"Bagaimana keadaanmu?" tanya Yasinta.
"Baik, Ibu." Sahut Delia sembari tersenyum.
"Selamat atas kehamilanmu," ucap Yasinta.
"Terima kasih, Ibu. Saya sangat bersyukur, akhirnya penantian saya tak sia-sia." Ucap Delia dengan linangan air mata di pipinya.
Yasinta menganguk, ia lalu memeluk Delia. Tanggannya mengelus punggung menantunya itu.
Dari ambang pintu, Andini menatap penuh rasa iri dan benci pada Delia. Disaat ia menderita, Delia malah mendapat kabar bahagia. Sepertinya Sang Kuasa sedang tak adil padanya. Ia pun kembali ke kamar dengan berlinang air mata.
***
Kabar kehamilan Delia tentu membuat hati Elmira terluka. I
Selamat membaca.***Hari ini semua anggota keluarga Dhanuar akan kembali ke rumah. Masa liburan mereka sudah berakhir. Reksa juga sudah harus kembali ke kantor untuk bekerja. Ia tak bisa seenaknya membolos, karena ada banyak orang yang menggantungkan nasibnya di perusahaan yang ia pimpin.Masih seperti kemarin saat berangkat ke villa, kini saat pulang pun Andini dan Delia berebut untuk bisa satu mobil dengan Reksa. Mereka selalu berebut perhatian Reksa. Mereka juga berlomba-lomba ingin dimanja oleh Reksa, apalagi saat ini keduanya sedang mengandung. Hal itu tentu saja semakin membuat Elmira menjauh dari Reksa.Sore hari rombongan Dhanuar sampai di rumah. Kedatangan mereka tentu saja langsung disambut oleh para pelayan.Yasinta langsung menuju kamar. Ia terlalu lelah saat berada di perjalanan, duduk diam selama berjam-jam membuat tubuhnya kaku dan pegal. Apalagi di usianya yang sudah lebih dari setengah abad ini.Elmira juga langsu
Reksa memasuki kamar Elmira. Ia harus berbicara dengan Elmira. Ia tak mungkin membuat hubungannya dengan Elmira menjadi semakin renggang dan akhirnya rumah tangganya tak bisa terselamatkan.Elmira menatap malas pada Reksa yang berjalan ke arahnya. Ia lekas memalingkan wajahnya ke arah Shaka yang tertidur nyenyak di atas ranjang. Ia memperhatikan sang putra yang membuat dirinya kuat dalam menghadapi semua cobaan di hidupnya."Elmira, kita harus bicara," ucap Reksa."Iya, kita memang perlu bicara. Kita bicara saja di luar." Sahut Elmira lalu berjalan menuju balkon.Reksa mengikuti arah langkah Elmira."Bicaralah," ucap Elmira setelah langkahnya terhenti. Ia berdiri menatap pemandangan sekitar rumah yang terlihat indah dan asri."Sudah tiga bulan hubungan kita merenggang. Kita harus memperbaiki rumah tangga kita, Elmira," Reksa mulai membuka suara. Ia ikut berdiri di sebelah Elmira yang tetap tak mau memandang ke arahnya."Hubungan k
Inti mengemasi pakaian Nyonya Elmira dan Juragan muda Shaka ke dalam tas berukuran besar.Sesekali ia melirik ke arah sang nyonya yang duduk diam di sofa dengan pandangan kosong.Ia tahu nyonya majikannya ini tak betul-betul ingin berpisah dari Juragan Reksa. Ia yakin kepergian ini hanya sementara. Suatu saat nyonya-nya akan kembali ke rumah ini lagi dan menjadi satu-satunya istri untuk sang juragan."Semuanya sudah siap, Nyonya," ucap Inti menecah lamunan Elmira."Iya ...," sahut Elmira dengan nada lirih terkesan lesu."Apa kau yakin akan ikut bersamaku?" tanya Elmira sembari menatap lekat manik mata Inti."Saya yakin seyakin-yakinnya, Nyonya," sahut Inti mantap, tanpa ada keraguan sedikitpun."Tolong jaga Shaka. Aku akan berpamitan pada Ibu terlebih duhulu." Ucap Elmira lalu berjalan keluar kamar menuju kamar Yasinta.Sampai di depan kamar Yasinta, Elmira tersenyum menyapa pelayan pribadi ibu mertuanya yang kini tengah menu
