Share

Bab 6

Intan merasa tak terima dengan tuduhan Nabila, tak pernah ia bermaksud demikian tapi kenapa bila menuduhnya begitu keji.

 

“Aku tahu pertemuan kami berdua disini awalnya,  tapi aku tak mengerti kenapa menuduhku seperti itu?” Intan ikut merasa kesal dituduh seperti ini.  “Dan apa katamu tadi?  Sepupu?  Sepupumu yang mana ingin aku rusakkan hubungannya?”

 

Seingat Intan ia tidak pernah berurusan dengan sepupu gadis ini.  Dan lagi,  intan tahu jika ferdi cukup dekat dengan Nabila tapi mereka berdua bukan sepupu setahu dirinya.

 

“Istri Ferdi ini saudara aku!  Dan sekarang aku tahu kenapa  ibu Ferdi gak mau terima kamu ... Kamu itu benar-benar licik ya, tan. Aku sudah bantu kamu selama itu,  tapi kamu malah melakukan hal sekeji ini pada keluarga ku!”

 

Intan masih sangat bingung, kenapa dirinya ya dituduh seperti ini?

Tapi dari semua ini ia sadar, jika ibu Ferdi sudah mulai bertindak. Gadis itu tersenyum kecut,  sebenci itukah ibu mantanya itu pada dirinya, sampai tega menjelekkan dirinya pada orang lain.

 

“Bila ... Aku tahu pasti ibu Farah sudah mengatakan sesuatu pada mu, tapi percaya lah itu semua bohong.” Intan berpikir sebentar, ia teringat sesuatu, “Bila? Apa maksudnya kamu sepupu Bella?”

 

Intan benar-benar merasa hidupnya dipermainkan, jadi selama ini dirinya berada didekat orang-orang yang berusaha menghancurkan dirinya,  dan bodohnya ia malah menganggap Bila sebagai sahabat.

 

Bila terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan Intan, tapi gadis itu kembali memasang wajah sinisnya.  Ia mencoba menyembunyikan wajah terkejutnya agar tidak terlalu kentara.

 

“iya, kenapa?”

 

“Ternyata orang yang aku anggap sahabat sama saja dengan mereka ya ... Sama-sama hanya ingin mempermainkan hidup aku,” ucap intan lirih, hatinya merasa sakit saat semua orang mencoba mempermainkan kehidupannya.

 

“Gak usah sok tertindas kamu!  Kamu pikir aku masih kasihan dengan wajah memelas mu itu?  Dasar tak tahu diri!”

 

“Bila ... Kamu?” Seakan tak percaya, gadis yang dulu begitu lembut bisa berkata begitu tajam.

 

“Apa?  Untung saja tante Farah memberitahuku keburukan mu, kalau tidak mungkin aku akan dimafaatin sesuka hati. Dasar wanita berwajah dua!” Bila menunjuk-nunjuk intan dengan kasar,  “mulai hari ini kamu dipecat!”

 

Rasanya sungguh menyakitkan mendapatkan penghinaan seperti ini, tapi dirinya berusaha menahan tangis yang ingin keluar. Jangan Lagi dirinya menjadi Lemah di hadapan mereka.

 

Niat hati ingin meminta maaf lama tak datang kerja,  sekalian ingin bercerita banyak dengan Nabila. Tapi siapa sangka, jika gadis ini juga terlibat masalah percintaan nya. Apa selama ini bila selalu menertawakan kebodohannya? Selalu bercerita bertapa Ferdi mencintainya, padahal gadis ini tahu jika sang mantan akan dijodohkan dengan sepupunya sendiri.

 

Tak ingin lebih lama lagi disapa,  intan langsung meninggalkan restoran Bila yang masih tutup.

 

“Dasar penghianat!” gumamnya perih. Sakit rasanya dibohongi Selama ini, dirinya benar-benar Bodoh telah percaya dengan mereka.

 

******

 

Intan sangat kecewa dengan apa yang dilakukan bila, tapi lebih kecewa lagi dengan dirinya yang. Udah dibohongi. Kembali dengan wajah sedih, tapi saat melihat ibu dan kakaknya menunggu, dengan cepat ia mengubah raut wajahnya. Mereka tidak boleh tahu jika dirinya bersedih lagi, bukankah tadi pagi ia bahagia maka ia harus memperlihatkan wajah itu kembali.

 

“loh Dek, kok pulangnyaCepat.” Bima menatap heran adiknya.

