Helaan napas Rendra terasa panjang, ketika dia baru saja melihat Oni keluar ruangan. Rasanya tidak mungkin Kresna berselingkuh atau apalah namanya. Seseorang di balik telepon itu bisa saja teman Kresna. Akan tetapi, entah kenapa hati Rendra merasa tidak enak. Pikirannya mulai melayang kemana-mana.
Terpaksa dia menutup laptop. Mood Rendra betul-betul hilang mendengar kabar tentang Kresna. Meski baru praduga, namun itu tetap menyesakkan, lebih tepatnya mengusik pikiran.
Rendra berdiri. Namun, kegelisahan agak terbuyarkan saat mendengar pintu terbuka. Ditatapnya Wanda yang dengan manis menghampiri sembari membawa secangkir kopi.
Aroma kopi menguar. Dari aroma pekat itu Rendra sudah tahu kopi hitamlah yang Wanda bawa.
"Sayang, kamu kenapa?" Suara ketukan sepatu heels menandakan Wanda yang menghampiri, lalu berdiri di depan Rendra.
Senyum Rendra paksakan. "Nggak apa-apa, emang Mas kenapa?"
Wanda menaruh kopi di atas meja. "Kenapa malah bali
Sepi dan tidak ada sahutan dari Kresna. Rendra bahkan sampai harus mengulang pertanyaan. Namun, tetap tidak ada jawaban. "Hallo, Na, Sayang, kamu denger Mas, kan?" "Hallo, Mas." Suara imut seorang wanita membuat Rendra beringsut duduk. "Sayang? Kok kamu yang jawab? Ena kemana?" tanya Rendra heran. "Kak Ena lagi bobo. Dia ketiduran kayaknya. Aku lihat hpnya masih nyala jadi aku ambil deh." Senyum kecil Rendra disertai gelengan kepala. Dirinya merasa konyol telah begitu curiga pada Kresna. Istrinya itu tidak pernah macam-macam selama ini. Pastilah yang dia pikirkan hanya pemikiran negatif saja. "Mas," panggil Tessa. "Mas kok diam? Bobo juga, ya?" "Eh, ya, Sayang." Rendra agak terkejut mendengar panggilan Tessa. Kembali dirinya menghela napas. "Mas, kenapa, sih? Ini jam berapa coba? Kok belum tidur?" "Mas nggak bisa tidur." "Oh ...." Desahan Tessa terdengar kecewa. "Kenapa?" tanya Rendra curiga. "Nggak apa-apa." Di balik telepon itu Tessa sudah manyun-manyun. Nggak terima tepa
"Kenapa kamu bisa salah jemput saya? Saya jadi telat ini!" gerutu Rendra menyuarakan kekesalan.Bagaimana tidak kesal? Pagi ini, asisten pribadinya itu salah menjemput. Harusnya Oni mendatangi rumah Wanda, tapi malah ke rumah Tessa.Dan lagi, lelaki muda itu malah terus melamun dari tadi. Padahal Rendra memintanya mencari berkas di ruang kerja, tetapi sampai setengah jam dia tidak menemukannya.Rendra sungguh dibuat kesal dengan tingkah Oni. Lalu saat ini, dia masih saja melamun. Semakin membuat Rendra kesal. Dirinya sudah menggerutu, namun tidak didengar sama sekali."Hey! Ni! Kamu kenapa, sih? Saya ajak bicara dari mobil tadi masih aja bengong." Rendra mengalihkan tatapan dari kumpulan berkas di atas meja. Ditatapnya Oni yang seketika menunduk dengan tangan bertaut di depan."Maaf, Pak," sahut Oni pelan.Suara map ditutup kilat terdengar jelas. Oni sampai terperanjat karena suaranya bersamaan dengan Rendra yang mengebrak meja."Maaf
Satu minggu berlalu. Setelah Tessa berhasil membongkar rahasianya dengan Kresna. Di sinilah dia sekarang. Berada satu mobil dengan Rendra dan Wanda.Jantung Tessa benar-benar ribut sekarang, berdebar tidak karuan. Rasanya kalau Tessa punya pintu Doraemon, dia akan memilih beralih tempat dengan pintu itu sekarang.Ah, konyol. Ini Indonesia bukan Jepang. Bukannya Doraemon yang ada juga si Cepot. Aduh, apa-apaan jadi ngelantur ke sana. Intinya, Tessa begitu tegang dan ingin kabur saja.Alasannya, Malam Minggu ini dirinya gagal untuk bobo syantik. Ya, Rendra dengan paksa menarik Tessa keluar dari rumah. Aski bahkan sengaja dijaga baby sister khusus. Suaminya itu betul-betul membawa seorang baby sister untuk Aski demi menyeret Tessa.Untuk apa lagi? Jelas sekali, Rendra menarik Tessa untuk membuntuti Kresna. Yang tepat Malam Minggu ini akan ketemuan dengan mantan pacarnya."Mas ..," cicit Tessa hati-hati. Dia sekarang sedang duduk di kursi belakang.
