Ferdi membolak-balik kertas yang ada ditangannya, sesekali pria itu mengernyit keningnya jikalau melihat kesalahan disana. Tapi tak lama ia akan kembali serius untuk memeriksa tumpukan laporan dengan teliti. Tak ada waktu yang ia sia-siakan, bagaimana pun dirinya harus menjadi pemimpin yang baik selepas dari masalah pribadinya. Meskipun ia tak terlalu menyukai pekerjaan yang membosankan ini, tapi demi sang ayah Ferdi terpaksa menurut.
Suara ponsel mengalihkan perhatian Ferdi dari laporan yang diperiksanya. Ternyata yang meneleponnya adalah ibunya, tak ada niat untuk mengangkat panggilan, Ferdi memilih mematikan ponselnya agar tak diganggu lagi saat bekerja.
“Pasti wanita itu mengadu lagi, benar-benar pembuat masalah!” Ferdi menghela nafas kesal. Ferdi bersandar pada kursi besar kebanggaan nya, sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya untuk mendapatkan sang pujaan hati.
Tak pernah sekalipun ia akan memikirkan masa depan pernikahan
Hari ini hari dimana Intan dan Zaki diminta orang ibu mereka untuk memilih baju pengantin. Pagi sekali Zaki telah datang menjemput sang calon istri untuk pergi ke butik. Bahkan Intan tak sempat sarapan karena didesak sang bunda untuk cepat pergi, gadis itu hanya bisa menurut saja tanpa protes.“Apa ini tidak terlalu pagi? Lagi pula butik juga belum buka jam segini,” Intan bertanya pada Zaki dengan sedikit berbisik.“Kamu tidak perlu kawatir ... Lebih baik kita perlu lebih awal, agar tak terjebak macet.” Hanya sebuah alasan, padahal dalam hati ia hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan gadis ini.Satu Minggu lagi mereka tidak akan bisa bertemu, itu karena mereka akan menjalani pingitan yang merupakan sebuah adat sebelum pernikahan kata orang tua mereka. Zaki hanya bisa menurutnya saja, toh ini juga demi kebaikan mereka juga.“Baiklah,”Setelah berpamitan dengan ibu Intan dan juga Bang Bima, mereka langsun
Zaki menatap penampilan Intan yang sangat cantik, pria itu buru-buru berdehem sebelum mengeluarkan suaranya.“Ini bagus ... Jika suka ambillah.”Baju pengantin yang berwarna putih dihiasi mutiara, membuat penampilan Intan benar-benar cantik dan tampak anggun. Baju yang dikenakan Intan adalah baju yang memakai hijab, jadi Zaki cukup senang dengan pilihan Calon istrinya, ia bahkan tak protes sedikit pun.“Apa bagus? Jika tidak aku akan pilih baju yang lain.” Intan bertanya pada Zaki.“Memangnya kamu mau baju yang mana?”Intan yang melihat Zaki yang terlalu serius, membuat ia memiliki ide jahil. Dengan asal ia menunjukkan baju pengantin yang sangat seksi. Bagaimana tidak, baju itu tak memiliki lengan dan juga bagian punggung dan dada sangat terbuka. Intan yakin jika dia memakai pakaian itu pasti bunda dan kakak tak akan mau mengakuinya lagi sebagai keluarga. Padahal bagian belakang berjuntai cukup panjan
“Kenapa diam? Ayo masuk, Bunda pasti sudah menunggu kita.”Intan menoleh sesaat sebelum ia kembali menatap rumah mewah itu dengan ragu.Dengan pelan intan mendekati Zaki. Ia meraih tangan pria itu untuk menggenggamnya, seolah ingin mencari perlindungan. Tak apa-apa kan? Toh Zaki pernah berjanji padanya akan selalu berada disisinya apapun yang terjadi.“Kali ini izinkan aku menyentuhmu ... Aku harap kamu tidak keberatan?” Intan menatap mata Zaki untuk mencari jawaban.Zaki menatap bingung tangan mereka yang bertautan, ia mengangguk pelan membuat gadis disebelah nya ikut tersenyum, meskipun terkesan dipaksakan.Intan benar-benar gugup, bukan karena takut bertemu dengan calon mertua, tapi hanya saja ia merasa belum siap untuk respon mereka nanti. Bagaimana nanti mereka akan menyambutnya? Apa kali ini ia juga akan mendapatkan sindiran dan hinaan seperti dulu saat berkunjung ke rumah keluarga Ferdi.******”
