Share

Bab 5

“Kalau begitu,  tolong katakan padaku bagaimana cara mencari jodoh yang baik?”

 

Intan sengaja ingin tahu dengan pikiran pria ini,  tapi siapa sangka jawaban pria itu malah membuat ia merasa gamang.

 

“Taaruf!”

 

Intan langsung mencibir,  pemikiran pria didepanya ini benar-benar sangat kuno.  Tentu saja intan tak setuju, bukankah pacaran lebih baik? Kita bisa lebih mengenal pria yang menjadi calon suami masa depan kita, bukan? Lagi pula kita tak tahu kan, bagaimana kalau ternyata pria itu kasar dan suka memukul, itu pasti akan membuat dirinya menyesal  karena sudah memilih untuk berjodoh  dengan pilihan orang lain.

 

“Kau pasti berpikir cari ini sangat kuno,  tapi percayalah tidak ada ajaran Allah ini yang menyesatkan umatnya.” Pria asing itu berucap lagi.

 

“Bagimu berbicara seperti itu sangat mudah, tapi menjalaninya yang susah ... Tidak ada yang bisa menjamin akan bahagia menikah seperti itu, bagaimana bisa hidup bersama dengan seseorang yang belum dikenal dengan baik.” Bantah intan.

 

Sang pria menyeringai, “lalu?  Apa kau sudah bahagia dengan seseorang yang kau kenal dengan baik?”

 

Intan terdiam mendengar pertanyaan itu,  apa dirinya sudah bahagia dengan Ferdi?  Yang hampir dua tahun mereka bersama, tapi pada akhirnya hanya luka yang ia dapatkan. Dia tidak bahagia!

 

Melihat diamnya intan membuat pria itu menatap dengan penuh ejekan, “kau tidak tahu saja ... Berpacaran setelah menikah itu jauh lebih baik dan sangat indah dilakukan.  Apapun yang dilakukan berdua tidak akan menimbulkan fitnah dan dosa. Jadi, jika ada cara yang dihalalkan kenapa harus mencoba cara yang haram?”

 

Lagi-lagi Intan tak bisa menjawab ucapan sang pria asing ini.  Intan malah jadi terpesona melihat  ucapan dia yang begitu dewasa, sekarang intan semakin yakin jika lelaki ini pria yang baik.

 

Tanpa mereka sadari, mereka telah menciptakan rasa nyaman di antara mereka.  Jika dipikirkan lagi,  intan seperti baru saja curhat dengan seorang teman, intan menjadi malu sendiri menyadari kesalahannya.

 

Sebuah ide gila tiba-tiba muncul di otak intan,  ia menyeringai menatap pria tadi. Bukankah pria itu bilang  berpacaran setelah menikah itu indah? Jadi sekarang waktunya ia membalas pria ini, mungkin menggoda pria ini bisa membuat ia sedikit terhibur. Ehh ... Jangan berpikir aneh dulu!

 

“Maaf, tuan yang bijak ... Jika boleh tahu, siapa nama tuan?” Intan kembali mengulang pertanyaan yang tadi sempat ia ucapkan.

 

Sang pria menatap intan sesaat, “Zaki,  namaku Zaki.”

 

“Baiklah, mas Zaki ...,” Intan mengantung ucapannya,  gadis itu  berdiri untuk menjauhi  pria yang baru ia tahu namanya Zaki.

 

Zaki mengernyit heran,  “baiklah apa?” Zaki menggidik ngeri melihat senyum misterius intan. Perasaannya mulai tak enak melihat senyum gadis didepanya.

 

Setelah sedikit jauh,  intan berteriak, “Baiklah, Mas Zaki saja yang datang melamarmu! Biar kita bisa berpacaran setelah menikah!” Setelah berteriak begitu keras,  gadis itu langsung melarikan diri. Jika dirinya masih lama disana pati ia akan sangat malu.

 

Zaki mematung terkejut mendengar teriakan Intan, entah mengapa ada yang bergetar di dalam sana. Saat melihat  gadis itu berlari menjauh dirinya malah merasa ada perasaan kosong.

 

Pada akhirnya senyuman Zaki terbit, menatap kepergian intan menyeringai.

 

“Baiklah, gadis patah hati  ... Aku akan segera mewujudkan ucapanmu!  Tunggu saja pinangan ku, setelah ini kau tak akan bisa lepas!

