Di sisi lain, Jono tengah mempersiapkan dirinya untuk segala kemungkinan setelah mendapat informasi dari satpam.
Ia harus melihat sendiri bagaimana dan ke mana kedua orang tersebut pergi.Jono berdiri di dekat area parkir bioskop dan berharap bisa melihat dengan jelas perbuatan mereka.Pria itu mengikuti ke mana mereka akan pergi sehingga bisa mendengar percakapan mereka berdua."Winda, kamu senang bekerja di tempatku?"Terdengar suara Desta tak jauh dari Jono bersembunyi, karena meskipun terlihat, mereka tidak akan menyadari karena masih menganggap Jono buta dan tidak berdaya."Iya dong Mas, inilah hidup yang aku inginkan sebenarnya. Aku bisa bekerja dan juga menikmati hidup dengan uangku sendiri. Selain itu aku bisa mengenal pria hebat sepertimu.""Lalu, bagaimana dengan Jono?"Jono terdiam. Dia masih terus mendengar percakapan mereka meskipun batinnya mendidih."Mau bagaimana lagi, Mas? Dia buta sekarang. Untuk saat ini, biarkan saja dia berada di rumah. Toh ada Laila yang mengurusi keperluannya.""Bagaimana kalau dia menjadi buta selamanya? Apakah kau akan bertahan menjadi istrinya?"Setelah itu, Jono hanya mendengar suara langkah menjauh darinya. Padahal, Jono sangat ingin mendengar ucapan Winda selanjutnya.Akan tetapi semua ucapan itu sudah cukup untuknya. "Winda, aku akan membalas semua ini dengan pembalasan yang setimpal. Lihat saja nanti!" ujarnya sambil mengeratkan gerahamnya.Maka, ia pun mencari dimana mereka berada di gedung pertunjukan itu.Di pertengahan pertunjukan, Jono sudah tak tahan lagi. Melihat bagaimana Winda bersandar di bahu Desta, bergelayut manja seolah sepasang kekasih.Kali ini Jono menangis dalam gelap, meluapkan perasaan yang tak menentu. Ia lalu berjalan keluar dan menyusuri trotoar dengan air mata yang terkadang masih menitik.Saat berjalan, Jono tak menyadari seseorang mengikutinya. Jono yang limbung ketika berjalan membuat wanita tersebut kuatir tetapi juga heran. Dimalam seperti ini dan jauh dari rumahnya, bagaimana mungkin Jono majikannya bisa pergi seorang diri?Tadinya ia tidak yakin, tapi melihat bagaimana pria itu berjalan sedikit payah iapun memastikan bahwa dia benar-benar Jono. Jono hendak menyeberang, tapi sebuah kendaraan hampir menyerempetnya kalau saja Laila tidak menyeretnya, menarik pakaiannya dengan sigap. Mereka berguling dan saling tindih karena kerasnya Laila menarik Jono dan berakhir Jono menindih Laila tepat di atas.Bugh!Mereka saling bertatapan karena terkejut."Pak...," Laila mendorong tubuh Jono menjauh. Napasnya tersengal dan berdebar kencang."Maaf," ujar Jono lirih."Apa Pak Jono bisa melihatku?"Jono terkejut, ia tak sadar melihat Laila seperti orang normal sehingga otomatis Laila mengetahui bahwa dirinya sudah sembuh dari kebutaan.Laila mendekati Jono dan menatapnya penasaran. "Benar bukan? Pak Jono sudah bisa melihat sekarang?" ujarnya senang. "Itukah sebabnya Pak Jono berjalan-jalan di keramaian? Itu pasti karena pak Jono sudah bisa melihat sekarang."Jono menarik tangan Laila untuk menjauh dari tempat tersebut dan sedikit tersembunyi."Tolong jangan katakan ini pada siapapun, ini akan menjadi rahasia kita berdua, Laila."Laila memicingkan matanya. "Kenapa? Kenapa pak Jono harus berpura-pura buta?" tanya Laila heran."Karena sebuah alasan yang tak bisa kau mengerti, aku harap bantu aku sampai aku menyelesaikan semua urusan ini," ujarnya.Laila mengernyit, sepertinya masalah majikannya ini cukup penting sehingga Laila harus merahasiakannya. Akhirnya ia mengangguk pelan."Baiklah, saya akan merahasiakannya jika itu memang penting."Akhirnya mereka berjalan bersama menyusuri trotoar dan sedikit berbincang."Di mana rumahmu?" tanya Jono kemudian."Satu