"Inka-"
"Cukup Mohan! ku mohon, hentikan kegilaan mu ini!" tekan Inka memotong ucapan Mohan.Inka berbalik badan ingin segera masuk ke dalam rumahnya, namun dengan cepat juga Mohan bertindak memeluk tubuh Inka dari belakang.Inka tersentak dengan pelukan tiba-tiba dari Mohan di belakang tubuhnya. Anehnya, Inka tak berusaha melepaskan pelukan itu. Hanya bibirnya yang bicara meminta di lepaskan."Mohan, lepaskan!" badan Inka menggeliat, meronta agar Mohan melepaskannya.Nyatanya, tangan Inka sama sekali tak menampik atau bergerak melepaskan kedua tangan besar Mohan yang melingkupi bagian perutnya.Mohan menjatuhkan dagunya di bahu kanan Inka, sedikit mengecup dari balik luar baju wanita itu."Aku merindukanmu, Inka. Kembalilah bekerja di pabrik." pinta Mohan berbisik di telinga Inka."Kenapa?" satu kata yang terlontar dari mulut Inka."Kenapa kau melakukan semua ini padaku? Apa tujuanmu sebenarnya Mohan, apa niatmu kali ini?!" bentak Inka sSesuai permintaan Mohan, pria itu-sungguh datang menemui Inka. Tersenyum ke arah Inka seraya membuka pintu mobilnya, Inka langsung masuk dan duduk di kursi sebelah kemudi.Bu Ina menatap kepergian putrinya bersama pria yang sangat di bencinya. Tadi malam Inka sudah meminta izin padanya untuk pergi bersama Mohan satu harian penuh. Awalnya, bu Ina sangat marah sekali apalagi mendengar ucapan Inka selanjutnya yang mengatakan menyetujui ajakan Mohan.Mau tak mau akhirnya bu Ina pasrah dan mengalah pada keputusan putrinya. Toh, putrinya juga mengatakan jika setelah itu Mohan akan menjauh dari kehidupan mereka. Yang artinya, selanjutnya Inka akan terbebas dari mahluk yang bernama Mohan itu.Di dalam mobil..."Kita mau kemana?" tanya Inka bingung dan khawatir akan di bawa kemana dirinya oleh Mohan."Kemana saja. Bukankah hari ini kita akan menghabiskan satu harian penuh?" Inka mengangguk."Ehmm, kalau begitu aku akan menelpon temanku dulu. Agar dia
"DERRRRR!"Inka terlonjak kaget saat Kanz dengan sengaja mengaggetinya. Inka mendengkus seraya memegangi dadanya yang bergemuruh kencang."Kanz!! Kau sengaja ya, ingin buat aku jantungan." protes Inka kesal."Maaf, habisnya kamu dari tadi aku lihatin melamun terus." sesal Kanz yang merasa tak enak hati karena sudah mengaggeti Inka.Inka tak menanggapi, ia lebih memilih mengelus pelan dadanya yang masih berdetak kencang, efek di kagetin Kanz."Memikirkan apa sih, huh?" tanya Kanz penasaran."Uhm, tidak ada.""Yakin?""Iya," jawab Inka bohong."Kau bohong!""Ti-tidak." tergagap Inka mengatakannya saat Kanz begitu pintar menebak ekspresi raut wajahnya."Ya sudahlah, aku tak akan memaksa. Tapi, kalau kau butuh teman curhat. Maka aku dengan senang hati akan menjadi pendengar yang baik, dan kedua tanganku terbuka lebar untuk menerima pelukanmu, hehehe." jelas Kanz terkekeh di akhir kalimatnya.Inka tergelak mendengarn
Kanz menatap sebuah kotak beludru warna merah yang baru saja ia beli dari uang hasil jerih payahnya selama ini. Sudah di pastikan apa isi di dalamnya, yang pasti selalu membuat Kanz tersenyum-senyum.Jujur, ia pun tak pernah kepikiran untuk membeli benda seperti ini. Hatinya tergerak karena Inka, gadis itu mampu menggetarkan hati, jiwa dan pikiran Kanz secara pelan-pelan.Awalnya Kanz mengira jika apa yang ia rasa pada Inka hanyalah ketertarikan semata. Tapi Kanz salah, ketika hati dan pikirannya di kuasai Inka.Kanz mau makan ingat Inka, Kanz mau minum ingat Inka. Bahkan Kanz mau ke kamar mandi pun ingat Inka.Apa Kanz jatuh cinta? Cinta? Ya, Kanz jatuh cinta pada Inka.Untuk itu ia harus bertindak cepat menyatakan cintanya pada Inka, sebelum Inka di tikung pria lain.Senyuman di wajah Kanz tak pernah surut kala ia memikirkan segala rencana yang telah ia susun. Besok malam, dia akan mengatakannya pada Inka. Dan semoga gadis i