 

*****

 

Hari-hari Intan belakangan ini cukup baik,  sudah terhitung empat hari semenjak ia menjadi tamu undangan di pesta pernikahan ferdi. Tak ada lagi wajah sedih seperti sebelu-sebelumnya,  yang ada hanya wajah cantik yang sering tersenyum sendiri.

 

Bima yang melihat perubahan adiknya sejak hari itu, membuat pria berumur  tiga puluh tahun itu menjadi heran sekaligus bingung.

 

Bima mengambil duduk di sebelah adiknya , “sudah mau mulai kerja lagi?” tanya Bima sambil mengambil piring untuk diisi dengan sarapan pagi ini.

 

“Iya, bang.  Usah hampir sebulan aku gak kerja,  pasti sahabat aku akan marah.”

 

“Bila tidak akan marah padamu, dia gadis yang baik dan pengertian, pasti dia mengerti apa yang terjadi padamu.”

 

Intan mengangguk setuju,  bila memang gadis yang baik. Temannya itu selalu membantu dirinya saat sulit,  dan selalu mengerti dengan posisi dirinya.

 

Intan hanya bekerja di sebuah restoran, dan pemiliknya sendiri Adalah sahabatnya yang bernama Nabila, sering intan panggil dengan Bila.

 

“Abang benar,  kalau Gitu intan pergi dulu ya ... Bilang juga sama bunda nanti,  kalau intan udah pergi kerja.” Pesan Intan.

 

Bima mengangguk.  Setelah Adiknya itu mencium tangan sang kakak,  gadis itu berlalu pergi.  Saat ini bunda mayang sedang pergi ke pasar,  jarak yang cukup jauh membuat wanita paruh baya itu pergi lebih awal.

 

Intan kembali tersenyum mengingat pria yang pernah ditemui nya di bawah pohon. Bukan karena dirinya menyukai Zaki saat pandang pertama,  tapi hanya saja ia masih ingat bagaimana wajah terkejut  pria itu saat dirinya meminta dipinang Zaki.

 

Saat itu Intan hanya gemas dengan ceramah panjang Zaki,  jadi ide gila itu tiba-tiba saja muncul untuk mengerjai Zaki. Jika diinginkan lagi dirinya sangat malu,  untung saja ia lekas pergi dari sana jika tidak ia tak tahu harus taruh dimana mukanya.

 

Restoran Bila sudah ada di depan dirinya,  tinggal menyeberang saja ia sudah bisa masuk ke restoran sahabatnya itu.

 

“Semoga Nabila bisa maafin aku. Gak tau lagi mau cari kerja dimana kalau sampai aku dipecat.” Gumam gadis itu.

 

Intan memasuki restoran dengan sedikit ragu,  tapi saat ia melihat temannya yang menghampiri nya dengan berkacak pinggang,  membuat gadis itu menyengir bersalah.

 

“Hay, bila.” Sapa intan canggung.

 

“Baru ingat sama aku, ke mana ada kamu?!”

 

Intan mengernyit heran,  kenapa temannya ini terlihat begitu sinis pada dirinya.  Apa terjadi sesuatu selama dirinya pergi?

 

“Maaf, Bila.  Aku lagi ada urusan kemarin,”

 

Gadis yang dipanggil Bila itu mendengus kesal, “Urusan buat ngehacurin rumah tangga sepupu aku?”

 

Deg

 

Intan tertegun mendengar ucapan Nabila yang begitu kejam,  yang kembali membuat ia merasa terluka, lagi. Ia tak mengerti teman yang sudah ia anggap sebagai sahabat itu tega berkata begitu kejam.

 

“Maksud kamu apa, Bil? Dan sepupu mu mana?”

 

Bila menatap kesal Intan yang masih berlagak bodoh, saat ia tahu kebusukan temannya gadis itu begitu muak hanya melihat wajah tak berdosa Intan.

 

“Gak usah berlagak bodoh, Intan.  Sekarang aku tahu apa maksud kamu mendekati aku selama ini ... Hanya untuk menarik perhatian Ferdi kan?”

 

Intan merasa tak terima dengan tuduhan Nabila, tak pernah ia bermaksud demikian tapi kenapa bila menuduhnya begitu keji.

 

“Aku tahu pertemuan kami berdua disini awalnya,  tapi aku tak mengerti kenapa menuduhku seperti itu?” Intan ikut merasa kesal dituduh seperti ini.  “Dan apa katamu tadi?  Sepupu?  Sepupumu yang mana ingin aku rusakkan hubungannya?”

 

*****

 

 

SALAM CINTA ARA PUTRI

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status