moreno, ini adalah ketenangan yang terasa aneh.Mereka duduk di ruang tengah, masing-masing dengan ekspresi berbeda. Ellen menatap layar laptopnya dengan mata tajam, Jovenica sibuk mengasah pisaunya, sedangkan Amore duduk dengan kaki disilangkan, memainkan belati kecil di tangannya.Sementara itu, Moreno…"Woi, lo bisa diem nggak?!" Jovenica menggeram, menatap Moreno yang duduk bersila di lantai, mengunyah keripik dengan suara berisik."Lagian kenapa sih mukanya pada tegang gitu? Apa karena kejadian tadi di sekolah?" Moreno mendecak, lalu menyeringai, "Atau karena kalian masih kepikiran cowok iblis itu?"Amore mendelik. "Cowok iblis?""Ya siapa lagi kalau bukan Althalan," Moreno mengangkat bahu santai. "Gue udah lihat rekaman dari hacker kita. Malam ini dia ‘main’ di mansionnya Valentino."Mata Ellen langsung melirik ke arah Moreno dengan penuh minat. "Lo serius?""Ya iyalah. Gue ngapain

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Teror Valentino

    Malam di kota ini tak pernah benar-benar tenang. Lampu jalan berkedip samar, dan suara klakson kendaraan dari kejauhan terdengar sesekali. Di sebuah kawasan industri yang hampir ditinggalkan, berdiri sebuah bangunan besar yang tampak tak mencolok—gudang tua dengan cat yang mulai pudar dan pintu baja yang berkarat.Namun, di balik tampilan kumuh itu, tempat ini adalah salah satu pusat kekuatan Organisasi Rafael. Gudang ini menyimpan berbagai senjata ilegal yang mereka edarkan ke berbagai sindikat di kota.Dua pria bertubuh besar berjaga di depan pintu, masing-masing menggenggam senapan serbu. Sesekali, mereka berbincang santai, merokok, tanpa menyadari bahwa malam ini akan menjadi malam terakhir mereka.Tak jauh dari sana, di atas gedung seberang, sosok bertudung berdiri di tepi, menatap gudang dengan mata tajam. Althalan.Angin dingin malam menyapu jaketnya, namun dia tetap tak bergerak, mengamati pola penjagaan dengan cermat. Lima orang di luar,

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   cari tahu sendiri

    Althalan baru saja tiba di sekolah, berjalan santai melewati gerbang tanpa memperhatikan sekeliling. Tidak ada yang menarik di sini. Sekolah hanyalah formalitas baginya, dan dia tidak punya niat untuk buang-buang waktu.Namun, baru saja dia hendak menuju kelas, suara nyaring yang menyebalkan itu terdengar."Oh? Ternyata Kamu ada disini Althalan. Aku sudah nunggu kamu."Althalan tetap berjalan tanpa peduli, tapi dari belakang, Amore mendesis pelan. "Tch, Medusa."Di sana, berdiri dengan angkuhnya, Runela bersama tiga temannya. Seperti biasa, mereka berjalan seolah-olah sekolah ini milik mereka, dengan senyum penuh kepercayaan diri. Rok seragamnya lebih pendek dari aturan, riasannya terlalu berlebihan untuk standar sekolah, dan ekspresinya jelas menunjukkan bahwa dia tidak datang hanya untuk sekadar menyapa.Runela tersenyum manis ke arah Althalan, berjalan lebih dekat dengan tatapan genit. "Kenapa buru-buru, hm? Aku baru aja datang, sayang

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Moreno

    Ellen mengetik dengan cekatan di laptopnya, wajahnya serius sementara layar menampilkan berbagai informasi tentang Althalan. Jari-jarinya terus bergerak, hingga akhirnya dia berhenti dan menatap layar dengan mata membesar."Holy sh*t…" Ellen berseru pelan, membuat Amore, Deul, dan Jovenica langsung mendekat."Kenapa?" Amore bertanya, melirik layar laptop yang menampilkan sebuah dokumen rahasia.Ellen menelan ludah, lalu memutar laptopnya agar mereka semua bisa melihat. "Althalan… dia bukan orang biasa. Dia anak dari Latozey."Ruangan seketika sunyi. Deul dan Jovenica menegang, sementara Amore menyipitkan mata. Nama itu bukanlah nama asing di dunia mafia. Latozey adalah legenda, seorang pemimpin yang namanya dibisikkan dengan ketakutan di seluruh dunia bawah."Bukan cuma itu," Ellen melanjutkan, suaranya bergetar sedikit. "Althalan juga berhasil menghabisi organisasi Pradipta sendirian. Organisasi itu bukan sembarangan, mereka salah satu j

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Bertemu

    Keesokan paginya, Amore, Ellen, Deul, dan Jovenica dipanggil ke ruang rapat utama mansion. Mereka melangkah masuk dengan santai, meskipun mereka tahu betul bahwa jika ayah mereka memanggil mereka secara langsung, itu berarti sesuatu yang besar akan terjadi. Di dalam ruangan, Razoes sudah duduk di kursi utama dengan ekspresi seriusnya. Di hadapannya, ada empat kotak hitam yang masing-masing memiliki nama mereka terukir di atasnya. "Duduk," kata Razoes dengan suara dalam yang penuh wibawa. Keempatnya mengambil tempat, menatap kotak itu dengan rasa penasaran. "Daddy udah mengamati perkembangan kalian sejak pertama kali kalian Daddy latih. Kalian sudah berkembang, tapi masih ada banyak hal yang harus kalian pelajari." Razoes melipat tangan di depan dadanya. "Jadi, mulai hari ini, kalian akan naik ke level berikutnya." Deul menaikkan alis. "Maksud Daddy?" Razoes menyeringai kecil. "Buka kotaknya." Tanpa banyak basa-basi, Amore dan saudara-saudaranya membuka kotak masing-masing. Begi