“Kenapa diam? Ayo masuk, Bunda pasti sudah menunggu kita.”Intan menoleh sesaat sebelum ia kembali menatap rumah mewah itu dengan ragu.Dengan pelan intan mendekati Zaki. Ia meraih tangan pria itu untuk menggenggamnya, seolah ingin mencari perlindungan. Tak apa-apa kan? Toh Zaki pernah berjanji padanya akan selalu berada disisinya apapun yang terjadi.“Kali ini izinkan aku menyentuhmu ... Aku harap kamu tidak keberatan?” Intan menatap mata Zaki untuk mencari jawaban.Zaki menatap bingung tangan mereka yang bertautan, ia mengangguk pelan membuat gadis disebelah nya ikut tersenyum, meskipun terkesan dipaksakan.Intan benar-benar gugup, bukan karena takut bertemu dengan calon mertua, tapi hanya saja ia merasa belum siap untuk respon mereka nanti. Bagaimana nanti mereka akan menyambutnya? Apa kali ini ia juga akan mendapatkan sindiran dan hinaan seperti dulu saat berkunjung ke rumah keluarga Ferdi.******”
Intan melepas pelukan erat Ferdi dari tubuhnya. Gadis itu geram dengan tingkah mantannya ini yang tidak tahu sopan santun. Ferdi yang baru datang langsung memeluknya, membuat gadis itu tak bisa menghindar.“Apa-apaan kau Ferdi! Berhenti memelukku seperti itu!” Intan melepas pelukan Ferdi dengan kasar.“Intan ... Katakan, berita itu bohong bukan?” Ferdi bertanya tak sabaran, ia mencengkeram erat bahu intan yang membuat gadis itu meringis sakit.Intan menatap dengan kebingungan, memangnya ada berita apa? Tapi rasa kesalnya, ia memilih tak peduli dengan wajah Ferdi yang terlihat sendu yang disisi lain juga terlihat pria ini dipenuhi kemarahan.“Berhenti mengganggu ku, kak! Apa kamu tidak mengerti juga, aku tidak ingin berhubungan lagi dengan mu! Apalagi datang-datang langsung memelukku seperti tadi.” Intan berucap penuh penekanan.Ia tak ingin suatu hari nanti kejadian ini terulang lagi. Dan bagaimana jika Zaki meli
Intan keluar dari kamarnya, ia berniat melihat keluar rumah, karena ia mendekati suara ribut selain suara Ferdi. Tapi melihat bundanya yang Membuka pintu, membuat gadis buru-buru menghampirinya.“Bunda? Ada siapa diluar?” tanya Intan ketika memperhatikan halaman rumah.“Loh, masa kamu gak tahu? Itu calon suamimu berantem sama mantanmu,”Intan terbelalak kaget. Sungguh celaka dirinya sekarang. Apa Zaki sudah dari tadi disini dan melihat dirinya berpelukan dengan Ferdi tadi?Intan buru-buru ingin keluar, tapi bunda langsung mencekal lengannya.“Kenapa bunda?” tanya Intan bingung.“Biarkan mereka ... Kamu lebih baik bantu bunda masak saja,”“Tapi Zaki?”“Udah, dek. Mereka laki-laki, bisa menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri. Jangan membuat suasananya semakin memanas diluar.”Intan mengangguk, ia memilih ikut ibunya ke dapur dari pada men
Dengan baju kebaya putih dan sanggul yang tertata rapi, disertai dengan hiasan yang begitu memukau membuat Intan bertambah cantik saja. Hari ini ia menjadi pengantin, tak disangkanya hari berdebar ini datang begitu cepat padanya.Sura lantunan merdu terdengar diruang tamu. Zaki sedang membaca surat Al-rahman salah satu mahar yang ia berikan untuk Intan dari jumlah mahar yang lainnya. Intan meneteskan air matanya saat Zaki selesai membaca ayat suci alquran itu dengan sangat baik. Ia juga mendengar suara tepuk tangan dari para tamu yang datang.Sebenarnya Intan tak meminta apa-apa pada Zaki, tapi pria yang menyiapkan semua mahar untuk sang calon istri. Sekarang intan menyesal telah mengatakan Zaki pria yang tak romantis, padahal pria ini sangat-sangat romantis dengan caranya sendiri.“Suami kamu hebat ya, dek. Abang juga mau seperti itu nanti sama calon istri abang, biar dia juga bahagia seperti kamu.” Bima terharu mendengar sua
Intan menggeliat dalam tidurnya, tak lama mata gadis itu mulai terbuka belahan. Sesaat ia terdiam merasakan seseorang memeluk tubuhnya dari belakang, setelah ia menyadari jika itu tangan suami barunya ia bernafas lega.Tak ingin mengganggu tidur Zaki, intan memilih diam-diam turun untuk ke kamar mandi. Tapi pelukan di pinggangnya semakin erat membuat ia tak bisa pergi sedikit pun dari dekapan sang suami.Embusan nafas Zaki dipuncak kepalanya membuat intan merasa geli, tapi ia tak mengubah posisinya, seolah tak ingin kehilangan kehangatan yang membuat ia nyaman sepanjang malam ini. Sebenarnya ia merasa sedikit gerah karena masih memakai pakaian kemarin, tapi tidak apa, karena tadi malam ia sangat capek sampai tak tahu sejak kapan ketiduran.Intan tersenyum lebar, melewati malam berdua dengan kekasih halalnya membuat Intan sangat senang, rasanya berbeda bagaimana gitu. Bahagia tak tak dapat ia sebut dengan kata-kata, hanya dengan senyuman i