blok lagi, disana ada jalan setapak ke rumah saya.""Hmm, baiklah. Mungkin aku harus mampir sebentar, boleh?""Silahkan. Ada ibuku. Tapi maaf, beliau mungkin tak akan bisa melihat pak Jono dengan jelas.""Bukankah aku juga orang yang tak bisa melihat dengan jelas?"Laila tertawa ringan, ia sungguh masih belum mengerti sejak kapan ia merawat pria yang pura-pura buta. Sehingga andaikan saja kejadian berguling di jalan itu tak terjadi, mungkin saja ia masih tak tahu kalau Jono sebenarnya sudah bisa melihat.Di sebuah gang yang sempit dan minim penerangan, Laila mengajak untuk berbelok menuju sebuah rumah sangat sederhana."Bunda, Laila datang," katanya dengan mendekati wanita yang duduk di sebuah kursi tua."Laila dapat pesanan Bunda?" tanya wanita itu."Tentu saja, sebentar Laila buka untuk Bunda," ujarnya dengan membuka plastik yang berisi seloyang martabak manis.Jono hanya melihat bagaimana Laila melayani wanita tua itu dengan telaten. Tiba-tiba hatinya semakin sakit dan terluka. Bagaimana tidak, melihat hubungan mereka, antara Laila dengan wanita tua tersebut yang tak ada hubungan darah samasekali, Laila berjuang mati-matian untuk melayaninya.Sebutir air mata haru membasahi sudut matanya.Seharusnya Winda sadar, bagaimana ia berjuang ketika sehat dahulu. Bahkan mereka terikat dengan hubungan pernikahan. Ia juga ingat bagaimana perjuangan ketika akan menikah dahulu tanpa adanya restu orang tuanya.Desta menjadi orang yang paling ia percaya justru bertindak menjadi pengkhianat."Maaf, Pak. Saya mengabaikan bapak," kata Laila mengejutkan Jono, dengan membawa secangkir teh untuknya."Laila, kumohon kau mengerti. Aku harus merahasiakan hal ini untuk beberapa waktu lamanya," kata Jono semakin menekankan."Baiklah, itu bukan urusan saya, Pak. Saya hanya bekerja karena membutuhkan uang tersebut. Akan tetapi apakah Pak Jono masih mau mempekerjakan saya?""Ya, kamu masih harus bekerja seperti biasa agar Winda tak curiga.""Sebenarnya ini sangat aneh. Tapi baiklah, saya akan bertahan dalam satu bulan saja, Pak. Saya tidak bisa terus menyimpan kebohongan."Jono mengangguk, lalu menyesap teh di hadapannya dengan perasaan tak menentu. Selain itu ia harus segera pulang sebelum Winda benar-benar sampai di rumah.Jono menghela napas saat melihat Winda memang belum sampai di rumah. Ia masuk kedalam rumah dan mulai membersihkan dirinya.Larut malam Winda baru sampai rumah. Jono yang pura-pura tidur mulai membuka matanya saat Winda memasuki kamar mereka."Winda, kaukah itu?""Hmm, iya Mas. Belum tidur?""Belum, aku sedang menunggumu sejak tadi.""Mas, aku baru selesai bekerja. Lain kali tak usah menungguku seperti ini. Baiklah, aku harus membersihkan tubuhku dulu.""Benar, mandilah yang bersih agar kotoran dan najis tidak menempel di badanmu. Lagipula, aroma rokok itu sangat menggangguku. Aku ingat aroma rokok ini seperti rokok milik Desta, apa kalian sangat dekat?" sindir Jono."Sangat dekat? Apa maksudmu, Mas?" Winda terperangah dengan ucapan Jono."Aah, maksudku meja kerja kalian apakah sangat dekat dan dalam satu ruangan? Terus terang, baunya sangat menyengat hidungku sehingga aku merasa mau muntah, Winda."Kata-kata Jono membuat Winda tampak gugup. "Kami satu ruangan, Mas," ujarnya.Diam-diam, Winda mencermati wajah suaminya, mencoba mencari ekspresi apa yang ada di sana. Mungkinkah Jono mengetahui sesuatu?Bagaimanapun juga ia harus memastikan Jono tidak curiga dengan perubahan yang ada pada sikapnya.Jadi setelah selesai mandi, Winda pun mendekati Jono."Mas, apa kau mencium aroma wangi sekarang?" tanya Winda mencoba sedikit menggoda Jono. Ia harus bisa bersikap senormal mungkin untuk bisa bersenang-senang dengan