Share

Bab 3 - Menjawab Panggilan Telepon

Dalam keadaan tergesa-gesa, Henry bergegas pergi ke pesta Judith. Henry khawatir akan istrinya yang mungkin sedang diintimidasi oleh banyak orang. Meski beberapa menit lalu Lily mengirim pesan jika ia baik-baik saja, itu justru membuat Henry semakin gelisah.

[Aku sedang berada di toilet sekarang, oh, rasanya nyaman sekali bisa kabur dari mereka semua. Kau tak perlu terburu-buru, Sayang. Aku akan tetap ada di sini sebelum kau datang. Dan, aku baik-baik saja.]

Senyum kecut menghiasi wajah Henry, istrinya menjadi pusat hinaan para kerabat hanya karena menikahi dirinya. ‘Andai aku bisa menjadi suami yang berguna,’ batin Henry sedikit kecewa, entah pada siapa.

***

Ketika Henry baru saja tiba di gedung pernikahan Judith, Henry disambut oleh kedua mertuanya.

“Wow... ternyata kau berani datang ke sini! Di mana rasa malumu?" tanya Catherine dengan nada menghina.

“Maaf, Bu. Kupikir, aku punya hak untuk datang ke sini dan menjemput istriku,” jawab Henry berusaha bersikap ramah di depan publik.

"Sial, apa yang sebenarnya diharapkan Lily dari dirimu? Kau miskin dan tak punya pekerjaan,” cibir Jacob, ayah Lily. “Lihatlah pria ini di sampingku ini, dia adalah Albert Brown. Kau tahu, Albert selalu menyukai Lily!" kata Jacob lagi, seolah ia memang memiliki maksud khusus di balik ucapannya tersebut.

Henry lantas menatap Albert, dia mengenal Albert Brown. Pria yang hampir seumuran dengan Jacob itu memang sangat kaya. Albert Brown bahkan telah memiliki dua istri.

“Menyukai Lily? Apakah kamu ingin menjadikan Lily istri ketigamu?” tanya Henry asal menebak.

“Eh, bukankah sah-sah saja jika Albert ingin menjadikan Lily istri ketiganya?! Yang terpenting, Lily bisa hidup dengan layak. Lihat dirimu… Apa yang bisa kamu berikan pada putriku selain masalah?” tanya Catherine tajam.

Henry mengambil napas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Ketika dia memutuskan untuk datang ke pesta, sebenarnya dia sudah siap menerima semua penghinaan yang akan dia terima. Karena sejak awal Henry tahu bahwa keluarga Lily tidak pernah menyetujui pernikahan mereka.

"Coba kutanya, apa yang bisa kau andalkan untuk membuat Lily bahagia dibandingkan aku yang punya banyak harta?" tanya Albert setengah menantang.

“Aku memiliki cinta yang hanya untuk Lily. Aku memiliki komitmen dan kesetiaan,” jawab Henry dengan tegas dan penuh keyakinan.

Tetapi, jawabannya segera ditertawakan oleh orang-orang di sana.

"Bocah miskin, aku akan menunjukkan kepadamu apa yang membuat Lily bahagia! Lebih tepatnya, aku akan menunjukkan apa yang seharusnya seorang pria berikan kepada wanita yang dia cintai,” ujar Albert sembari tersenyum karena ia akan segera melakukan rencananya.

Albert tanpa ragu-ragu menelepon anak bawahnya dan dia sengaja menekan tombol pengeras suara sehingga semua orang bisa mendengar percakapannya.

"Halo, Tuan Albert…" sapa orang di telepon.

Albert segera mengatakan tujuannya menelepon anak buahnya. “Kirimkan mobil Aston Martin keluaran terbaru ke rumah keluarga Wilson. Mobilnya harus atas nama Lily Wilson. Dan aku ingin kau mengirimkannya sekarang juga,” perintah Albert dengan nada arogan yang cukup mendominasi.

"Baik, Pak. Saya akan segera menjalankan perintah Anda.”

Jacob dan Catherine yang mendengar itu tentu merasa sangat senang. Mereka tak peduli bahwa Albert jauh lebih tua dari Lily, Jacob dan Catherine bersumpah akan memaksa Lily untuk bercerai dengan Henry agar bisa menikah dengan Albert.

“Itu hanya hadiah kecil, Jacob. Jika kau memberi restu padaku, maka aku akan mengirimkan hadiah mewah lainnya untukmu dan Catherine!” janji Albert kepada Jacob.

Jacob menepuk pundak Albert dengan ramah. “Tentu... Kau adalah pria terbaik untuk Lily, Albert!”

Di sisi lain, Catherine melirik Henry dengan sinis. “Apa kau mendengar apa yang dikatakan Albert? Dia siap memberikan apa pun yang Lily inginkan. Dan kau? Apa yang bisa kau berikan kepada Lily? Cinta dan kesetiaan? Apa kau pikir kita bisa sarapan dengan cinta?”

“Lebih baik kau keluar dari sini. Kehadiranmu tak pernah diinginkan oleh keluarga kami!” Jacob secara terang-terangan mengusir Henry.

Albert tertawa dengan bangga, dia merasa lebih unggul dari Henry. Dia tahu bahwa saat ini dia telah memenangkan satu langkah di depan Henry. "Kamu sebaiknya segera pergi dari sini, aku khawatir virus miskinmu bisa menulari kami!"

Di saat yang sama dari arah lain, Lily berjalan cepat menuju keluarganya yang sedang mengganggu suaminya.

