Share

BAB 5. Negosiator dari Amerika

Suasana di salah satu Ball Room lantai 34 gedung Empire State, New York cukup mencekam. Saat ini adalah penentuan pemenang tender dari proyek bernilai milyaran dollar yang mencakup seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Dari seleksi ketat yang sudah diadakan, kini hanya tersisa tiga perusahaan yang dianggap mampu menjalankan proyek itu.

Karena besarnya nilai proyek yang ada, para pimpinan tertinggi perusahaan bersama tim terbaiknya datang langsung untuk berjuang memperebutkan proyek itu. Tentu saja sebelumnya mereka sudah menggunakan berbagai cara agar posisi perusahaan mereka lebih unggul dari yang lain, baik dengan cara resmi maupun lewat jalur belakang. Tapi karena ketiga perusahaan itu sama kuat, sampai saat ini belum terlihat siapa calon pemenangnya.

Hal inilah yang membuat suasana menjadi tegang. Aura persaingan sangat kental terasa. Ketiga kelompok perusahaan itu saling memperhatikan satu sama lain untuk mengukur keunggulan dari rivalnya. Dan ketegangan itu memuncak saat pintu ruangan terbuka lalu dua orang berjalan memasuki ruangan.

Bagi yang belum mengenal kedua orang yang baru datang itu tentu akan meremehkan dan menganggap mereka tidak penting. Yang satu adalah pria bertubuh besar namun dari wajahnya terlihat bukan orang yang pintar. Yang satu lagi hanya anak muda berusia sekitar 18 tahun. Bukan termasuk tim pendukung yang penting untuk memenangkan suatu tender.

Tapi James mengenal anak muda itu. Karena itu dia langsung bangkit dari tempat duduknya untuk menyambut kedatangan mereka.

"Halo Nick, ternyata kau datang juga ke tempat ini. Kupikir kau tidak tertarik dengan proyek ini, karena waktu itu kau menolak tawaranku."

"Aku selalu tertarik pada uang James." kata pemuda itu. "Perusahaanmu terlalu pelit terhadapku. Rumah dan mobil mewah? Ayolah James, proyek ini bernilai milyaran dollar."

"Jadi sekarang kita berada di sisi yang berseberangan?" kata James lagi.

"Mereka menyanggupi permintaan yang kuajukan. Aku sebenarnya menyukaimu James. Ini bukan masalah pribadi, hanya bisnis."

Setelah berkata itu Nicholas pergi meninggalkan James menuju area tempat duduk perusahaan yang telah mengontraknya. James pun kembali ke tempat duduknya. Baru saja dia meletakkan tubuh di kursi, atasannya langsung bertanya.

"Jadi dia orangnya? Aku tak menyangka dia semuda itu."

"Ya. Dialah 'Anak Muda' itu." jawab James.

"Apakah dia sehebat cerita-cerita yang kudengar?" tanya sang bos lagi.

"Aku pernah memakai jasanya di suatu tender. Saat pertemuan diadakan, para penguji memandangnya dengan tatapan mencemooh. Tapi saat mereka mendengar anak itu bicara, mereka tak kuasa mendebat anak itu dan menerima apa pun yang anak itu katakan."

"Lalu kenapa kita tidak memakai jasanya untuk proyek ini?"

"Kita sudah mencobanya. Perusahaan menawarkan rumah dan mobil mewah, tapi anak itu menolak."

"Dan sekarang dia bekerja untuk rival kita. Kira-kira apa yang mereka tawarkan? wanita?"

James tersenyum kecut mendengar dugaan itu.

"Dengan wajah dan kekayaan yang anak itu miliki, kurasa dia tidak perlu membayar untuk mendapatkan wanita. Aku tahu apa yang mereka berikan, karena anak itu mengatakan langsung padaku. Dia meminta saham dan persentase keuntungan proyek, dan perusahaan kita menolaknya."

James mengatakan itu dengan nada menyesal. Dan ternyata penyesalannya terbukti, perusahaan mereka gagal memenangkan tender. Pemenang proyek  tidak lain adalah perusahaan yang Nicholas bela. Sekali lagi anak itu membuktikan kemampuannya.

