Home / Romansa / Sang Sekretaris / Kurang Piknik

Share

Kurang Piknik

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2021-12-03 00:08:22

“Kamu kenapa, sih? Dari tadi banyak diamnya?” tanya Christ sebelum mobil yang dikemudikannya berbelok di halaman gedung Swara Media. 

“Mau dapet kayaknya, moodku nggak enak banget,” ujar Bening beralasan. 

Pagi tadi, sebelum Christ datang untuk sarapan sekaligus mengantarkan Bening ke kantor, Sinta kembali mengingatkan Bening tentang hubungannya dengan pria itu. 

Bening pun meminta waktu kepada Sinta untuk membicarakannya semuanya dengan Chris sekali lagi. Jika kali ini, mereka tidak mendapatkan titik temu, maka Bening berjanji akan mengakhiri semuanya  dengan pria itu.

Untuk itu, Sinta pagi tadi tetap bersikap ramah seperti biasanya. Wanita tua itu mengurungkan niatnya untuk membicarakan hubungan yang ada di antara cucunya dan pria itu.

Sungguh disayangkan sebenarnya. Christ dan seluruh keluarganya adalah hal yang sempurna untuk Bening. Akan tetapi, ada satu hal dasar, yang tidak bisa menyatukan doa mereka.

“Tamumu itu, baru datang seminggu yang lalu,” ungkap Christ lalu menyalakan lampu seinnya. Berbelok ke dalam parkiran gedung dan memarkirkan mobilnya tidak terlalu jauh dari pelataran kantor.

Bening menoleh pada Chris dengan tawa lemah. Pria satu itu, memang berbeda. Selalu sempurna tanpa cela di mata Bening. Christ bahkan lebih tahu mengenai jadwal tamu bulanan Bening daripada dirinya sendiri.

“Puyeng, kantor mau ada acara, kan? Mana pemred baru itu resek banget.” Bening kembali beralasan karena pagi ini bukan waktu yang tepat untuk menyelesaikan semuanya.

“Sabar, kalian kan belum saling kenal,” ucap Christ setelah mematikan mesin roda empatnya. “Baru seminggu, kan? Nanti lama-lama juga pasti tahu ritme kerja dan wataknya dia bagaimana.”

“Iya, kali.” Bening melepaskan sabuk pengamannya dan seperti biasa, akan selalu ada pagutan panas sebelum Christ melepas Bening untuk keluar dari mobilnya. 

“I love you.”

“Love you more,” balas Bening lalu menghapus sedikit lipstik yang menempel di bibir Christ. “Jemput jam enam, ya!”

“Oke!”

Tanpa menunggu mobil Christ beranjak dari parkiran, Bening segera berjalan menuju gedung kantor. Begitu kaki Bening melangkah memasuki lift, ada Aga yang ternyata menyusul masuk bersamanya.

“Pagi, Pak Aga,” sapa Bening dengan tidak ikhlas. Hatinya masih saja terlampau kesal karena peraturan mendadak yang diciptakan Aga untuk dirinya. 

Pria yang selalu berpenampilan santai itu, lantas menatap Bening lekat-lekat. Tidak membalas sapaan yang dilontarkan oleh sang sekred. Sejurus kemudian, Aga pun berdecak setelah menekan tombol lantai, tempat mereka berkerja. 

“Jangan berbuat asusila di kantor.”

Manik Bening menatap sudut lift sekilas sembari berpikir. “Saya?”

“Siapa lagi yang pagi-pagi sudah berbuat mesum di parkiran kantor.”

Bibir sensual Bening itu mencebik dan Aga dapat menatapnya dari pantulan pintu lift. “Bapak itu, kayak nggak pernah muda aja.”

Aga langsung melirik ke arah Bening dengan tajam. “Saya pernah muda, tapi saya nggak melakukan—“

“Anggaplah saya percaya,” putus Bening menirukan ucapan Aga padanya kala itu. 

Aga langsung menarik napasnya dalam-dalam. Seumur-umur Aga bekerja di beberapa tempat, ia tidak pernah sekali pun berani untuk memutus ucapan atasannya, seperti yang sudah dilakukan oleh Bening barusan.

“Saya heran, kenapa kamu bisa jadi sekred di sini. Attitude kamu itu buruk sekali.”

Bening memutar tubuhnya untuk menatap Aga. Ia mengetuk pelipisnya dua kali dengan pongah. “Otak saya encer, Pak,” jawabnya dengan semua rasa percaya diri yang luar biasa. “And my attitude is, based on how you treat me. If you treat me right, I’ll treat you better.”

