Share

Bab 4

Aula yang disiapkan untuk pesta terlihat sudah dipenuhi oleh para tamu, musik dan nyanyian ikut memeriahkan pesta pernikahan. Canda tawa mulai menggema, sama seperti hati gadis yang berdiri diam itu. Bedanya sang gadis hatinya yang menggema lantaran ingin menghancurkan pria yang tersenyum menerima setiap ucapan selamat dari para tamu.

 

Bagaimana bisa dia tersenyum begitu lebar,  sedangkan disini hati seseorang telah ia hancurkan tanpa perasaan. Sekarang rasa benci semakin menyeruk dalam hatinya,  intan berjanji ia tak kan pernah semudah itu memaafkan Ferdi.

 

Hati Intan merasa sedih, mereka sudah bersama dan saling memahami selama ini, tapi kenapa pada akhir hanya menjadi tamu undangan.

 

Lima belas menit  Intan hanya memandang  pesta mewah itu,  ia merasa ragu untuk melangkah masuk ke dalam sana.  Apakah dulu ia pernah berpikir akan berakhir seperti ini?

 

Tidak!

 

Karena dulu Ferdi selalu mengatakan hal manis,  selalu menjanjikan jika suatu hari nanti dirinya lah berada di samping Ferdi saat ijab kabul ia lantunkan. Tapi itu semua hanya bohong,  nyatanya sekarang pria itu membiarkan orang lain mengambil posisinya dengan begitu mudah.

 

*****

 

Intan melangkah dengan penuh percaya diri, ia tersenyum manis diikuti dengan langkah yang begitu anggun. Ia bisa melihat  wajah ibu Ferdi yang tak senang dengan kedatangannya, wanita paruh baya itu bahkan tersenyum sinis,  seolah ingin mengatakan ia menang, dia telah berhasil menjauhi Ferdi darinya.

 

Melihat itu, intan membalas dengan senyuman yang manis,  tapi penuh permusuhan.

 

Intan maju di hadapan Ferdi dan bela dengan senyuman yang dipaksakan,  “selamat atas pernikahan kalian ... Aku harap kalian akan selalu bahagia.” Ucapan sungguh berbeda dengan pikiran dan hati gadis itu, padahal di dalam hati ia sedang menyumpah serapah pria yang tersenyum tanpa dosa ini.

 

“Terima kasih sudah mau datang,” ucap sang pengantin wanita yang tersenyum ramah. Intan tahu,  wanita itu tak tahu apa yang  terjadi di antara dirinya dengan  Ferdi. Bukankah tidak  seharusnya  ia juga ikut membenci dia?

 

“Tentu saja aku harus datang ... Aku tidak ingin melewatkan sesuatu yang seharusnya dari lama aku lihat. Tapi meskipun aku terlambat tidak apa-apa, yang terpenting Allah sudah menjauhinya dari ku,” ucap intan sambil melirik sinis sang mantan.

 

Sang pengantin wanita hanya melongo tak mengerti,  terlihat ia sangat penasaran dengan maksud ucapan Intan.  Ferdi diam saja, ia bahkan terlihat cemas entah kenapa dan mengapa, intan sendiri memilih untuk tidak peduli.

 

Karena tak ingin mengganggu kebahagiaan orang lain lebih lama, Intan memilih pergi dari hadapan mereka. Meskipun kebahagiaan mereka di atas penderitaan dirinya,  ia berusaha untuk iklas  karena ia yakin balasan dari Allah ini lebih baik.

 

Percuma jika kita berusaha mempertahankan sebuah hubungan yang sepihak, padahal yang disana jelas tak menginginkan dirinya.

 

Setelah sedikit jauh,  intan berlari meninggalkan rumah indah yang membuat dirinya merasa sesak berada disana. Ia berusaha menahan tangisnya,  tapa yang namanya air mata ditahan seperti apapun tetap saja keluar tanpa dapat dicegah.

 

Sesekali ia menyeka air mata yang semakin deras turun, ia merasa begitu bodoh telah menangis pria bajingan seperti Ferdi. Sungguh jika dilihat orang-orang disana pasti sangat menyedihkan, tapi sekarang ia tak berpikir lagi, ia berlari meninggalkan kerumunan sejauh mungkin, agar ia bisa menangis dengan lepas.

 

Intan berhenti di bawah pohon besar yang jauh dari perumahan. Gadis itu menangis kenceng yang dari tadi ia tahan. Ia bahkan berteriak melampiaskan kepedihannya tak entah mengapa tak mau hilang dihatinya.

