Share

7. Merendahkan Diri

Siang yang biasanya begitu terik, kini terasa dingin karena langit masih mendung setelah semalam hujan mengguyur desa. Untungnya pagi tadi hujan sudah berhenti membuat para petani bisa lega karena bisa berkerja ke ladang mereka.

Sudah satu minggu Elmira menjalin kasih dengan Juragan Reksa. Tanpa diketahui orangtua juga kedua temannya, Elmira selalu menghabiskan waktu siang hingga sorenya di rumah Juragan Reksa. Memadu kasih selayaknya insan yang tengah dimabuk asmara.

Elmira duduk seluntur di sofa panjang yang ada di kamar Reksa, tubuhnya bersender dalam dekapan hangat Reksa.

Tok tok tok.                                     

Bunyi ketukan pintu terdengar, setelah suara Reksa yang mengintruksi menyilakan masuk, kini terlihat Haris datang menunduk tak berani melihat juragannya yang sedang bermesraan dengan kekasihnya.

"Ada apa, Haris?" Tanya Reksa, karena tak mungkin jika Haris menemuinya tanpa ada hal yang penting.

"Di luar ada Nona Gendhis, Tuan," sahut Haris tetap menunduk.

"Apa kau tak katakan padanya aku sedang sibuk dan tak bisa diganggu?!"

"Saya sudah katakan itu, Tuan. Tapi Nona Gendhis memaksa bertemu dengan Anda. Kalau tidak Nona Gendhis akan menunggu di depan sampai Anda bisa menemuinya," sahut Haris.

Reksa membuang nafasnya kasar karena jengah dengan sifat Gendhis.

"Baiklah aku akan menemuinya."

"Permisi, Tuan." Haris undur diri dari hadapan Juragannya.

Elmira menegakan tubuhnya lalu membuang mukanya tak mau melihat ke arah Reksa. Reksa memeluknya dari belakang.

"Aku akan menemuinya sebentar," Elmira tak menjawab sepatah kata pun.

Reksa mengerti, kini Elmira sedang dilanda cemburu. "Aku akan cepat kembali. Kau tak perlu risau karena hanya dirimu yang aku cinta. Hemm ...." Reksa meyakinkan Elmira yang masih terdiam. Reksa mengecupi bahu Elmira yang terbuka karena ulah tangan nakalnya tadi saat memadu kasih.

"Aku keluar dulu," pamit Reksa.

Reksa keluar kamar menemui Gendhis yang sudah menunggunya di ruang tamu.

Gendhis tersenyum saat melihat Reksa berjalan menghampirinya. "Tuan ...," sapa Gendhis.

"Apa perlu apa sampai kau datang ke sini, Gendhis?" tanya Reksa tanpa mau berbasa-basi.

"Apa saya tidak boleh bertamu ke sini, Tuan? Anda juga tak pernah lagi datang ke rumah," ucap Gendhis.

"Aku di sini hanya karena ada perlu dengan Tuan Ardi. Jika aku sudah bertemu  Tuan Ardi di ladang, lantas untuk apa lagi aku bertandang ke rumah beliau," ucap Reksa.

Raut muka Gendhis sudah begitu muram. "Untuk itu saya datang ke sini menemui Anda, Tuan. Tak tahukah Anda, saya begitu mendamba Anda-lah yang akan meminangku kelak."

"Apa maksudmu, Gendhis?!"

"Tak adakah sedikit rasa yang Anda rasakan terhadap saya? Apakah saya kurang menarik?!" tanya Gendhis dengan nada pilu.

"Bukan kau tak menarik, Gendhis. Tapi aku menganggapmu hanya sebatas teman," sahut Reksa.

"Teman?! Aku tak mau dianggap sebagai teman." Gendhis berlari memeluk Reksa.

"Hentikan, Gendhis!" Seru Reksa melepas pelukan Gendhis.