Desta atau semua akan rusak sebelum waktunya.Seperti yang diharapkan, Jono mendengus seperti kucing mencium aroma ikan di sisi tubuhnya."Hmm, lumayan, kau memang sangat wangi. Kalau begitu kau bisa melayaniku malam ini?" Jono berpura-pura membutuhkan, padahal sebenarnya ia bertekad tak akan menyentuh istrinya lagi!Winda menegang. Setelah sekian lama semenjak kecelakaan yang membutakan mata Jono, tak pernah sekalipun Jono menyentuhnya. Itu karena Jono tak bisa melakukan sembarang gerakan karena akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa di kornea ma
Tok tok tok!"Maaf, Tuan. Rapat akan segera dimulai. Apakah saya harus menundanya sebentar?"Seorang asisten masuk dan memutus percakapan mereka.Pria tua itu pun menghela napas. "Tidak. Aku akan segera ke sana."Hanah sendiri masih penasaran. Namun, ia mengatupkan bibirnya karena rasanya tidak sopan kalau dia memaksa untuk tau sekarang.Di sisi lain, ia juga menolak asumsi bahwa Jovan memiliki anak yang lain. Bagaimanapun, ia tak bisa menerima kenyataan yang memungkinkan untuk posisinya tergeser oleh siapapun, walaupun jika itu adalah anak kandung ayah angkatnya."Hanah, pergilah membeli mobil itu bersama Leo, setelah itu segera kau meminta Leo untuk mengantarmu ke desa menemui orang tuamu. Mengerti?" Suara Jovan menekan supaya gadis itu tidak mengganggu pekerjaannya."Ayah, kenapa aku harus pergi dengan manusia es itu? Dari sekian banyak pengawal ayah, haruskah Leo?" protesnya."Benar, hanya Leo yang harus mengantarmu. Oke?" kata Jovan malah menegaskan.Gadis itu memanyunkan bibirny
"Tidakkah kau masih membutuhkan Desta juga untuk membiayai pengobatanmu?" jawab Winda lirih mencari alasan.Hal ini membuat Jono menahan senyum sinis untuk keluar di wajahnya."Kau memang pengertian, itukah sebabnya kau sangat baik dengan temanku itu? Karena jasanya pada suamimu?" kata Jono tapi sebenarnya ada hal lain yang sedang muncul di kepalanya.Setelah melontarkan ucapan itu, Jono menyeret langkahnya keluar rumah, menghirup udara malam yang dingin. Tapi itu lebih baik, daripada melihat istrinya yang memuakkan!Wajah Jono berkerut, seolah menanggung beban yang berat.Memikirkan Desta sepertinya bukan tipe lelaki yang bersih dalam bisnis, seharusnya ia bisa melakukan sesuatu.Spekulasi memang, tapi itulah peruntungan!Erwin pasti sangat berguna membuat Desta mendapatkan masalah secara hukum. Tapi cela itu, bagaimana caranya untuk mengetahui?Segera ia menghubungi pak Burhan, sopir Desta sekaligus utusan ayahnya."Cari kelemahan perusahaan Desta, aku akan membuatnya dipenjara," t
"Apa tidak boleh?" tanya Jono santai."Uhm," deham Desta menormalkan diri, "kenapa tiba-tiba? Bukankah seharusnya kau masih dalam perawatan?" "Begitulah, kami harus kembali karena tidak ada yang bisa kulakukan di sini." Jono lalu merunduk, mengambil sesuatu di bawah meja."Dan ini, ini adalah uang yang pernah kau berikan padaku, aku sudah memilikinya dan sekarang aku kembalikan," katanya sambil menunjuk sebuah amplop besar ditangannya .Brak!Hal itu membuat Desta dan Winda semakin melongo.Desta mendekati amplop tersebut dan membukanya."Sejumlah uang yang banyak ini... bagaimana kau mendapatkannya?" tanya Desta keheranan. "Selama ini kau tidak bekerja, bagaimana bisa mendapatkan uang sebanyak ini?"Pria itu lalu mengitari beberapa perabotan mahal miliknya, seolah kuatir sesuatu telah dijual teman butanya."Terima saja uang itu tanpa harus bertanya bagaimana aku mendapatkannya," balas Jono, setidaknya ia tidak terbebani lagi dengan kebaikan Desta.Tak banyak yang bisa Jono simpulkan
