Home / Romansa / Sang Pewaris Arogan / Silsilah yang Ternoda

Share

Silsilah yang Ternoda

Author: Aetheris
last update Last Updated: 2025-09-06 01:28:47

Malam itu, rumah Adrian di distrik elit Velora City dipenuhi cahaya hangat lampu gantung kristal. Dari luar, rumah itu tampak seperti simbol kemewahan, tapi di dalamnya ada suasana berbeda, dingin, penuh ketegangan.

Ruang makan besar dipilih sebagai tempat berkumpul. Meja kayu ek panjang membentang, dikelilingi kursi berlapis beludru hijau tua. Di atasnya, anggur merah dituangkan ke gelas kristal, namun tak seorang pun benar-benar menikmati rasanya. Wajah mereka tegang, sorot mata penuh kewaspadaan.

Damar Pradana, kepala keluarga, duduk di ujung meja. Tubuhnya masih tegap meski usia menua, dan tatapannya dingin menusuk, seperti hakim yang siap menjatuhkan vonis. Di sisi kanan, duduk Adrian bersama istrinya, Maya. Di sisi kiri, Surya dan istrinya, Ratna.

Adrian menatap kakaknya, Damar, yang duduk di ujung meja. Damar terlihat tenang, tapi semua tahu itulah topengnya.

Keheningan panjang mendominasi sebelum akhirnya Damar membuka suara.

“Alvaro,” katanya singkat.

Nama itu bergema di ruan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sang Pewaris Arogan   Makan Siang Hangat

    Matahari siang menembus jendela besar ruang makan, menebarkan cahaya lembut ke meja kayu jati yang sudah tertata. Tidak ada piring berlapis emas atau gelas kristal, hanya sajian sederhana. Meja itu hanya dihiasi hidangan rumahan yang mengundang selera: sayur asem hangat dengan aroma asam segar, ayam goreng renyah yang baru saja diangkat dari wajan, sambal terasi dengan warna merah menyala, tempe goreng kering, serta sepanci sup bening berisi wortel dan jagung manis.Guntur Pradana duduk di ujung meja, tegap meski usianya sudah lanjut. Rambutnya yang memutih kontras dengan sorot matanya yang masih tajam, namun siang itu ada kelembutan yang jarang muncul di wajahnya.Lyssa dengan cekatan membantu menata piring, sementara Alvaro hanya memperhatikan, matanya tak lepas dari perempuan itu. Ada sesuatu yang terasa begitu hangat dari caranya tersenyum kecil sambil menuang air putih ke gelas kakeknya.“Terima kasih, Nak,” ucap Guntur ketika gelasnya terisi.“Sama-sama, Kek,” jawab Lyssa sopan.

  • Sang Pewaris Arogan   Ujian Kesungguhan

    Siang itu, suasana rumah Guntur Pradana dipenuhi aroma gurih dari dapur. Para asisten rumah tangga sibuk menyiapkan makan siang sederhana sesuai permintaan tuan rumah. Di teras belakang, angin berhembus lembut, membawa bunyi gemerisik bambu yang tumbuh di sisi rumah.“Lyssa,” panggil Guntur tiba-tiba.Lyssa sedikit terlonjak, lalu menoleh. “Iya, Kek?”“Ayo ikut aku sebentar. Ada yang ingin kubicarakan.”Alvaro sempat melirik, wajahnya khawatir. “Kek…”“Tenang saja,” jawab Guntur, matanya masih tajam. “Aku hanya ingin berbincang dengan anggota baru keluarga kita.”Alvaro hendak berkata sesuatu, tapi Lyssa menepuk tangannya, memberi tanda bahwa ia baik-baik saja. Dengan langkah hati-hati, ia mengikuti Guntur menuju ruang baca.Begitu pintu dibuka, aroma kayu tua bercampur wangi kopi menyambut Lyssa. Ruangan itu dipenuhi rak buku tinggi, penuh koleksi sejarah, ekonomi, dan dokumen tua. Di tengah ruangan berdiri sebuah meja besar dari kayu jati, di atasnya tertata rapi map-map tebal.Gunt