“Kamu sadar dengan posisimu saat ini, Ning?” tanya Aga dengan nada mengancam.

“Saya dua tahun loh, Pak, jadi sekred di sini.” Bening memulai argumennya dengan tegas. “Silakan Bapak tanya sendiri, dari OB sampai jajaran petinggi di atas sana, bagaimana kinerja dan sikap saya dengan mereka.”

Denting pintu lift yang menandakan mereka sudah sampai di lantai redaksi, akhirnya berbunyi nyaring. Hal itu membuat Bening ingin segera mengakhiri perdebatannya dengan Aga secepat mungkin.

“Permisi, Pak,” pamit Bening dengan cepat, lalu keluar lebih dulu untuk meninggalkan Aga. Bagi Bening, atasan barunya itu mungkin saja kurang piknik atau tidak diberi jatah oleh istrinya di rumah. Jadi, Aga selalu melampiaskan semua hal itu kepada Bening di kantor. 

“Hubungi lagi semua kepala daerah dan kepala dinas yang ada di daftar kemarin,” titah Aga berhenti sebentar di samping meja Bening. Perasaan kesal itu masih ada sebenarnya, tapi, Aga harus bersikap profesional dan menyingkirkan semua egonya.

“Pastikan, siapa-siapa saja yang bisa datang dalam malam penghargaan nanti. Jika berhalangan, langsung tanya, siapa yang mewakilkan dan catat namanya.”

“Oke, Pak.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
nanti lama² juga jatuh cinta nih Aga
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Sekretaris   Pengumuman

    Haluu Mba beb ... Sang Sekretaris beneran tamat dund. Mas Telaga Cakrawala sama mba Bening Bhanuwati mohon pamit undur diri dulu. Mereka mau istirahat. Kan, mau buatin adek buat Awan. :D :D :D Nanti, kita ketemu sama mereka lagi di spin off-nya dengan judul SANG PENGACARA, dan kita tuntasin hil-hil yang masih menggantung di sana. Daaan, berikut ini daftar penerima koin GN dari saia untuk 5 top fans pemberi Gems terbanyak di Sang Sekretaris. Datanya diambil per tanggal 30 June 2022 tepat pukul 06.00 WIB. RF Rifani : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Tralala : 750 koin GN + pulsa 150 rb Demigoddess : 500 koin GN + pulsa 100 rb Zee Sandi : 350 koin GN + pulsa 50 rb Lili Ning Mardani : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeh @kanietha_ Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi, saia bisa setor

  • Sang Sekretaris   Penawaran Aga

    “Ayo, keluar.” Bening merengek, sembari menggelengkan kepala. Ia belum siap dengan ajakan Aga, untuk menemui sang mertua yang meminta mereka datang pagi ini. Karena Bening tahu, yang akan dibahas oleh Arum, pasti masalah itu lagi, itu lagi. “Dulu, waktu sama bu Vira, mama begini juga nggak, sih?” “Nggak.” Aga langsung menjawab dengan pasti. “Kok, sama aku begini?” sambar Bening secepat mungkin, sambil meremas tali sabuk pengaman yang masih belum ia buka. “Tapi sama bu Vira, nggak?” “Karena kami dulu masih muda, Beb,” jawab Aga lalu mencondongkan tubuh untuk membuka sabuk pengaman sang istri. “Masih sibuk meniti karir, dan betul-betul merintis semua dari nol.” “Eh, aku juga masih muda.” Bening kembali berkilah seperti biasa. “Tapi aku?” Aga menjatuhkan satu kecupan hangat di pipi sang istri. “Sebentar lagi, aku sudah kepala empat. Mama sama papa juga nggak akan selalu fit seperti sekarang.” “Kamu, tuh, sepertinya udah mulai oleng, deh.” Bening mencibir lalu memanyunkan bibir. “I

  • Sang Sekretaris   Sang Ibu Mertua

    “Mama itu ada ngomong apa, sih, sama Awan?” Bening membuka rumah pemberian Aga yang baru saja selesai di bangun. Masih kosong, dan belum diisi furniture sama sekali. Ini pertama kalinya, Bening dan Aga menghampiri rumah mereka ketika semuanya sudah bersih dan siap diisi berbagai perabotan dan ditempati. Jika mengingat resepsi pernikahan mereka yang akan digelar sebentar lagi, keduanya sudah bisa menempatinya setelah pulang dari bulan madu. “Mama? Ku?” Aga bertanya ragu, karena mereka pagi tadi sempat mengajak Awan pergi ke rumah Clara. Sudah dua hari Awan menginap di apartemen, dan waktunya mengembalikan bocah itu pada Vira. Jika tidak, mantan istrinya itu pasti akan menelepon Aga tanpa henti. “Atau, mamamu?” “Mamamulah.” Hentakan ujung high heels Bening menggema pada lantai marmer di seluruh ruang yang masih kosong itu. “Mama Arum.” “Mamaku, ada ngomong apa?” Aga dengan cepat menyusul langkah Bening yang terlihat kesal. Namun, tidak berniat untuk mensejajarkan langkahnya. Ke ruan

