Share

Bab 9

Author: Benjamin
Daffa terbangun setelah tidur yang lama dan menyegarkan. Dia menghabiskan waktu yang banyak ketika mandi, mengagumi dekorasi kamar mandi yang mewah dan sangat indah, juga bak berendam yang cantik dan cermin yang tinggi. Setelah selesai mandi, dia mengenakan jubah mandi putih di sekujur tubuhnya dan berbaring di tempat tidur berukuran besar. Dia tidak dapat menikmati kelembutan tempat tidur karena dia sangat lelah. Dia tertidur beberapa detik kemudian, benar-benar kelelahan.

Daffa bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dia menarik tirai hitam yang mahal dan melihat ke luar jendela kamarnya. Untungnya hari ini adalah hari Sabtu, jadi tidak ada kuliah atau kelas yang diadakan di kampus.

Daffa melihat keseluruhan rumah besar Halim dari jendelanya. Dia belum melihatnya dengan jelas di malam hari, tapi melihatnya sekarang mengingatkannya pada kekayaan yang dimiliki keluarganya.

Daffa mengingat semua yang telah terjadi kemarin malam. Seluruh dunianya benar-benar berubah terbalik. Dari yang tadinya tidak bisa membayar 75 juta rupiah menjadi memiliki beberapa perusahaan dan bisnis terbaik di dunia. Sungguh tidak bisa dipercaya.

Dia masih memandangi rumah besar itu ketika ada ketukan di pintunya.

"Masuklah."

Pintu terbuka dan Bram, kepala pelayan kakeknya masuk. Dia telah mengganti jasnya dari putih menjadi biru, tetapi masih memiliki satu kesamaan. Terlihat sangat mahal.

"Tuan Muda Halim, tuan saya ingin berbicara dengan Anda," ujar Bram, nadanya penuh hormat.

Daffa mengangguk.

“Baiklah, beri aku beberapa menit. Biarkan aku mengganti baju dengan sesuatu yang lebih sopan. Aku akan menemuinya di ruang kerjanya.”

Bram membungkuk sebelum meninggalkan ruangan.

Daffa mengganti jubah mandinya dengan pakaian jeleknya sebelum keluar dari kamar. Dia tidak memiliki baju yang lain karena dia sendiri tidak menyangka akan menjadi pewaris dari Konsorsium Halim.

Dia bergabung dengan kakeknya yang sudah berada di ruang kerja dan duduk di kursi. Dia menyapa kakeknya dan kakeknya menganggukkan kepalanya.

“Seperti yang kubilang kemarin, kamu sekarang adalah kepala dari Konsorsium Halim. Aku sangat bangga kamu bisa masuk ke Universitas Praharsa. Walaupun itu bukan pilihan yang terbaik, itu masih salah satu universitas terbaik.”

Daffa mengangguk. Namun, dia bertanya-tanya apa hubungannya universitasnya di dalam percakapan itu.

“Kamu membutuhkan sertifikat kelulusan dari Universitas Praharsa. Kalau tidak, orang-orang akan meremehkan kelayakanmu sebagai kepala dari Konsorsium Halim. Walaupun mereka tidak akan pernah mengatakannya, sebaiknya kamu mendapatkan sertifikat kelulusanmu.

“Karena aku telah memindahkan kepemilikan Konsorsium Halim padamu, kamu perlu memantau perkembangan perusahaan-perusahaan itu tiap bulannya. Aku yakin pasti kamu akan kewalahan karena kamu masih mahasiswa, jadi kamu membutuhkan asisten pribadi.”

“Biasanya, aku akan mempekerjakan seseorang untukmu, tapi sebagai kepala yang baru, kamu sendiri yang harus melakukan hal tersebut. Lagi pula, aku tidak akan selalu ada untuk memberikanmu bantuan.”

Daffa mengangguk. Ucapan kakeknya masuk akal. Dia tidak mungkin bisa menangani detail rumit Konsorsium Halim dan tetap menjadi mahasiswa terbaik.

Yang dia butuhkan adalah asisten pribadi yang cakap dan jujur yang bisa dipercaya untuk menangani detail rumit Konsorsium Halim. Asistennya akan menangani semuanya terkait konsorsium dan yang dia perlu lakukan hanyalah membaca rangkumannya dan menandatangani beberapa dokumen.