 

“Gadis bodoh!”

 

Intan yang begitu fokus dengan tangisannya tersentak kaget mendengar suara seorang pria. Padahal tadi ia pikir sendirian di tempat sepi ini,  ternyata ia telah mengganggu seseorang.

 

“Siapa?”

 

Intan melihat sekeliling, tapi tetap tak menemukan keberadaan orang yang bersuara tadi. Tangisan tadi langsung redam dengan rasa takut yang muncul,  intan kembali melihat sekeliling ia malah menyadari dimana ia berada sekarang. Ahh,  pohon ini lagi,  tempat dimana ia sering bersama dengan sang mantan.  Pohon ini ikut menjadi saksi bisu bagaimana indahnya cinta mereka dulu,  jika ingat kembali membuat dada intan kembali merasa sesak.

 

“Kau menangis untuk dirinya, padahal dia berbahagia bersama orang lain. Benar-benar bodoh!”

 

Intan sungguh tersinggung dengan ucapan orang yang tak dikenalnya, memanahnya orang itu tahu apa tentang dirinya,  kenapa berani sekali berkomentar seperti itu?

 

Seorang pria memakai jaket hitam duduk manis dibalik pohon besar,  saat Intan menemukan pria itu, dia hanya memperlihatkan senyuman menyeringai membuat Intan tak suka.

 

“Siapa kau?  Kenapa kamu sok tahu sekali tentang hidupku!” Intan berucap marah.

 

Sang pria berdiri dari duduk nyamannya. Ia memandang wajah gadis didepanya tanpa berkedip, membuat intan semakin risih.

 

“ke, kenapa kau menatap ku seperti itu?” tanya Intan gugup.

 

“Bahkan matamu sampai bengkak, apa kau begitu mencintainya? Apa kau sangat cemburu melihat dia bersanding dengan orang lain?

 

Dirinya yang ditanya seperti itu membuat ia sangat malu,  karena terpergok sedang menangisi sang mantan,  mana tadi dirinya teriak-teriak seperti orang frustrasi lagi.

 

“Siapa bilang aku cemburu? Gak kok,” ucap intan mencoba memalingkan wajahnya.

 

Pria itu terkekeh geli,  “lalu kenapa menangis?”

 

“Karena lagi menyesali keadaan ... Kenapa dulu aku begitu percaya dengan semua janji manisnya,  dan baru sekarang aku menyadari jika selama ini telah dibohongi!”

 

Sang pria terkekeh geli, melihat intan kembali merasa kesal. Padahal tadi gadis ini begitu menghayati  patah hatinya, tapi sekarang malah berubah ke mode galak.  Sang pria mulai mendekat,  membuat Intan langsung berhenti mengeluarkan kekesalannya.  Meskipun masih dalam jarak aman,  tetap saja intan harus waspada, apalagi dirinya yang tidak mengenal pria asing ini.

 

“Sakit bukan?”

 

“apanya?” tanya Intan bingung.

 

“Patah hatinya,” ucap sang pria.  “Itulah kenapa Allah melarang kita berpacaran, karena dia tak ingin umatnya merasakan sakit hati.”

 

Intan terdiam mendengar pria didepanya berbicara, bahkan gadis itu tak ingin menyela setiap ucapan orang asing itu.

 

Sang pria berucap lagi,  “untuk apa berpacaran? Yang pada akhirnya hanya menambahkan dosa dan sakit hati. Bukanya cinta yang kamu dapatkan tapi malah menjaga jodoh orang.”

 

Intan tersenyum kecil, ia merasa ucapan pria ini sangat kuno. Apa katanya? Dosajodoh, lalu bagaimana cara mencari jodoh yang baik, tanpa mengenalnya lebih dulu.

 

Intan kembali meneliti sang pria asing, ia simpulkan jika ini pria pasti lulusan pondok saat itu. Terlihat gayanya yang baik, meskipun tak rapi-rapi amat, tapi cukup membuktikan dia bukan pria berengsek.

 

“Kalau begitu, tolong katakan bagaimana cara mencari jodoh yang baik?”

 

“Taaruf!”

 

Intan langsung mencibir, pemikiran pria didepanya ini benar-benar sangat kuno. Tentu saja intan tak setuju, memilih solusi lebih baik? Kita bisa lebih mengenal pria yang menjadi calon suami masa depan kita, bukan?

 

******

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status