 

“Intan dipecat, Kak.” Jawab intan males,  Ia menghempaskan tubuhnya di sofa sebelah Bima.

 

Bima berusaha menguatkan adiknya, “tidak apa-apa,  kamu masih bisa cari pekerjaan lain.”

 

Intan tersenyum sembari mengangguk setuju, ia sangat senang berada di keluarga yang penuh pengertian seperti ini,  serasa mendapat obat saat dirinya merasa sakit.

 

“Maaf Adek ya bunda. Sekarang sudah Gak bekerja, semakin merepotkan kalian.” Keluh Intan sedih, sekarang ia malah menjadi beban keluarga.

 

Mayang dan Bima serentak menggeleng,  “kamu Gak ngerepotin dek,  kita keluarga akan selalu saling menyayangi. Jangan pernah berbicara seperti ini lagi,”

 

Intan berpikir memang hidupnya akhir-akhir ini sangat  melelahkan.  Setiap saat selalu ada makalah, dan sekarang ia menjadi pengangguran hanya karena ibu Ferdi yang tidak menyukainya.

 

“Bun, bang. Intan istirahat dulu ya?”

 

“Pergilah, nak. Tenangkan pikiran, bunda akan selalu mendoa kan yang terbaik untuk mu.” Intan terharu mendengar ucapan ibunya,  ia membalas dengan kecupan singkat di kening ibunya.

 

“Ibu yang terbaik,”

 

*******

 

Intan Membuka laci nakas, disana banyak sekali kenang-kenangan dirinya bersama Ferdi.  Foto mereka yang tersenyum manis berdua masih terpampang jelas di album kenangan miliknya.

 

“Aku masih gak percaya Kak,  hubungan ini berakhir dengan begitu buruk. Jika saja aku tahu akan menjadi begini,  tak mungkin aku menjalin kasih dengan orang yang tak sebanding denganku ... Tapi apa aku salah terlahir di keluarga sederhana, apakah hanya harta yang bisa menjadi tolak ukur sebuah kebahagiaan?”

 

Intan menangis mengingat semua kenangan manis mereka berdua. Jika saja orang tahu,  dirinya sudah terlalu banyak berharap untuk Ferdi, berharap pria ini lah yang akan bersanding dengannya,  tapi siapa sangka dirinya malah ditinggal nikah seperti ini.

 

“kamu pasti sedang berbahagia disana kan Kak?  Tapi kenapa aku disini masih belum bisa melupakan semua kenangan kita?” Intan menarik nafas lelah, “kamu begitu mudah meninggalkan ku,  kamu tega Kak!  Aku membencimu!”

 

Isak tangis Intan semakin menjadi,  memukul dada yang terasa begitu sesak,  tapi tak juga membuat dirinya merasa lebih baik. Malah rasa sakit dan sesak dirasanya semakin parah.

 

“Jika saja aku tahu akan berakhir seperti ini, aku tidak akan pernah ingin mengenalkan mu, kak. Kau adalah kenangan terburuk ku!”

 

Jika mulut mengatakan benci tapi hati malah berkata lain.  Meskipun sudah mengatakan berbagai umpatan dan kebencian, tapi tetap saja disatu sisi ia juga merindukan pria yang menemaninya selama dua tahu ini.

 

Dirinya sudah terlalu banyak memberikan cinta untuk si dia,  tapi apa balasannya?  Rasa sakit yang ia terima.

 

Sura ketukan pintu membuat intan lekas menghapus air matanya,  ia tidak ingin bunda dan kakaknya melihat ia menangis lagi.

 

“Dek?”

 

“Iya bang, ada apa?” teriak intan balik tanpa membuka pintu.

 

“Bunda menyuruh kita makan malam ... Yuk buruan keluar.” Balas Bima.

 

“Ya bang, duluan aja. Sebentar lagi Adek akan keluar.”

 

Mendengar langkah kaki Bima yang menjauh,  buru-buru dirinya berlari ke kamar mandi. Ia harus mencuci wajahnya agar tak terlihat jejak air mata.

 

“Semangat gadis patah hati! Kamu pasti bisa melewati ini semua!” gumam ia menyemangati dirinya sendiri.

 

Untung saja matanya tak terlalu bengkak, jadi ia tak perlu khawatir jika kakak dan bundanya akan bertanya nanti.

 

Setelah memoleskan sedikit bedak dan pelembab di bibir pucatnya, ia bersiap untuk makan malam bersama. Sekarang wajahnya sudah terlihat segar dan baik-baik saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status