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Ombra Thanatos

    Althalan menarik napas dalam, menggerakkan bahunya yang sedikit pegal akibat pertarungan tadi. Malam ini seharusnya dia hanya ingin fokus mencari informasi tentang organisasi Rafael, tapi justru bertemu dengan Maverick yang memaksanya bertarung tanpa rencana. Mesin motor sport barunya meraung pelan saat dia menarik gas, bersiap meninggalkan tempat itu. Namun, sebelum dia benar-benar pergi, suara batuk kasar terdengar dari belakangnya. "Hah… Lo pikir gue bakal tumbang cuma segini aja, hah?" Althalan melirik dari spion. Maverick masih berdiri, meski tubuhnya penuh luka dan darah menetes dari sudut bibirnya. Matanya masih dipenuhi api perlawanan, tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. "Heh, lo masih bisa berdiri?" Althalan mendecakkan lidah, memutar gas motornya sedikit. Maverick menyeringai, lalu meludah ke tanah. "Lo pikir gue bakal kalah semudah itu?" Suaranya parau, tapi tekadnya masih membara. "Gue janji akan ngalahin lo, dan gue nggak akan berhenti sebelum itu terjadi!" Alth

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   organisasi Rafael

    Langit sore mulai meredup saat Althalan berjalan keluar dari apartemennya. Jaket kulit hitam yang membalut tubuhnya sedikit berkibar tertiup angin. Dia memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana dan mulai menelusuri jalanan kota yang dipenuhi kendaraan yang lalu-lalang. Tidak ada misi hari ini. Tidak ada pertempuran, tidak ada darah. Hanya hari biasa yang terasa asing baginya. Althalan menatap ke langit. Entah kenapa, akhir-akhir ini pikirannya dipenuhi dengan sesuatu yang tidak ia mengerti. Sebuah ingatan samar yang terus muncul, seolah ada sesuatu yang ingin dia ingat. Saat melintasi sebuah pertokoan, pandangannya tertuju pada satu tempat—sebuah dealer motor mewah. "Motor..." gumamnya pelan. Langkahnya terhenti di depan kaca besar yang memajang berbagai jenis motor sport dengan desain futuristik dan kecepatan yang menggoda. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah sebuah motor dengan bodi hitam mengkilap, aksen merah tua di sisi bodinya membuatnya terlihat garang dan memat

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   membasmi kartel

    Gudang itu berdiri di ujung dermaga, lampunya redup, dan di sekitarnya ada beberapa truk kontainer yang diparkir berjejer. Suara deburan ombak samar-samar terdengar di kejauhan. Althalan berdiri di balik bayangan sebuah kontainer besar, matanya tajam menatap ke arah gudang. Dia sudah menghitung jumlah musuh dari kejauhan—sebelas orang berjaga di luar, beberapa memegang senjata laras panjang, dan sisanya membawa pistol. "Transaksi ini bernilai lebih dari lima ratus juta... masuk akal kalau mereka mengamankan tempat ini mati-matian," pikirnya. Dia tidak peduli siapa mereka. Yang dia pedulikan hanya misinya: ambil senjata, habisi semua orang yang ada di sini. Althalan menarik napas dalam. Lalu, dia bergerak. Tubuhnya melesat cepat seperti bayangan, tanpa suara, hanya langkah-langkah ringan yang hampir tak terdengar di atas aspal basah. Dia mendekati penjaga pertama yang sedang merokok di dekat kontainer. Tanpa ragu, dia menyergap dari belakang, tangan kirinya membungkam mulut pria i

  • Sang Penguasa Dunia Mafia   Skoteiní Theá dan plíros skoteinó

    Semuanya terjadi dalam sekejap. Satu detik yang lalu, geng Galaksi masih berdiri dengan percaya diri, merasa jumlah mereka cukup untuk menghancurkan siapa pun. Tapi detik berikutnya… dunia berubah. Tulang patah, daging terkoyak, dan jeritan kesakitan mengisi udara. Althalan tidak bisa berkata apa-apa. Matanya hanya terpaku pada sosok di depannya. Amore. Cewek itu bergerak lebih cepat dari yang bisa ditangkap oleh mata manusia biasa. Satu pukulan—hanya satu—dan tubuh salah satu anak buah Galaksi terpental seperti boneka kain, menabrak tembok dengan bunyi keras. "A-Apa...?" Galaksi mundur selangkah, matanya membelalak saat melihat rekannya mengerang di tanah dengan lengan yang patah ke arah yang tidak seharusnya. Tapi Amore belum selesai.Dia menghilang. Menghilang!!. Atau setidaknya, begitulah yang terlihat di mata mereka. Tapi bagi Althalan, dia masih bisa menangkap gerakan Amore—cewek itu bergerak dengan efisiensi yang mengerikan. Satu tendangan ke lutut, dan seorang pria jatuh s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status