"Kau... kau sungguh mau membayarnya, Mas?" Wajah Winda tersirat keraguan, sangat aneh rasanya karena tiba-tiba Jono punya uang dalam jumlah besar."Hmm, tentu saja. Aku yang akan membayarnya."Kini, Laila tak bisa berkata-kata. Ia memang membutuhkan uang itu untuk mengobati sang ibu yang sedang berada di rumah sakit saat ini, dan uang gaji ini memang sangat berarti.Pagi itu, Laila menerima pembayaran dari Jono sebagai gaji terakhirnya. Bagaimanapun, ia sangat berterima kasih karena Jono membayarnya dengan gaji penuh dan juga bonus yang cukup besar.Jono memberikan uang itu disaat Desta dan Winda sedang keluar rumah karena Winda mengantar Desta yang hendak kembali. Saat itulah, Jono memberikan sejumlah uang bonus tersebut tanpa diketahui siapa pun."Terima kasih banyak, Pak. Uang ini sangat berarti buat saya, saya akan berterimakasih dan mudah-mudahan bisa membalas kebaikan pak Jono suatu hari nanti," katanya dengan meneteskan air mata.Setelah itu, Laila pulang dan Winda sudah me
Di sisi lain, Winda yang tidak habis pikir kenapa Jono melakukannya.Ia mulai masuk ke kamar yang satu lagi, kamar yang lebih sempit dan pengap."Lihat saja nanti, aku tidak akan hidup seperti ini lagi," gerutunya. "Aku akan menelepon Desta dan mengirim uang untukku, aku tidak akan sudi tinggal di tempat kumuh ini!"Winda sangat kesal, tapi ia hanya bisa meluapkan amarahnya di balik tembok kamar yang sekarang ia tempati. Sepertinya harapan indah untuk menjadi wanita modis sudah semakin menipis.****Keesokan harinya, Jono bangun pagi dan mendapati rumah masih berantakan. Ia juga tidak melihat ada makanan di meja dapur padahal ia sudah berpesan untuk memasak makanan dengan sejumlah uang yang ia berikan. Tapi nyatanya Winda masih tidur pulas di kamarnya.Ia pun hanya menggelengkan kepalanya dan segera membersihkan tubuhnya. Lalu, pergi dengan mengunci kembali pintu rumahnya.Winda segera bangkit dan tersenyum licik. Ia sengaja pura-pura tidur dan tidak memasak untuk Jono."Rasakan, inil
Dengan gusar pria itu mengepalkan tangannya, ia tak sanggup untuk bercerita."Suatu saat, kau akan tahu bagaimana kisah pernikahan kamu," pelan Jovan kemudian.Jono mengangguk, menerima ucapan ulang ayah."Jono, aku adalah ayahmu, aku berharap kau bisa menggantikan posisiku karena aku sudah tidak muda lagi, kau harus bersedia?" kata Jovan menegaskan."Aku butuh waktu untuk memikirkannya." jawabnya.Hal itu tentu saja membuat Jovan sedikit kecewa"Terserah padamu, tapi aku tidak bisa menunggu lama," katanya kemudian. "Selain itu kau harus melakukan operasi mata supaya keadaan matamu kembali sempurna.""Tidak, itu tidak diperlukan lagi.""....""Aku membutuhkanmu sebagai seorang ayah, itu sudah lebih dari cukup bagiku.""Apakah karena istrimu?" tanya Jovan ragu.Jono terdiam. Berbicara soal istrinya melukai harga dirinya. Kilatan kebencian jelas terlihat di wajah putranya sehingga Jovan meras
Hahaha, sangat mudah ternyata."Aku ingin mobil dengan atap terbuka," katanya kemudian."Baik, Pak. Saya akan segeralah membawa mobil itu untuk bapak.""Hei, apa kau bercanda?" tiba-tiba Jono merasa ragu lagi."Maaf?""Apa kau sungguh mengabulkan mobil itu?""Tentu, Pak.""Hahaha, baiklah, bawakan untukku."Rasa tak percaya dan juga bahagia bercampur aduk dalam pikirannya. Ia benar-benar merasakan enaknya menjadi kaya raya sekarang ini. Lalu iapun menyusut darah yang mengalir di sudut bibirnya."Winda, Desta, kalian akan membuatku seperti ini, aku tidak akan melepaskan kalian berdua," katanya dengan mengepalkan tangannya.Setelah bangkit dan membersihkan diri, sekarang ia menunggu ucapan dalam percakapan di ponsel itu terbukti. Dan ternyata benar, tak lama kemudian sebuah mobil berwarna hitam pekat sudah berada di pekarangan rumah dengan seorang sopir."Selamat siang Pak Jono, mob