Namun, dia tidak bisa memberikan pekerjaan seperti itu begitu saja kepada siapa pun. Dia harus menemukan seseorang yang benar-benar dia bisa percaya, dan walaupun kakeknya tidak memberitahunya, dia tahu orang seperti itu di hidupnya adalah pelayannya, Bram.

“Aku mengerti, Kakek,” ucap Daffa.

Kakeknya tersenyum. Sekarang, semua hal terkait pemindahtanganan telah selesai. Dia akhirnya bisa beristirahat setelah 40 tahun lamanya.

Kakeknya memandangi pakaian yang dikenakan cucunya yang menyedihkan dan menghela nafas. Bagaimana bisa kepala baru dari Konsorsium Halim memakai pakaian seperti itu? Akan memalukan jika dia terlihat seperti itu.

“Daffa, berapa banyak saldo di rekeningmu?” tanya kakeknya.

Daffa mengerucut sedikit. Dia tidak memiliki saldo di rekeningnya dan bahkan berutang pada teman asramanya sebanyak 75 juta rupiah.

Kakeknya tidak membutuhkan Daffa untuk berkata apa pun. Dia tahu cucunya telah hidup dengan miskin dan tidak memiliki uang. Dia memberi sinyal pada Bram untuk mendekat dan membisikkan sesuatu pada telinganya. Bram mengangguk mengerti sebelum bergegas meninggalkan ruang kerja itu.

Kakek Daffa, Jauhar Halim, berbalik ke cucunya dan mengeluarkan ponselnya. Dia mengetik di ponselnya selama beberapa detik sebelum meletakkan ponselnya di meja.

Daffa melihat ponsel itu dengan terkejut. Hanya ada 10 dari model ponsel itu di dunia, dan harganya mulai dari 1,5 triliun rupiah! Yang lebih mengejutkan adalah ponsel tersebut terlihat sedikit berbeda dari model ponsel itu yang biasanya. Bagian belakang ponsel tersebut berwarna putih dan bertuliskan huruf ‘H’ dengan indah. Daffa langsung tahu bahwa itu adalah ponsel yang telah dikustomisasi dari model yang sama.

Jauhar Halim menyadari cucunya memandangi ponsel tersebut dengan lekat dan tersenyum.

“Omong-omong, Daffa, kudengar ponselmu rusak. Aku akan beri tahu Bram untuk memberikanmu yang baru secepatnya,” ucap Jauhar.

Sebelum Daffa bisa menjawab, pintu terbuka dan Bram masuk ke dalam. Dia beranjak ke meja mahoni dan meletakkan sesuatu di atas meja dekat tempat duduk Daffa.

Daffa mengambil barang itu dan mendapati bahwa itu adalah kartu hitam. Dia mempelajari detailnya dan melihat tulisan ‘H’ indah yang sama di tengah kartu itu yang ditulis dengan emas.

“Daffa, itu adalah kartu debit yang dibuat khusus untuk kepala Konsorsium Halim. Ada lebih dari 150 triliun rupiah di dalam kartu itu. Gunakan di perusahaan mana pun yang terdaftar dalam Konsorsium Halim. Itu seharusnya cukup untuk mengganti pakaianmu dan memberimu tempat tinggal yang bagus di kampus.”

“Seratus lima puluh triliun rupiah?!” teriak Daffa.

“Benar,” jawab Jauhar. “Kamu adalah kepala dari Konsorsium Halim sekarang. Uang sebanyak itu tidak ada apa-apanya.”

Daffa menggelengkan kepalanya. Kemarin, dia masih semiskin tikus gereja. Bagaimana bisa dia tiba-tiba memiliki 150 triliun rupiah dalam rekeningnya?!

“Juga, aku sudah mengirimkan uang saku di rekening biasamu. Kamu adalah kepala dari Konsorsium Halim. Kamu harus bersikap layaknya posisi itu sekarang,” lanjut Jauhar.