"Tak tahukah kau aku sudah memiliki dua selir?" Ucap Reksa berjalan mundur memberi jarak antara dirinya dengan gadis di depannya.

"Saya tahu, Tuan. Tapi bukankah Anda sedang mencari istri untuk meneruskan garis keturunan Anda, Tuan? Saya bersedia menjadi istri Anda, Tuan," ucap Gendhis sudah tak tahu malu.

"Aku hanya akan menikahi secara resmi dan menjadikan dia istriku apabila dia adalah gadis yang sudah bisa membuatku jatuh hati," sahut Reksa.

"Lalu apakah Anda tak merasa tengah jatuh hati pada saya?" lirih Gendhis.

"Maafkan aku, Gendhis. Aku sudah memiliki kekasih yang akan aku jadikan istri," sahut Reksa.

"Kalau begitu adanya, maka jadikan saya salah satu dari selir Anda, Tuan. Tak apa jika saya hanya menjadi selir Anda, asalkan saya bisa melayani Anda dan selalu ada di sisi Anda, Tuan." Gendhis sudah tak tahu harus bagaimana agar ia bisa menjadi milik Reksa.

"Kau tidak perlu merendahkan dirimu menjadi selirku, Gendhis. Kau gadis terhormat yang bisa mendapatkan juragan muda manapun yang akan mencintaimu kelak," sahut Reksa.

Gendhis menangis tersedu. Ia berjalan tertatih menghampiri Reksa. Diam untuk beberapa saat, lalu secepat kilat Gendhis memeluk Reksa untuk yang kedua kalinya.

"Kalau begitu adanya saya sudah tak mau hidup lagi. Saya begitu mencintai Anda, Tuan .... Kalau Anda tak mau menjadikan saya istri, tak mau menjadikan saya selir, maka jadikanlah saya gundik," ucap Gendhis membuat Reksa mendelik.

"Bicara apa kau?!" Seru Reksa mencoba melepaskan diri dari pelukan Gendhis.

"Tak tahukah kau apa itu arti seorang gundik?!" tanya Reksa dengan nada tinggi. Reksa merasa tak enak hati pada Gendhis. Terutama pada Juragan Ardi atas sikap gatal Gendhis ini.

Reksa tak bisa membayangkan bagaimana bisa nona dari keluarga terhormat merendahkan dirinya untuk menjadi seorang gundik. Reksa rasa, gadis di depannya ini sudah hilang akal sehat.

"Saya tahu ... gundik hanya akan menjadi pelayan di atas ranjang tanpa ada ikatan apa pun," sahut Gendhis lirih.

"Lalu kenapa kamu menawarkan dirimu menjadi gundik?" tanya Reksa.

"Apa pun asalkan saya bisa bersama Tuan." Kini tangis Gendhis sudah pecah.

"Aku tidak bisa. Sekarang pulanglah. Aku kira dirimu sedang tak sehat saat ini," ucap Reksa.

Gendhis tiba-tiba mendekat, mencium bibir Reksa secara paksa. Reksa tak menolak juga tak membalas ciuman Gendhis. Reksa adalah pria normal yang tak akan menolak jika ada gadis bersedia mengangkang untuknya. Gendhis membuka kancing bajunya hingga tubuh bagian atasnya bisa terlihat oleh Reksa.

"Saya ingin memberikan perawan saya untuk Tuan nikmati. Saya janji setelah ini saya tak akan mengganggu Tuan lagi. Saya juga tidak akan menuntut Tuan bertanggung jawab atas diri saya setelah ini." Bisik Gendhis lalu kembali melahap bibir Reksa.

Kabut gairah sudah membutakan Reksa. Ia bahkan lupa jika ada gadis yang ia cintai sedang menunggunya di dalam kamarnya. Reksa tak bisa menolak pesona tubuh sintal Gendhis yang kini sudah terpampang pasrah di depannya.

***                               

Komen (1)
goodnovel comment avatar
kep
buset, penjahat kelamin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status