  • Sang Sekretaris   Keputusan Bersama

    Arum membuang napas panjang. Meskipun masih setengah hati, tapi ia sudah tidak bisa berbuat apapun lagi. Mengingat, bagaimana putranya itu terlihat sangat jatuh cinta dengan Bening, pun dengan Awan yang tidak mempermasalahkan semuanya, Arum menyerah. Namun, menyerah di sini bukan berarti Arum setuju, karena ada sebagian dari hatinya masih tertinggal dengan Vira.Dalam diam, terkadang Arum masih memikirkan nasib mantan menantunya itu. Arum mengerti jika sikap Vira memang tidak bisa dibenarkan, tapi Aga pun ternyata sudah patah arang dan tidak ingin melanjutkan rumah tangganya kembali. Jadi, hanya perpisahan yang menjadi jalan keluar satu-satunya.“Jadi, bagaimana kalau resepsinya dipercepat saja?” usul Clara di tengah-tengah pertemuan kedua keluarga yang diadakan di rumahnya. Sudah dua bulan berlalu dari pembacaan surat wasiat Camila kala itu, tapi baik Aga, maupun Bening tidak kunjung menyinggung masalah resepsi pernikahan. Sampai akhirnya, Clara meminta Aga menghubungi kedua orang tu

  • Sang Sekretaris   You're Welcome

    “Telaga … Cakrawala.”Pria paruh baya yang duduk santai pada kursi taman di belakang rumah, mengangguk-angguk ketika melihat Aga muncul di hadapannya.“Awalnya saya sangsi kalau yang disebut mendiang ibu Camila adalah Aga yang sama, tapi, sangat kecil kemungkinannya kalau ada dua orang yang namanya sama persis seperti kamu,” tunjuk pria itu, lalu menatap gadis yang berada di samping Aga.Seluruh anggota keluarga yang sudah lebih dulu berkumpul, hanya bisa tersenyum canggung. Selain berprofesi sebagai pengacara keluarga, pria paruh baya yang duduk bersama putranya itu, juga merupakan sahabat dekat mendiang Camila.Aga memberi senyum ramah, lalu segera menghampiri pria tersebut bersama Bening. “Apa kabar, Be? Kita lama nggak ketemu.”Pria paruh baya dengan nama asli Rasyid Pamungkas itu, segera berdiri untuk menyambut uluran tangan Aga. “Saya kaget, waktu Abi bilang kamu sudah nikah lagi. Lebih kaget lagi, waktu tahu kamu menantu dari mendiang ibu Camila.”Setelah menjabat tangan Aga, R

  • Sang Sekretaris   Kita Deal

    “Percuma beli mobil baru.” Bening berdecak, dan selalu saja sibuk membeo setiap kali jalan bersama Aga. “Pergi ke mana-mana selalu disupirin gini. Buang-buang uang tahu, nggak!”“Kan, lebih enak disupirin gini.”“Terus ngapain beli mobil baru, kalau aku nggak boleh nyetir sendiri,” protes Bening.“Siapa bilang nggak boleh nyetir sendiri?” sanggah Aga tetap tenang tanpa melirik sang istri sama sekali. Ia hanya menatap lurus pada jalan raya, sembari menahan tawa. “Kebetulan aku punya waktu luang, jadi mending aku yang nyupiri, kan?”“Kenapa kamu selalu punya waktu luang pas aku mau jalan.” Bening kembali protes karena curiga dengan sikap Aga. Semakin ke sini, pria itu semakin posesif saja. Ke mana pun Bening pergi, Aga akan selalu punya waktu pergi menemaninya. “Pas jam kerja juga gitu. Pasti mendadak bilang kerjaan selesai, kalau aku izin mau jalan.” “Karena kerjaanku memang sudah selesai,” jawab Aga santai tanpa beban. “Lagian mobilmu ini juga kepake, kan? Jadi, kita belinya nggak si

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status