Daffa tetap terdiam. Dia tidak bisa mencerna jumlah kekayaan yang dia miliki sekarang. Dia tiba-tiba memikirkan Sarah dan merasakan rasa sakit yang tajam di hatinya. Sarah telah meninggalkannya untuk seseorang yang dia rasa lebih kaya darinya, tapi sekarang dia memiliki beberapa perusahaan dan bisnis ternama di dunia. Bahkan bisnis yang dimiliki keluarga Handoko ketika dibandingkan dengan kekayaan yang dimilikinya sekarang sudah seperti sebutir pasir di hamparan gurun yang luas.

Dia sempat berpikir untuk mendatangi Sarah dan memberitahunya bahwa sekarang dia kaya dan dia bisa membelikannya semua barang mewah yang dia inginkan. Namun, pikiran itu hanya bertahan sesaat sebelum dia membuangnya.

Dia bahkan tidak berpacaran dengannya sampai sebulan sebelum membuangnya untuk orang lain. Jelas sekali dia tidak pernah mencintainya.

Dia masih mengingat-ingat hubungannya dengan Sarah, tapi perkataan kakeknya selanjutnya menyadarkannya kembali ke kenyataan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Agung Arnawa
menyala lanjutkan membaca episode selanjutnya
goodnovel comment avatar
Suherman Syah
saya ingin baca terus crita ini sampai hbissss.... ............
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 665

    Wanita itu menjelaskan, “Aku kehabisan uang dan mereka bilang mereka akan membayarku dengan bayaran yang tinggi untuk melakukan ini. Yang perlu kulakukan hanyalah membawa kamera ketika datang kemari.”Daffa mengernyit. “Bagaimana caranya kamu masuk kemari?” Nada bicaranya dingin. Penjelasan wanita itu tidak berarti apa-apa baginya.Wanita itu menelan ludah. “Aku tidak tahu. Mereka menyuruhku untuk meminum ramuan, setelah itu aku kehilangan kesadaranku. Ketika aku terbangun, aku sudah ada di sini.”Daffa mengernyit mendengarnya. Wanita itu berseru, “Tunggu! Aku bersumpah aku mengatakan yang sebenarnya!”Dia tahu Daffa tidak puas dengan jawabannya, tapi hanya itu yang dia ketahui. Dia menatap Daffa sambil menangis saat Daffa berkata, “Apakah kamu perlu berteriak padaku seperti itu?”Dia berkata dengan gemetar, “Maaf, a … aku tidak bermaksud.”Mata Daffa masih dingin, tapi dia melepaskan wanita itu. Akan tetapi, ini tidak membuat wanita itu tenang. Sebaliknya, wanita itu menegang da

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 664

    Bram menatap dia dengan tenang. “Mungkin kamu akan mempertimbangkan untuk memberitahuku kenapa kamu ada di sini jika kamu tidak ingin mati.”Pria itu tertawa terbahak-bahak. Daffa mengernyit dan berkata, “Bram, bawa dia pergi supaya kamu bisa menginterogasinya nanti.”Bram langsung mengulurkan tangannya untuk memegang pria itu—kecepatannya membuat mata Daffa berbinar. Seperti yang dia duga, Bram adalah ahli bela diri yang tampaknya lebih cakap dibandingkan semua orang yang ada di sana, termasuk Daffa. Ini membuat Daffa ingin bertarung dengannya, tapi ini tentunya bukan waktu yang tepat untuk itu. Dia berusaha sekeras mungkin untuk menahan keinginannya untuk menerkam Bram.Pada saat ini, Edward dan Briana muncul. Dari langkah kaki dan napas mereka, Daffa tahu mereka telah berlari sampai ke sini, membuatnya mengangkat sebelah alisnya. Dia menoleh untuk melihat ke arah pintu dan berkata, “Bram, tunggu sebentar.”Bram tidak tahu kenapa Daffa tiba-tiba menghentikannya, tapi dia melakuka

