Claire menggeleng cepat, tidak ingin Levin salah sangka kepadanya.
“Maksudku bukan itu, Levin. Aku serius dengan ucapanku, tapi konteks penolakan yang aku maksud disini jika disebabkan karena respon Revel nantinya. Aku harus memikirkan kemungkinan terburuk. Andai Revel belum siap menerimamu sebagai daddynya, mau tidak mau aku harus menolak lamaranmu dan menunggu hingga Revel siap. Aku tidak mungkin memaksa Revel untuk menerima kehadiranmu hanya karena keinginan pribadi kita. Kamu paham maksudku kan?”Penjelasan Claire membuat Levin terdiam sejenak.“Apakah ada kemungkinan kalau Revel akan menolakku?”Kini, rasa kesal Levin berubah menjadi kecemasan. Jika dipikir-pikir, ucapan Claire ada benarnya. Bagaimanapun juga sekarang keputusan bukan hanya di tangan mereka berdua, tapi Revel juga memiliki andil dalam menentukan keputusan yang akan dibuat oleh Claire. Suara Revel menentukan hubungan Levin dan Claire ke depannya!“Entahlah, aku juga tidak bisa menebaknya haHari terasa lambat bagi Claire. Jujur, dirinya sangat benci menjadi pengangguran seperti ini. Seolah Claire hanya dianggap sebagai porselen pajangan rumah yang menunggui putra dan suaminya. “Levin, aku bosan di rumah. Bagaimana kalau aku kembali bekerja?” pinta Claire, kembali mengajukan permintaan yang pernah ditolak mentah-mentah oleh pria itu. “Untuk apa kamu bekerja? Aku sanggup membiayai kebutuhan keluarga kita, Claire.”“Aku tau, Levin, tapi permasalahannya bukan uang. Aku hanya bosan karena tidak ada hal yang bisa aku kerjakan setiap hari.”“Bukankah setiap hari kamu harus mengurus Revel? Menyiapkan bekal, mengantarnya ke sekolah, menemaninya mengerjakan PR, bermain dengan Revel dan masih banyak hal lain yang bisa kamu lakukan bersama Revel. Dan juga hampir setiap malam aku ngerjain kamu di atas ranjang, apa itu masih kurang sibuk hingga membuatmu bosan?” jawab Levin asal membuat Claire mendelik kesal. “Kamu tau sendiri kalau dari dulu aku terbiasa beke
Setelah menegaskan bahwa Claire adalah miliknya, Levin memulai alunan melodi percintaan mereka yang memabukkan. Membelai setiap jengkal tubuh mulus Claire dengan sentuhan dan cumbuannya hingga wanitanya hanya mampu mendesah sambil menggigit bibirnya dengan sensual, menahan kenikmatan yang memporak porandakan akal sehatnya. Kenikmatan yang berasal dari cumbuan lihai suaminya. “Wajahmu begitu sensual, Sayang. Aku tidak tahan lagi!” geram Levin saat melihat Claire yang sibuk menikmati cumbuannya dengan mata terpejam sambil mendesahkan namanya dengan nada menggoda. Nada yang menggoda Levin agar segera menunjukkan keperkasaannya dan dirinya tak akan ragu menunjukkannya! Claire melenguh pelan saat Levin menyatukan tubuh. Lagi, rasa sesak yang memabukkan menguasai milik Claire hingga otaknya tertutup oleh kabut kenikmatan. Desahan demi desahan memenuhi kamar saat Levin mulai bergerak. Terus menghentak, berusaha mempersembahkan kenikmatan untuk wanitanya. Gerakannya kian
Levin meraih tangan Claire yang sibuk memukuli dada bidangnya dan menggenggamnya erat-erat. “Iya, maaf. Aku yang salah karena asal tuduh. Kamu mau maafin aku kan?”Tidak ada jawaban. Wajah Claire masih memberengut kesal. “Kamu mau maafin aku kan?” desak Levin lagi.“Berisik!” sentak Claire.Kali ini, Levin terbahak. Demi Tuhan! Istrinya terlihat menggemaskan jika sedang merajuk seperti ini! Persis anak kecil! Padahal sudah bisa melahirkan anak kecil!Levin kembali merengkuh Claire ke dalam pelukannya. Kali ini Claire tidak berontak, menikmati pelukan hangat suaminya yang membuatnya merasa nyaman.Hening sejenak sebelum suara Claire kembali terdengar.“Aku juga minta maaf. Aku tau kalau setelah menikah, seharusnya aku lebih menjaga jarak dari pria manapun, tidak lagi terlalu dekat. Tadi Nick juga sudah menasehatiku, hanya saja aku perlu waktu untuk menyesuaikan diri. Sama seperti dulu saat kamu memintaku untuk memprioritaskan kamu dibanding Nick. Jad