"Ada kekacauan apa di sini? Ibu, apa yang terjadi? Mengapa Ibu dan Ayah ingin mengusir Henry. Dia masih suami sahku," teriak Lily dengan marah.

"Suami? Suami seperti apa yang kamu banggakan? Suami miskin yang tak punya pekerjaan? Kau seharusnya segera sadar dan pergi meninggalkan suami tak berguna seperti itu!” tegas Catherine.

“Demi apa pun, aku tak akan pernah mencari alasan untuk meninggalkan suamku!”

Mendengar kata-kata Lily, Jacob memandang putrinya dengan marah. "Gadis bodoh! Kau akan hidup bahagia jika menikah dengan Albert. Berpikirlah dengan waras, Albert bisa membuat masa depanmu cerah!” bentak Jacob dengan penuh emosi.

Pada saat yang sama, Jacob hampir saja menampar pipi putrinya, tetapi Albert menahan tangan Jacob. "Tenang, Jacob. Cepat atau lambat, putrimu akan segera luluh oleh kekayaanku,” ucap Albert sembari tersenyum dengan bangga.

Lily hanya bisa menggelengkan kepala mendengar semua kegilaan yang ia dengar. Sementara itu, Henry terlihat menahan emosi.

“Lily tidak akan meleleh oleh kekayaanmu, Albert! Hentikan pemikiranmu yang seperti itu! Istriku berbeda dengan perempuan murahan yang biasa kau kenal!”

Mendengar apa yang dikatakan Henry kepada Albert, Catherine terlihat marah. Dengan wajah garang, dia berteriak pada Henry. "Asal kau tahu saja, Henry! Selama ini kau tidak diterima bekerja di mana pun itu adalah karena aku telah meminta relasiku untuk mem-black listmu di banyak perusahaan di seluruh kota Eastland. Aku juga yang membayar HRD Bizzare Group untuk mengundangmu wawancara yang berakhir dengan penghinaan itu. Kau tahu, aku melakukan semua itu karena aku ingin kau berpisah dengan Lily! Tetap saja bersama Lily-kami jika kau ingin menderita lebih lama lagi!”

Henry tersentak diam, antara terkejut, marah, sedih, juga kecewa.

“Ibu! Ternyata Ibu sudah sangat licik selama ini?! Bagaimana bisa ibu melakukan hal kotor seperti itu?” Lily merasa dadanya terasa sesak. Tiba-tiba perutnya terasa sangat sakit. Awalnya, Lily sangat terkejut ketika mendengar pengakuan ibunya, tapi lama kelamaan, rasa sakit di perutnya mengalahkan rasa panas di hatinya. “Ouch… perutku!”

“Ha ha, aku tahu ini hanya sandiwara! Kau ingin menyelamatkan suamimu dengan pura-pura kesakitan bukan?” ejek Catherine.

Mendengar kata-kata Catherine, emosi Henry meledak. Dia ingin menghardik ibu mertuanya. Namun, melihat Lily merintih kesakitan, Henry segera mengangkat Lily dan meninggalkan pesta dengan segera. Dia tahu Lily tidak sedang pura-pura sakit.

Di luar gedung, Henry menghentikan taksi yang lewat dan segera meminta sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit. Untungnya, jarak dari gedung pernikahan Judith ke rumah sakit tidak terlalu jauh sehingga mereka tiba di rumah sakit dalam waktu 15 menit.

Henry membawa Lily ke ruang gawat darurat. Dengan cemas, dia menunggu Lily di depan ruang gawat darurat selagi Lily diperiksa oleh seorang dokter.

"Jangan khawatir, istri Anda sedang diobati oleh dokter. Sembari menunggu, silakan lengkapi administrasi terlebih dahulu," kata seorang perawat.

Henry mengangguk setuju dan segera menuju kasir. Namun, betapa terkejutnya dia ketika mengetahui betapa besarnya biaya yang harus dia bayar.

"Dua ribu dolar? Tidak bisakah dibayar nanti setelah pasien sehat dan diizinkan pulang?”

Kasir perempuan dengan kacamata tebal segera melotot. “Kamu pikir rumah sakit ini milik ayahmu? Jangan terlalu banyak protes, bayar tagihanmu sekarang juga!”

“Tetapi, sekarang ini saya tidak membawa uang. Bisakah saya membayarnya malam nanti atau besok?" tanya Henry lagi.

"Sialan! jika kamu benar-benar tidak bisa membayar, maka, lain kali jangan biarkan keluargamu sakit!” kasir tersebut membentak Henry.

Di rumah sakit tersebut, sesungguhnya para pasien memang diberikan kelonggaran untuk membayar biaya pada akhir periode perawatan, namun, ada berkas-berkas yang harus ditangani dan kasir tersebut tampak enggan mengurus berkas tersebut sehingga dia berbohong kepada Henry.

Saat itu, Henry benar-benar putus asa. Dia merasa begitu sering dihinggapi kesialan hidup.

Henry ingin kembali menjawab ocehan kasir tersebut, tetapi tiba-tiba ponselnya berdering. Dan betapa terkejutnya dia ketika melihat bahwa ada sekitar 89 panggilan tak terjawab yang datang dari nomor yang sama.

Dengan rasa ingin tahu, Henry menerima panggilan tersebut.

!!

!!

“Tuan Muda, akhirnya Anda menjawab panggilan saya!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
good nopel
suka dengan jalan ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status