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 663

    Daffa menunjuk ke arah kamar mandi saat dia berbicara. “Kamu bisa periksa kamar mandinya jika kamu mau. Itu sama saja seperti kamar mandi lainnya. Tidak ada apa pun yang memungkinkan aku untuk mengunggah apa pun di internet.” Dia menatap Bram yang masih terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Sebagai ahli bela diri terbangkit, Daffa langsung tahu apa yang Bram pikirkan dan bibirnya pun berkedut. Daffa menatap Bram dengan tatapan tidak berdaya dan berkata, “Dengar, kamera-kamera itu tidak ada hubungannya denganku.”Bram langsung menghela napas lega. Daffa menahan keinginannya untuk memutar bola matanya dan berbalik untuk melihat wanita tadi sambil mengetukkan jari-jarinya di sandaran tangan sofa. Suasananya menjadi sangat tegang hingga Bram menundukkan kepalanya lagi, memandang lantai.Setelah beberapa detik, Daffa berujar, “Bram.” Itu membuat Bram merinding dan menundukkan kepalanya makin dalam. Bram tidak dapat membayangkan apa yang hendak Daffa katakan dan keringat membasahi ken

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 662

    Daffa mengangkat sebelah alisnya. Dia memegang leher wanita itu dan melemparkannya ke dalam bak mandi, membuatnya megap-megap karena dia berusaha bernapas. Daffa mengabaikannya, memakai celananya, dan meletakkan tangannya di kenop pintu. Di dalam benaknya, vila Keluarga Halim adalah tempat baginya untuk bersantai dan menjalani waktu yang damai, tapi tampaknya dia keliru. Dia membuka pintu untuk melihat Erin berdiri di sana dan bibirnya berkedut. “Kukira kamu akan menunggu di luar.” Dia tidak memakai atasan karena lemari pakaiannya ada di luar.Tentunya, Erin tidak menduga akan melihat Daffa seperti ini. Dia merona dan memalingkan diri dari Daffa, tapi tidak dapat berjalan pergi—rasanya seakan-akan kakinya dilem ke lantai. Namun, mungkin otaknya berhenti berfungsi dan tidak dapat menyuruh kakinya untuk bergerak. Bagaimanapun, Erin tidak pergi.Daffa tampak terkejut oleh itu, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih, dia berjalan melewati Erin dan memasuki ruang gantinya, muncul ke

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 661

    Wanita itu tetap terdiam di tempatnya, terlihat terkejut. Daffa berniat untuk ikut berpura-pura seolah dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia sangat ingin menertawai akting wanita itu yang sangat buruk. Lagi pula, tidak ada pelayan Keluarga Halim yang akan mengenakan stoking setinggi paha saat bekerja. Namun, Daffa tahu dia harus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Dia memasang ekspresi marah dan menggeram, “Aku jijik oleh keberadaanmu, jadi sebaiknya kamu menjauh dariku!”Mendengarnya, wajah wanita itu menjadi pucat. Daffa mengetukkan jemarinya ke tepi bak mandi, bertanya-tanya apakah dia terlalu kasar. Apakah wanita itu akan bisa melanjutkan aktingnya? Bibir Daffa berkedut saat dia memejamkan matanya dan berkata, “Ingat, jangan pakai apa pun selain seragam yang benar lain kali kamu bekerja … tidak peduli sebagus apa itu terlihat padamu.”Daffa merasakan kekejutan dan kesenangan wanita itu mendengar perkataan Daffa dan mendengar langkah kaki menghampirinya. Daffa m

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 660

    Teivel membutuhkan tempat yang sunyi supaya tidak akan ada yang mengganggunya. Daffa menunggu hingga dia tidak dapat mendeteksi Teivel sebelum mendarat di tanah. Ketika dia melakukannya, orang-orang berjubah hitam itu perlahan membuka mata mereka dan tersadar kembali. Beberapa dari mereka mulai muntah-muntah ketika mereka melihat darah tikus dan potongan-potongan yang tersebar di sekitar mereka, tapi ini tidak memengaruhi Daffa.Dia bilang, “Maaf tidak sengaja mengetahui rahasia kalian seperti ini.” Orang-orang itu kembali tenang dan menatap Daffa. Daffa tersenyum dan berkata, “Kurasa ini adalah permasalahan yang perlu diselesaikan.”Pemimpin dari mereka melangkah maju untuk menghalangi yang lain dari pandangan Daffa dan berkata dengan pelan, “Semuanya bisa didiskusikan selama kamu tidak membiarkan Pak Teivel tahu tentang ini.”Daffa mengangkat sebelah alisnya. “Sayangnya, dia sudah tahu.”Si pemimpin menjadi pucat mendengarnya, tapi amarah mulai menggelora di matanya. Namun, beber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status