Elmira sampai di rumah orangtuanya ketika hari sudah menjelang petang. Haris bergegas turun membukakan pintu mobil untuk Elmira. Setelah itu Elmira lalu turun dari mobil sembari menggendong Shaka melangkah memasuki rumah orangtuanya yang sudah ia tinggalkan selama dua tahun. Sedangkan Inti dan Haris menurunkan tas-tas yang ada di bagasi untuk di bawa masuk ke rumah orangtua nyonya mereka."Ibu ... Ayah ...!" Elmira berseru riang memanggil kedua orangtuanya."Elmira?!" Seru Gustaf saat membuka pintu."Ayah ...." Elmira langsung berhambur di pelukan sang ayah, meski pelukannya terhalang oleh Shaka yang sedang ada di gendongannya namun itu sudah cukup untuk melepas rindu pada ayahnya."Ayo masuk ... masuk ...!" seru Gustaf pada Elmira."Ayo, Cucu kakek. Biar kakek saja yang menggendong." Ucap Gustaf meraih Shaka dari gendongan Elmira."Mirai ... lihat siapa yang datang!!" seru Gustaf berjalan cepat menuju tempat istrinya berada."S
Elmira terbangun saat tengah malam. Ia tak bisa tidur, mungkin karena ini kali pertamanya ia kembali ke rumah orangtuanya meninggalkan sang suami yang mungkin saat ini sedang asik memadu kasih dengan salah satu selirnya.Elmira memandangi putranya yang sudah tertidur lelap di ranjang. Ia lalu melangkahkan kakinya pelan-pelan keluar dari kamar. Mungkin saja angin malam bisa menenangkan kegundahan hatinya dan bisa menyejukan jiwanya.Elmira melangkah melewati ruang tamu, ia menyerngit kala indra penglihatannya tak menangkap sosok pria kepercayaan suaminya."Lhoh ... di mana Haris? Pergi ke mana dia, kenapa tidak ada?" Gumam Elmira dengan tetap melangkahkan kakinya keluar rumah.Elmira duduk di kursi kayu yang ada di halaman depan rumahnya. Melihat sekeliling rumah yang tampak sunyi dan gelap karena minimnya cahaya penerangan. Ia menyipitkan matanya sembari mengamati sesuatu yang aneh di halamannya. Ia langsung berdiri, tubuhnya menegang karena pik
Pagi hari Elmira merasa lebih baik setelah bangun dari tidur nyenyaknya. Tadi malam, setelah memergoki Haris dan Inti ia langsung bisa tidur dengan nyenyak. Ia merasa terhibur dengan fakta mengejutkan dari orang kepercayaannya yang ternyata telah menjalin hubungan secara tersembunyi.Elmira menengok ke sisinya, ternyata Shaka sudah membuka matanya dan bermain dengan sendirinya, sesekali putranya ini tersenyum sendiri."Jagoan ibu, sudah bangun ternyata ya. Pintar kau Sayang, tak rewel sedikitpun." Ucap Elmira sembari mengecupi pipi Shaka.Tookk tokk tokk"Elmira, apa kau sudah bangun?" terdengar suara Mirai dari luar pintu kamar Elmira."Itu suara Nenek, ayo kita bangun." Elmira mengajak putranya berbicara, dan putranya pun sepertinya mengerti lalu menyahuti suara ibunya dengan celotehan khas bayi.Elmira menggendong Shaka lalu melangkah keluar kamar untuk membukakan puntu ibunya."Iya Ibu, aku sudah bangun," sahut Elmira setelah
"Aku tak menyangka jika suamimu ternyata sekaya itu, El." Ucap Rani setelah ia, Dian dan Elmira duduk di kursi yang berada di teras depan rumah Elmira.Elmira mengulas senyum di bibirnya, "kau ini, bisa saja," sahut Elmira."Bagaimana rasanya menjadi orang kaya, El?" tanya Dian antusias.Elmira tampak berpikir, "yaa begitulah," ucapnya kemudian."Pasti kau tak pernah pergi ke dapur atau pun mencuci. Enak sekali ...," ucap Rani."Lihat tanganmu, begitu halus." Ucap Dian saat menarik tangan Elmira. Dian membedakan antara tangannya yang kasar dengan tangan Elmira yang lembut."Iyaa benar, di sana aku tak melakukan pekerjaan apapun selain menggendong putraku," sahut Elmira."Waahh ... enak sekali," gumam Dian.
Sudah satu minggu semenjak kepergian Elmira. Sejak itulah hidup Reksa terasa hambar. Banyaknya pekerjaan membuat Reksa pusing. Ditambah lagi dengan kedua selirnya yang terus saja membuat ulah. Entah apa yang telah dipikirkan oleh kedua selirnya, mereka selalu bertengkar hanya karena masalah yang sepele. Tak bisa dipungkiri, Reksa memang sangat merindukan Elmira."Tuan ...." Haris menghadap Reksa di ruang kerjanya."Kau sudah mempersiapkan semuanya?" tanya Reksa."Sudah, Tuan," sahut Haris."Baguslah," gumam Reksa. Arah pandangan matanya kosong. Tak ada gairah dalam diri Reksa."Apa Anda akan tidur di sini, Tuan?" tanya Haris. Ini sudah hampir tengah malam, dan Juragannya ini tak juga beranjak dari ruang kerjanya."Iya. Aku lebih tenang berada di sini, Haris."