Kanz mengucap syukur pada sang kuasa karena bisa kembali berkumpul dengan keluarganya. Sarapan bertiga di satu meja yang sama membuat ketiganya bahagia, sesekali di iringi canda tawa di setiap obrolan yang mereka bicarakan.Selesai sarapan pak Hans mengajak Kanz untuk ke ruang santai di rumah mewahnya yang sangat luas. Seakan mengerti, bu Seana membiarkan ayah dan anak itu saling melepas rindu, meskipun ia sendiri jauh sangat merindukan Kanz.Pak Hans dan Kanz duduk saling menatap di sofa yang ada di ruangan santai itu. Senyuman kebahagiaan tak pernah hilang di wajah tua pak Hans."Papa tidak bekerja?" tanya Kanz melihat papanya yang tampak santai."Kan, ada kau yang akan menggantikannya." pancing pak Hans ingin melihat ekspresi putranya itu.Tak di duga, Kanz kali ini yang mendengar hal itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Katakan, siapa gadis itu?""Gadis siapa, yang papa maksud?" balik tanya Kanz bingung."Wanit
Mohan tampak kacau beberapa hari ini, terlihat ia begitu serius memandangi berkas-berkas di mejanya. Memfokuskan diri pada kerjaannya, tetapi sekuat apapun ia berusaha tetap saja ia tak bisa fokus.Pikirannya terus mengingat kejadian beberapa hari lalu, dimana ia menghabiskan satu harian penuh bersama Inka sekaligus menjadi hari terakhir mereka bertemu.Saat hari itu berakhir rasanya jiwa Mohan mati, semangat hidupnya menjadi redup. Lenyap, hilang tanpa jejak.Menangisi semua yang terjadi juga percuma, karena semua kesalahan memang berawal darinya. Mohan sedikit bersyukur, setidaknya Inka sudah memaafkannya dan itu sudah lebih dari cukup.Mohan melirik ke arah arlojinya, dia ingat hari ini ada janji temu kembali dengan pak Hans Laurent. Ayah dari Kanz, pria yang sekarang ini dekat dengan Inka.Mohan mendengus mengingat Kanz, betapa beruntung sekali pria itu selalu bisa berdekatan dengan Inka.Pak Hans mengatakan akan melakukan janji temu di tempat biasa
Selamat pagi!!! Adelle update nihAbaikan judul part-nya ya hihi, emang lagi syantiikkk.*****Inka menyesali hari ini, kenapa dari sekian banyaknya manusia di muka bumi ini. Inka harus berhadapan dengan satu orang yang sangat ia tak sukai, wanita yang telah mengambil lelaki di masa lalunya.Bukan benci, hanya saja Inka malas berurusan dengan kedua orang ini. Baik Dewi maupun Mohan, Inka sudah tak ingin ikut dalam urusan mereka."Jadi, kau bekerja disini?" tanya Dewi tersenyum sinis meremehkan.Rasanya sangat malas bagi Inka untuk menjawab pertanyaan wanita licik ini. Tapi, Inka masih sadar diri akan tempat dimana ia sekarang berada."Iya," jawabnya singkat."Mbak ingin pesan apa?" tanya Inka se-sopan mungkin."Sejujurnya Inka merasa sedikit curiga, dari sekian banyaknya penjual jus di kota ini. Kenapa Dewi malah membeli jus di tempatnya? Apakah ini memang murni karena ketidak sengajaan atau sengaja?Lagi-lagi Dew
"Inka!""Ya?" sahut Inka singkat dan santai."Nanti malam kau ada waktu tidak?" tanya Kanz sehati-hati mungkin."Kenapa?""Nanti malam aku ingin mengajak mu keluar, kau bisa kan?"Inka tampak diam berpikir dengan ajakan Kanz, cukup lama dan tak lama kepala Inka mengangguk."Dandan lah yang cantik, supirku yang akan menjemputmu." jelas Kanz tersenyum manis dan wajah berseri penuh kebahagiaan."Supir? Maksudmu?" tanya Inka bingung."Supir pribadi di rumahku Inka, mulai hari ini aku akan mencoba memulai kembali tinggal bersama kedua orang tuaku." jelas Kanz."Benarkah?" Kanz mengangguk."Syukurlah, aku ikut bahagia mendengarnya." lega Inka begitu bahagia."Semua berkatmu Inka, jika bukan kau yang selalu menasehatiku. Kemungkinan, saat ini aku masih berkeras hati."Inka tersenyum. "Kau terlalu memuji Kanz, aku hanya mengatakan apa yang menurutku benar. Aku ingin kau bahagia bersama kelu
"Inka, aku-""Kanz, tempat ini indah sekali!" ungkap Inka menjerit bahagia memotong ucapan Kanz.Kanz terdiam seketika, keberanian yang tadi sempat terkumpul hilang seketika. Tersenyum seraya mengulurkan tangannya ke arah Inka yang awalnya bingung namun setelahnya wanita itu menerima uluran tangan Kanz.Kanz membawa Inka untuk duduk di tempat yang sudah tersedia meja lumayan besar dengan dua kursi yang saling berhadapan. Indahnya lampu-lampu kecil yang terpasang di seluruh tempat ini menjadikan suasana terasa sangat romantis.Walaupun tidak ada musik yang mengiringi, tapi ini sudah jauh lebih indah dari Kanz bayangkan. Berduaan dengan Inka di tempat yang memang sudah di rancangnya ini pun ia sudah sangat bersyukur, setidaknya Inka tak menolak ajakannya.Inka tak perlu dan tak ingin repot-repot menanyakan ini tempat apa, karena ia tahu pastilah Kanz juga tak perlu repot akan menjawabnya. Cukup diam dan menikmati pada apa yang sudah Kanz berika