  • Sang Pewaris Arogan   Pagi yang Hangat

    Pagi itu, matahari menembus sela-sela dedaunan flamboyan di halaman rumah tua itu. Angin berhembus pelan, membawa aroma teh hangat dan roti panggang dari teras. Di kursi kayu, seorang lelaki tua dengan rambut yang beruban rapi duduk santai, membaca koran. Wajahnya tegas, penuh wibawa, tapi di balik itu ada sinar yang begitu hangat. Dialah Guntur Pradana, kakek Alvaro.Suara mesin mobil berhenti di halaman membuat Guntur mengangkat kepala. Dari balik kaca besar ruang tamu, ia bisa melihat seorang pria tinggi keluar dengan langkah hati-hati. Mengenakan topi hitam dan masker, ia tampak waspada, matanya menyapu sekeliling, seolah takut ada orang asing yang bisa mengenalinya.Guntur menghela napas sambil tersenyum samar.Alvaro berjalan mendekat, menggandeng seorang wanita di sisinya, Lyssa. Meski wajah Alvaro sebagian tertutup, tatapannya jelas penuh kehati-hatian, tapi juga hangat setiap kali menoleh pada Lyssa.Alvaro menunduk hormat, lalu mencium tangan kakeknya. “Kek.”Guntur menepuk

  • Sang Pewaris Arogan   Jeritan dalam Sunyi

    Di ruang kerja Damar. Cahaya lampu meja menerangi wajah seorang pria dengan rambut yang mulai memutih. Damar duduk tenang di kursi kulit, matanya tajam menelusuri dokumen-dokumen di hadapannya.Jari-jarinya mengetuk meja perlahan, mengikuti irama pikirannya.Di atas meja itu, berjejer laporan keuangan, bukti transfer, dan salinan kontrak yang sudah ia tandai dengan stabilo merah. Semua itu berbicara dengan bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh orang sepertinya. Bahasa kebohongan, penggelapan, dan kerakusan.Damar menutup satu berkas, lalu membuka lembar lain. Senyumnya tipis.“Adrian… Adrian…” gumamnya. “Kau benar-benar memberi makan harimau dengan tangan kosong.”Ia sudah bisa, jika mau menyeret Adrian ke meja hijau. Semua bukti ada di sini, rapi, jelas, tak terbantahkan. Sekali ia serahkan ke aparat, nama Adrian akan hancur dalam sekejap.Namun Damar tidak tergesa. Ia meneguk kopinya yang sudah dingin, membiarkan rasa pahitnya menempel di lidah.“Menghancurkanmu sekarang… terlalu m

  • Sang Pewaris Arogan   Racun di Balik Senyuman

    Langkah-langkah Maya terdengar mantap saat keluar dari ruang rapat, tapi wajahnya menyiratkan amarah yang terpendam. Sepasang sepatu hak tinggi yang ia kenakan beradu dengan lantai marmer, menciptakan gema yang menusuk telinga, seakan menegaskan keberadaannya. Namun, bagi Maya sendiri, langkah itu lebih seperti pelarian. Pelarian dari tatapan menusuk para kolega yang baru saja menutup rapat.Rapat itu, yang seharusnya menjadi ruang diskusi profesional, justru berubah menjadi arena penuh sindiran halus. Kata-kata yang disampaikan koleganya terdengar manis di permukaan, tetapi Maya, dengan instingnya yang tajam, mampu menangkap duri di baliknya.Koridor panjang gedung itu sepi. Maya berjalan cepat, menyingkirkan segala tatapan bayangan dari pikirannya. Namun, hatinya tetap terasa sesak. Di balik semua gengsi dan kekuatan yang selalu ia tunjukkan, Maya hanyalah seorang perempuan yang mulai lelah. Lelah menopang bayang-bayang suaminya yang semakin redup.Begitu membuka pintu ruang kerja A

  • Sang Pewaris Arogan   Mahkota Berduri

    Satu bulan yang laluLampu-lampu kristal berkilau memantulkan cahaya ke seluruh aula megah itu. Dindingnya dilapisi kain beludru merah, sementara pilar-pilar tinggi dihiasi emblem keluarga yang selama puluhan tahun berdiri sebagai simbol kekuasaan dan kejayaan. Malam itu, bukan sekadar pesta. Malam itu adalah malam penobatan, malam pengalihan kekuasaan, malam di mana Damar, sang pemimpin yang selama ini ditakuti sekaligus disegani, menyerahkan tahta kepada suami adiknya, Adrian.Para tamu undangan telah memenuhi ruangan. Ada para politisi dengan jas hitam rapi, para pengusaha besar yang menyembunyikan senyum licik di balik gelas sampanye, dan wartawan yang sibuk memotret setiap detik pergerakan penting. Aroma parfum mahal bercampur dengan wangi bunga lili yang menghiasi panggung utama.Adrian berdiri di belakang panggung, mengenakan setelan hitam yang dipilih khusus oleh Maya. Jasnya terlihat sempurna, dasinya terikat tanpa celah, seakan tubuhnya benar-benar pantas berada di sana. Nam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status