Nicholas sebenarnya adalah anak Profesor Morati yang dititipkan pada sepupunya di New York. Sejak kecil anak itu memang sudah pintar bicara. Pada awalnya kemampuan itu dia gunakan untuk merayu orang tua angkatnya sehingga apa pun yang dia minta akan mereka turuti.

Potensi itu semakin terlihat setelah Nicholas masuk sekolah. Tidak hanya teman dan guru, semua orang di lingkungan sekolah pasti akan menuruti segala permintaannya. Jika sedang malas belajar, Nicholas akan meminta bantuan temannya untuk menyelesaikan semua tugas sekolah. Nilai pelajarannya juga tinggi, karena saat dia mendapat nilai rendah maka guru pelajaran tidak akan kuasa menolak bujuk rayunya untuk menaikkan nilai itu.

Lambat laun ayah angkatnya menyadari potensi ini. Dia mulai mengajak Nicholas ke pertemuan bisnis tidak resmi dalam rangka membicarakan kesepakatan dengan rekanan. Saat pembicaraan menemui jalan buntu, ayahnya akan meminta Nicholas untuk bicara. Hasilnya, berkali-kali kesepakatan yang menguntungkan berhasil didapat. Baik itu perundingan di meja makan, lapangan golf atau hanya sekedar duduk-duduk di ruang tamu. Di mana pun tempatnya, Nicholas selalu berhasil memukau lawan bicaranya.

Nicholas mulai membantu ayah angkatnya sejak berumur 12 tahun. Setiap dia berhasil memenangkan tender atau menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan, ayahnya selalu memberi hadiah. Tapi lama kelamaan Nicholas mulai mengenal seluk beluk bisnis. Hadiah yang dia terima tidak seberapa nilainya dibanding keuntungan yang dia hasilkan. Tiga tahun setelah Nicholas mulai terjun di dunia itu, dia mulai berpikir tentang masa depannya. Dan akhirnya, saat ayahnya meminta bantuan, Nicholas mengajukan syarat.

Ayah angkatnya marah besar mendengar syarat yang diajukan Nicholas. Apalagi yang diminta Nicholas bukan sejumlah uang, tapi persentase keuntungan dari tender yang berhasil dimenangkan. Nicholas diusir dari rumah. Inilah awal mula Nicholas menjual jasa sebagai Negosiator.

Tidak sulit bagi Nicholas menekuni bisnis ini. Dia memiliki kemampuan itu. Apalagi Nicholas juga sudah mengenal para pemain bisnis di New York karena sering diajak ayah angkatnya mengikuti pertemuan. Dia tinggal menawarkan jasanya, dan dengan cepat penawaran jasa itu tersebar dari mulut ke mulut.

Awalnya Nicholas hanya meminta persentase keuntungan dari proyek yang dia menangkan. Lambat laun, dengan semakin banyaknya permintaan, dia juga meminta saham dari perusahaan pemenang tender. Nilai itu bukanlah uang yang kecil karena biasanya perusahaan yang meminta jasanya adalah perusahaan besar yang mempunyai aset jutaan dollar. Dengan cepat Nicholas menjadi pengusaha kaya yang memiliki saham di mana-mana.

Dalam waktu dua tahun, Nicholas sudah meraih keuntungan yang banyak. Bahkan kekayaannya sudah melampaui ayah angkatnya, padahal orang tua itu termasuk pengusaha ternama di New York. Nicholas menyewa gedung kantor di jantung kota Manhattan. Dia tidak menyewa banyak pegawai, hanya seorang sekretaris untuk mengatur jadwalnya dan seorang Body Guard yang selalu menemaninya. Sisanya dikerjakan oleh Nicholas sendiri.

Dia tidak pernah menolak klien. Bak seorang dokter spesialis, dia menerima siapa saja yang datang menemuinya di kantor. Jika sedang dalam perjalanan dinas, sekretarisnya akan menjelaskan jadwal itu pada orang yang datang lalu meminta mereka kembali di lain waktu. Demikian sehingga banyak sekali para pebisnis yang sudah Nicholas temui. Entah siapa yang memulai, Nicholas kemudian mendapat julukan "Anak Muda".

