"Kita mau ke mana, Mbak?" tanya Oni yang sedang menyetir.
Ibu Aski itu tadi pagi menelepon Oni dan meminta laki-laki itu untuk mengantarnya ke suatu tempat.
"Pulang, On. Aku mau pulang ke rumah emak," jawab Tessa sambil memakai sabuk pengaman, sementara Aski sudah lebih dahulu duduk di sampingnya. Tentunya menggunakan kursi khusus.
"Kenapa, Mbak?"
"Suara kamu kenapa, On?" Tessa heran mendengar suara Oni yang seperti dibekam.
"Saya pakai masker, Mbak, lagi pilek." Oni mengatakan yang sejujurnya, karena memang dia sedang memakai masker.
"Ooh." Tessa menghela napas sebentar. "Udah, On. Ayo berangkat!"
"Baik, Mbak."
"Oh, ya, On, koper saya udah masuk ke mobil?"
"Sudah, Mbak," jawab Oni lalu mulai melajukan mobil.
Tessa diam, sepanjang perjalanan tidak ada percakapan. Tessa jadi pendiam sejak mengetahui fakta perasaan Rendra.
"Mbak, baik-bai
Keheningan masih menjadi teman dua insan yang kini sedang duduk di bangku teras. Tessa tidak bisa langsung bicara dengan Rendra tadi, karena Emak ada di depan rumah.Terpaksa Tessa pun membawa Rendra masuk dan Emak menyiapkan makan untuk mereka. Kini, Tessa hanya bisa diam sambil mengamati pemandangan di depannya. Masih indah karena banyak pohon hijau dan hanya ada sedikit rumah. Tenang, tapi tidak setenang perasaan Tessa."Apa kamu masih menginginkan perpisahan, Sayang? Mas enggak punya siapa-siapa kalau kamu pergi." Rendra membuka pembicaraan.Sepolos itu, ya Tessa, sampai bisa dikelabui Rendra. Tessa sampai tidak tahu laki-laki yang membawa mobil adalah Rendra bukan Oni. Sepertinya, semrawut pikiran Tessa membuatnya tidak fokus."Tessa? Sayang, kamu dengar Mas, kan?" Rendra mencoba menyentuh tangan Tessa.Tessa menepis tangan tersebut. Punggung Aski lebih menarik dibanding tangan Rendra. Dia mengelus-elus lemb
Setelah membawa Wanda ke rumah sakit, Rendra duduk di samping istri pertamanya yang sedang berbaring itu. Perlahan Rendra meraih tangan Wanda."Mas, minta maaf, selama ini bersikap egois," lirih Rendra. Perasaan sesal tiba-tiba menghampiri Rendra. Namun, penyesalan pun tidak akan mengubah apa-apa.Kata dokter, Wanda mengalami depresi, dia juga sakit karena belum mengisi perutnya. Tampak perempuan itu lebih kurus, meski baru beberapa bulan di sel tahanan.Pasti Wanda merasa tidak tahan. Selama hidup di luar penjara, kehidupan Wanda bisa dibilang enak. Apa pun yang dia inginkan selalu ada. Meski, ada satu hal yang mungkin Rendra tidak tahu, hati perempuan itu berantakan karena harus memendam cemburu.Awalnya Wanda tidak masalah perihal pernikahan suaminya. Namun, lama-lama Wanda merasa Rendra tidak adil, apalagi sejak kehadiran Kresna. Wanda merasa Rendra terlalu memberi lebih pada perempuan itu apalagi tentang perasaan. Sebagai pere
"Bagaimana keadaan Mbak Wanda?" Tessa memulai percakapan karena merasa Rendra hanya diam saja sedari tadi."Wanda sepertinya depresi," sahut Rendra menatap ke depan.Tessa ikut diam. Suasana hati suaminya pasti sedang tidak baik-baik saja. Wajah Rendra benar-benar murung.Tatapan laki-laki di sampingnya itu membuat Tessa penasaran. Tessa mengikuti pandangan sang suami. Ada sepasang suami istri, suaminya sedang menggendong bayi perempuan, dengan si ibu yang memainkan tangan si mungil tersebut.Tessa tiba-tiba meneteskan air mata. Meski tidak dibicarakan, sedikitnya Tessa mengerti apa yang Rendra rasakan. Pelan Tessa memberanikan diri meraih tangan Rendra."Mas," lirih Tessa membuat Rendra menoleh. Tessa menghela napas terlebih dahulu sebelum bicara. "Mas enggak perlu maksa untuk milih antara aku sama Mbak Wanda."Rendra diam masih berusaha mencerna ucapan Tessa."Mas bisa jujur sama aku?