Levin menarik nafas panjang, mencoba menetralkan emosinya. Sayangnya pria itu gagal dan kembali melontarkan kalimat yang membuat Claire kian naik pitam! “Aku hanya tidak ingin kamu terlalu dekat dengan Nick. Hanya itu. Tolong jangan menyalahartikan maksudku. Dan tolong hargai aku sebagai suamimu!” “Apa aku pernah tidak menghargaimu? Aku selalu menuruti ucapanmu. Aku berusaha melayanimu dengan baik. Sejak kita menikah, apa pernah aku membantah ucapanmu? Di bagian mana yang aku tidak menghargaimu sebagai suamiku?” cecar Claire. Levin terdiam. Ucapan Claire memang benar. Sejak mereka menikah, Claire selalu menuruti permintaannya. Selalu melayani hasratnya yang menggebu dan tidak kenal waktu. Selalu melayani keperluannya dengan baik, entah itu menyiapkan sarapan, menyiapkan pakaian kerja, meluangkan waktu untuk mendengar keluh kesahnya di kala suntuk dan masih banyak hal lainnya yang telah Claire lakukan untuknya. Tapi tetap saja, Levin tidak bisa mengusir rasa cembu
Levin masuk ke dalam rumah dengan langkah lebar, lelah rasanya setelah bekerja seharian. Yang dirinya inginkan sekarang hanyalah mandi air hangat, makan malam dan menikmati waktu santainya berdua dengan Claire. Jika dirinya beruntung, mungkin bisa bermain sebentar dengan Revel, meski untuk hal yang satu itu Levin tidak yakin karena hari ini dirinya harus lembur hingga pulang lebih larut dari biasanya. Dan setau Levin, biasanya jam segini putranya sudah terlelap. Namun semuanya pupus saat matanya menangkap kehadiran Nick. Rasa cemburu seketika merasuk ke dalam hatinya saat melihat kedekatan Claire dengan Nick. Dadanya bergemuruh dipenuhi rasa kesal. Hatinya panas terbakar api cemburu yang seolah sanggup membakar habis apa yang ada di sekitarnya. “Claire!”Panggilan Levin membuat Claire menoleh. Wanita itu menghampiri suaminya dengan senyum lebar, belum menyadari kalau Levin sedang dibakar api cemburu! “Hei, akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak
Nick mengerling saat mendengar ucapan Revel, detik itu juga pria itu sadar ada hal yang belum sempat Claire ceritakan padanya karena raut wajah wanita itu terlihat kesal. Ya, bagaimana tidak kesal? Claire merasa Levin terlalu memanjakan Revel. Selalu menuruti permintaan putra mereka. Hal yang menurut Claire tidak bijak.Sedangkan pola didik Claire adalah menanamkan kemandirian pada Revel sejak kecil. Nick hanya tersenyum saat mendengar keantusiasan Revel, tidak mungkin menanyakan hal itu pada Claire sekarang karena itu adalah hal yang harus dibahas oleh sesama orang dewasa saja. Dan sepanjang perjalanan, Revel tidak berhenti cerita, mendominasi waktu Nick hampir seharian, bahkan setelah mereka sampai di rumah, Revel masih asyik dengan ceritanya! Nick pun tidak terlihat keberatan, malah senang mendengar celotehan Revel. Setidaknya celotehan Revel membuat hidupnya tidak lagi sepi. Setelah lelah bercerita, Revel mengajak Nick bermain. Entah bermain bola di halaman be