Tentu saja tidak semua klien yang datang berhasil mendapatkan jasa Nicholas. Mereka hanya diberi kesempatan untuk memberikan penawaran. Waktunya juga tidak lama, hanya sepuluh menit. Jika anak muda itu tertarik, maka dia akan membantunya. Dan biasanya yang membuat Nicholas tertarik adalah uang yang banyak. Tidak sekalipun Nicholas mau memberikan bantuan tanpa imbalan, sampai akhirnya datang tiga orang yang menawarkan sesuatu yang menarik selain uang.

Waktu itu Nicholas baru tiba di kantornya setelah kembali dari Amerika Selatan. Saat itulah sekretarisnya masuk.

"Hi Nick, ada tiga lelaki yang ingin bertemu."

"Ok, persilakan mereka masuk." jawab Nicholas.

"Masalahnya adalah, mereka bukan utusan perusahaan." kata sang sekretaris ragu.

Nicholas mengernyitkan kening tanda penasaran, tapi akhirnya dia berkata.

"Tidak apa-apa, aku bisa mengatasinya."

Sekretaris itu pun lalu keluar ruangan. Tak lama kemudian masuk tiga orang lelaki. Tentu saja usia mereka lebih tua dari Nicholas, tapi dua orang di antara mereka terbilang masih muda. Usianya tidak jauh dari anak itu.

"Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Nicholas tanpa basa-basi.

"Nama saya Ahmad. Ini Malik, dan dia Aziz." Ahmad mencoba menjelaskan dengan Bahasa Inggris yang sedikit dia pelajari.

"Hentikan basa-basi ini. Kalian hanya punya waktu sepuluh menit, jadi langsung saja jelaskan keperluan kalian." Nicholas langsung memotong.

"Kami memerlukan kemampuanmu untuk menaklukkan sang penguasa dunia." kali ini Malik yang menjelaskan.

Mendengar hal itu, Nicholas langsung tertawa. Setelah itu baru dia berkata.

"Tuan-tuan. Menaklukkan penguasa dunia terdengar keren. Tapi jika kalian benar-benar ingin melakukannya, bagiku itu seperti mencari masalah. Mungkin gladiator ini suka tantangan. Tapi aku lebih suka duduk tenang di sini dan menikmati hidup."

"Hati-hati dengan kata-katamu anak muda. Dia itu kakak kandungmu, kamu harus bersikap sopan padanya." kata Malik lagi.

"O ya? lalu kau siapa? sepupuku? dan kau pamanku?" tanya Nicholas acuh tak acuh.

"Aku memang pamanmu. Dan dia juga kakak kandungmu, yang paling tua." kali ini Ahmad yang menjelaskan.

"Aku tak punya keluarga." jawab Nicholas dengan nada kesal. "Aku dibesarkan oleh ayah angkatku, namun saat ini dia juga marah dan mengusirku dari rumah."

"Kenapa kita tidak menyeret saja tubuhnya keluar? sikapnya mulai membuatku kesal." kata Aziz mulai tidak sabar.

"Kalian ingin bermain kasar? kalau begitu hadapi dulu anak buahku."

Baru saja Nicholas menutup mulutnya, pria bertubuh besar sudah masuk ke dalam ruangan. Ternyata orang itu bukan tandingan Aziz, hanya dalam tiga gerakan Aziz sudah berhasil melumpuhkannya. Tapi saat Aziz mendekat ke arah Nicholas, anak itu sudah menggenggam sepucuk pistol.

"Kau mungkin tangguh, tapi kurasa kau tidak lebih cepat dari peluru." kata Nicholas santai.

"Baiklah." Malik menengahi. "Apa yang membuatmu tertarik untuk ikut dengan kami?"

"Selain uang yang banyak, kurasa tak ada."

"Bagaimana jika kami mengajakmu menemui saudara kembarmu?" Malik mencoba peruntungannya.

"Aku memiliki saudara kembar?" tanya Nicholas dengan nada terkejut.

"Ya." jawab Malik.

"Lelaki atau perempuan?"

"Lelaki."

"Apakah dia mirip denganku?"

"Sewaktu bayi aku tidak bisa membedakan kalian. Entah saat ini, tapi kau bisa melihatnya langsung."

Nicholas berpikir sejenak, lalu akhirnya menjawab.

"Baiklah, aku akan ikut kalian."

"Bagus, sekarang kau bisa meminta sekretarismu memesan tiket."

"Tidak perlu." kata Nicholas sambil menyeringai. "Kita akan pergi dengan jet pribadiku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status