Kresna menatap lampu-lampu indah yang berasal dari rumah-rumah di bawah bukit ini. Aroma sejuk yang menyegarkan pernapasan. Dia merasa tenang di tempat yang jauh dari bising kendaraan dan asap polusi."Indah," gumam Kresna, "oh, ya, terima kasih karena sudah menolong aku." Entah benar atau tidak yang dilakukannya sekarang. Kresna hanya menuruti keinginan seseorang untuk pergi ke sini. Dia juga memang mau mengucapkan terima kasih kepada orang tersebut."Untuk apa?""Karena sudah menuruti kemauan aku untuk berpisah. Aku minta maaf kalau selama ini enggak bisa menjadi yang terbaik." Kresna diam sebentar masih menikmati pemandangan di bawah sana."Jadi apa yang mau--" Ucapan Kresna berhenti saat tiba-tiba dua tangan menelusup pinggang, seseorang di belakang Kresna ternyata langsung memeluknya tanpa izin.Kresna sontak memberontak dan melepaskan diri. "Maaf, tapi kita bukan mahram. Aku ke sini karena mau mendengarkan apa ya
"Mas Rendra?" Tessa yang bersuara saat menatap laki-laki yang langsung menghampiri mobil Kresna.Laki-laki itu mengetuk pintu kaca mobil. Kresna membuka perlahan dengan dahi yang berkerut. "Mas bikin kaget kenapa harus motong jalan gitu?" tanya Kresna."Kamu menculik istri Mas, ya?" Rendra menatap Tessa sambil melukis senyum.Tessa memalingkan muka tidak bernafsu membalas senyum sang suami.Kresna yang menyadari ketegangan yang terjadi, segera berdehem. "Iya, nih, aku nyulik istri orang yang katanya mau kabur, mau cari suami baru lagi kayaknya," kata Kresna membuat Tessa cemberut."Apa sih, Kak?" Tessa memukul paha Kresna. "Enggak kok. Aku enggak mau kabur."Kresna sedikit terkekeh, kemudian tanpa Tessa sadari Kresna melirik Rendra penuh arti. "Em, kalau gitu ikut gih, pulang sama suaminya.""Enggak mau," tolak Tessa."Katanya enggak kabur. Nanti suaminya diambil orang lho,"
Tessa sedang asik jalan-jalan. Aski berada dalam gendongannya. Tessa sengaja tidak membawa baby sitter karena sedang cuti, lagipula Tessa hanya sedang mengantar ART-nya berbelanja."Hallo, Mbak." Seseorang menyapa Tessa saat dirinya sedang melihat-lihat sepatu bayi."Iya, ada apa ya, Kak?" tanya Tessa ramah."Em, maaf nih, Kak. Suaminya ke mana, ya?"Tessa ingin sekali memukul mulut lelaki di depannya kini. Lancang sekali dia!"Ada. Kenapa, ya?" Tessa menahan amarah."Oh." Laki-laki itu mau mencubit pipi gembul Aski, tapi lekas Tessa menepis tangan tersebut."Kalau dilihat-lihat anak Mbak ini mirip kayak Pak Rendra, ya? Mbak tahu enggak Pak Rendra?" cecar laki-laki itu semakin membuat Tessa jengah."Enggak, Kak. Saya enggak kenal." Tessa segera membalikkan badan. Lebih baik pergi dari pada meladeni orang seperti ini. Stress sepertinya ini orang, kepo dengan urusan hidup orang lain
"Mbak ...." Tessa berujar lirih sambil melihat istri pertama suaminya sedang terbaring lemas di ranjang rumah sakit.Perempuan itu bisa ada di sini karena telah melakukan percobaan bunuh diri. Wanda mencoba menyilet pergelangan tangannya. Untung saja Rendra keburu datang dan melihat sang istri tergolek lemah dengan pergelangan tangan yang mengeluarkan darah.Sementara, di sudut ruangan itu Rendra sedang mengamati pemandangan halaman rumah sakit di balik jendela. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu. Tessa sendiri hanya menoleh sekilas lalu kembali menatap Wanda. Pucat dan kurus, berbeda sekali dengan Wanda yang sering dia lihat selama ini."Mbak, Mbak harus sehat, ya? Aku kangen lho, kangen lihat Mbak yang selalu cantik." Tessa tidak kuasa menahan tangis melihat perempuan yang terbaring itu hanya bisa menatap kosong.Wanda sudah siuman sejak satu hari dia dirawat di rumah sakit. Baru saja perempuan itu keluar rumah sakit sekaran
"Maaf, Pak Rendra, apa betul anda sudah menceraikan dua istri anda sekaligus?" Di acara konferensi pers yang di selenggarakan pihak Purnama Grup. Rendra betul-betul langsung dicecar masalah pribadinya.Rendra menahan Oni dengan tangannya saat laki-laki itu hendak berbicara. Rendra tahu, pertanyaan ini terlalu sensitif, karena sebetulnya konferensi pers diselenggarakan untuk peluncuran produk baru dari Purnama Grup."Baik, setelah tadi saya menjelaskan tentang produk baru yang kami luncurkan. Saya berharap produk baru ini bisa laris di pasaran. Pun bisa memberi manfaat terutama untuk konsumen dan perusahaan kami. Untuk pertanyaan yang sodara tanyakan kepada saya, saya akan jawab ...."Suara jepretan kamera terdengar, para wartawan bahkan ada yang saling berbisik, seolah gosip-gosip seperti ini memang nikmat untuk diperbincangkan."Saya dan istri-istri saya, hubungan kami baik-baik saja, dan perpisahan yang kami lakukan pun dil