"Sebenernya kamu mau apa?" Kresna langsung to the point saat sudah duduk berhadapan dengan Alando di resto itu."Hem, kamu jadi beda, Kres," sahut Alando santai kemudian menyeruput es jeruk yang sudah ia pesan. Sudah lama Alando di sini. Ya, sengaja tidak ingin terlambat, karena ingin melepas rindu pada sang mantan pacar. Ah, CLBK ceritanya. Cerita Lama yang Belum Kelar."Semua orang berubah! Langsung saja kamu mau apa dari aku?" Lagi-lagi Kresna menyahut ketus. Perasaan marah, kesal, dan ya tak terima masih tertanam di hati Kresna pada laki-laki berkulit putih bersih ini."Aku mau kamu."Mata Kresna sontak membeliak. "Jangan gila kamu!" Langsung berdiri. Namun, lekas jemari Alando menahan pergelangan tangannya."Mau ke mana kamu?""Boker!"Bibir Alando bergetar kecil-kecil, rasanya ingin tertawa. Kresna masih sama ternyata, lucu dan suka bercanda."Lepasin!" Kresna langsung menarik tangan. Ingin hatinya segera pergi, tapi Alan
"Eh, Mas, mau ke mana?" Begitulah tanya Tessa, saat suaminya itu tiba-tiba langsung keluar dari mobil yang bahkan belum masuk gerbang rumah.Namun, tanpa basa-basi atau menjawab pertanyaan sang istri, Rendra justru melenggang begitu saja, cemburu sudah membakar hatinya, bahkan nyaris mendidihkan ubun-ubun.Bagaimana tidak cemburu? Laki-laki di samping Kresna itu berani sekali mendekati, bahkan hampir mencium istrinya. Untung saja, Kresna tampak lekas menampar laki-laki itu.Sayangnya, Rendra tidak keburu mengetahui siapa lelaki kurang ajar yang baru ditemui istrinya. Sebuah mobil hitam melintas tepat di jalan, dan membuat Rendra kesulitan menyebrang.Suami dari Kresna itu malah jadi mematung, lalu melihat mobil putih yang dinaiki lelaki itu melaju meninggalkan kediaman sang istri."Sialan!" umpat Rendra, lalu bergegas melangkah, saat jalanan sudah sepi."Lho, Mas!" Kresna jelas terkejut dan langsung menata
"Kakak," panggil perempuan bergaun selutut itu sambil melangkah mendekati Kresna.Tetapi, Kresna langsung memalingkan muka, lalu berjalan cepat untuk segera masuk rumah."Kakak tunggu!" ujar Tessa, dan akhirnya berhasil mencekal pergelangan tangan Kresna."Enggak usah!" Kresna tidak mau melihat Tessa. Masih ada rasa kecewa di hatinya. Polos sekali perempuan satu ini, Kresna tidak menyangka dia tega membongkar rahasia tentang Alando."Enggak usah apa, Kak?" Biasa, dengan wajah manis nan polos itu, Tessa menautkan alis."Enggak usah beliin Kakak Sukro, udah beli." Kresna mengangkat plastik putih bertuliskan salah satu nama minimarket yang cukup terkenal, yang jadi tempat antrian ibu-ibu beli minyak akhir-akhir ini.Kresna menghela napas sesaat. "Jadi, sekarang kamu pulang saja! Kakak mau ngemil Sukro.""Kak Ena, enggak marah?" Perlahan tangan mulus Kresna Tessa lepas."M
Siang yang terik matahari, tapi di dalam mobil tetaplah adem. Lalu, di mobillah keberadaan Tessa dan Oni sekarang. Perempuan berambut panjang itu duduk di belakang, sementara Oni menjadi sopir. "Mbak, Mbak yakin enggak mau buka berkasnya sekarang?" tanya Oni, mengingat tadi majikannya itu bersikukuh mau membuka berkas. "Bentaran, lagi mengatur emosi." Tessa menyahut sambil menatap kaca mobil. Laju mobil ini terasa pelan, Tessa geregetan pengen segera sampai. "Oh, Mbak marah sama saya?" Oni bertanya dengan hati-hati. "Enggak, saya enggak marah, cuma malu." Kejujuran Tessa membuat Oni sadar. "Saya enggak lihat apa-apa, Mbak," ungkap Oni berbohong. Memang harusnya berbohong saja, daripada Tessa semakin malu. "Yakin kamu enggak lihat?" Tessa melihat kaca spion di depan Oni. "Em, iya, Mbak." Oni mengangguk canggung. "Warna apa?" "Maksud, Mbak?" Tidak paham, Oni ti
Mobil berwarna platinum silver metalik itu melaju memecah jalanan kota yang cukup lenggang siang ini. Rendra melajukan mobil dengan kecepatan sedang saja.Merasa cukup gerah, lelaki berjas abu itu pun menambah dingin AC mobil. Dirinya mengendorkan dasi yang mulai terasa menyesakkan. Sebenarnya, Rendra masih banyak pekerjaan di kantor. Hari ini pun ada meeting, tapi karena ucapan Wanda yang mengatakan akan memberikan foto Kresna dan mantannya, membuat Rendra terpaksa menunda meeting sampai nanti malam.Hidung pria berdarah Surabaya-London itu mengendus-endus. Ada yang tidak beres menurut hidungnya."Bau apa ya ini?" Rendra menutup hidup dengan jari telunjuk. Baunya itu seperti telur busuk, tapi mana mungkin ada telur.Rendra menghentikan laju mobil lalu diam sesaat. Matanya celingak-celinguk, lalu melihat ke belakang. Tidak ada apa-apa. Rendra hendak turun saat tiba-tiba suara dering ponselnya berbunyi."Ya,