Beranda / Fantasi / Satu Malam dengan Raja Naga / Bab 119: Kunci yang Tidak Pernah Dibuka

Share

Bab 119: Kunci yang Tidak Pernah Dibuka

Penulis: Ragil Avelin
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-02 16:30:53

Langit di atas puncak Gunung Arathel tampak seperti cermin retak—gelap, bersinar, lalu retak kembali. Suasana seolah tak beraturan. Tapi semuanya berubah saat Vardem melangkah maju dan mengangkat tangannya ke arah Liora. Tanpa aba-aba, tanah di bawah kaki mereka terbelah, dan altar tempat mereka berdiri runtuh ke dalam kehampaan yang tak bercahaya.

Liora tidak sempat menjerit. Ia terjatuh seperti dilempar gravitasi ke dunia lain. Namun detik berikutnya, ia mendarat di lantai marmer berkilau dalam ruangan tak berujung. Cermin-cermin tinggi menjulang di tiap sisi, dan di tengah ruangan berdiri sebuah kunci besar yang terbuat dari tulang naga, melayang perlahan dalam pusaran angin tak terlihat.

Vardem muncul di belakangnya. “Ini bukan ilusi. Ini adalah ruang batin terakhir dalam warisan naga. Tempat di mana pewaris sejati memilih untuk membuka... atau mengurung.”

Liora menoleh cepat. “Apa yang akan terkunci?”

“Dirimu sendiri,” jawab Vardem. “Atau leb
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 120: Penjaga Gerbang Terakhir

    Angin di wilayah utara menggigit lebih tajam dari biasanya. Pegunungan Sareth kini tak lagi tertutup awan kelabu seperti sebelumnya. Setelah kehancuran Roh Kunci, dunia perlahan mulai menata ulang dirinya—tetapi tidak semua pihak senang dengan perubahan ini.Liora berdiri di ujung tebing, memandangi celah yang dulu tersembunyi oleh kabut sihir. Kini terbuka lebar: Gerbang Terakhir. Gerbang yang menghubungkan dunia manusia dengan alam naga, dunia roh, dan dimensi waktu yang sudah lama terkunci.Kael, yang berdiri di sampingnya, menatap gerbang itu dengan wajah tegang. “Kita benar-benar akan masuk ke sana?”“Tidak ada pilihan lain,” jawab Liora. “Gerbang ini bisa jadi jalan menuju kehancuran... atau satu-satunya cara kita menyelamatkan dunia dari sisa-sisa ketidakseimbangan.”Elshar mendekat dari belakang mereka, kini mengenakan jubah hitam tua bertuliskan simbol kuno dari Klan Penjaga. “Dulu kami kira gerbang ini hanyalah mitos. Tapi ternyata, kali

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 119: Kunci yang Tidak Pernah Dibuka

    Langit di atas puncak Gunung Arathel tampak seperti cermin retak—gelap, bersinar, lalu retak kembali. Suasana seolah tak beraturan. Tapi semuanya berubah saat Vardem melangkah maju dan mengangkat tangannya ke arah Liora. Tanpa aba-aba, tanah di bawah kaki mereka terbelah, dan altar tempat mereka berdiri runtuh ke dalam kehampaan yang tak bercahaya.Liora tidak sempat menjerit. Ia terjatuh seperti dilempar gravitasi ke dunia lain. Namun detik berikutnya, ia mendarat di lantai marmer berkilau dalam ruangan tak berujung. Cermin-cermin tinggi menjulang di tiap sisi, dan di tengah ruangan berdiri sebuah kunci besar yang terbuat dari tulang naga, melayang perlahan dalam pusaran angin tak terlihat.Vardem muncul di belakangnya. “Ini bukan ilusi. Ini adalah ruang batin terakhir dalam warisan naga. Tempat di mana pewaris sejati memilih untuk membuka... atau mengurung.”Liora menoleh cepat. “Apa yang akan terkunci?”“Dirimu sendiri,” jawab Vardem. “Atau leb

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 118: Bentuk Pertama Sang Pewaris

    Angin menggila di puncak gunung saat Atheiron menembus langit dengan kecepatan luar biasa. Liora memejamkan mata, membiarkan angin menerpa wajahnya, mencium aroma sihir yang menggelegak dari tubuh naga di bawahnya. Suara ledakan dan gemuruh masih terdengar dari arah gua di belakang mereka—tanda bahwa Sereth, Irelia, dan Drakhan kini menghadapi musuh yang tak bisa ditawar.Namun di udara terbuka ini, ancaman belum usai.“Atheiron, ke mana kita menuju?” teriak Liora melawan hembusan angin.“Nebula Esenvar. Tempat roh naga pertama lahir. Kita akan lebih aman di sana, setidaknya... untuk beberapa menit,” jawab Atheiron dengan suara bergetar, bukan karena takut, tetapi karena energi di dalam tubuhnya yang terus melonjak.Mereka menembus awan, dan pemandangan di bawahnya berubah dari pegunungan menjadi padang es yang tak berujung. Di tengahnya, sebuah danau membeku dengan batu raksasa berwarna biru tua berdiri kokoh di tengah permukaannya. Batu itu meng

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 117: Hukum Darah yang Terikat

    Tiga hari telah berlalu sejak pertempuran di bawah Kuil Elarian. Mereka berhasil keluar dari reruntuhan dengan membawa keempat telur naga—yang kini disimpan dalam ruang khusus di bawah pengawasan sihir perlindungan. Tapi bukan hanya telur yang mereka bawa keluar... Liora membawa lebih dari itu.Gulungan warisan yang ia simpan kini seolah memiliki nyawa sendiri. Setiap malam ia terbangun dengan suara bisikan yang bukan berasal dari luar, melainkan dari dalam dirinya. Bisikan tentang darah, tentang sejarah, dan tentang perjanjian lama yang tertulis dengan nyawa para leluhur naga.Drakhan, yang selama tiga hari itu memilih diam dan menjaga jarak, akhirnya datang menemuinya saat fajar mulai menyentuh atap pelindung kamp mereka.“Sudah saatnya kita bicara,” katanya singkat.Liora hanya mengangguk. Ia tahu ini bukan sekadar percakapan biasa. Mereka berjalan ke sebuah area terbuka yang menghadap ke jurang lembah. Udara di sana lebih segar, dan hanya ada

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 116: Warisan yang Disembunyikan

    Langit pagi di atas pegunungan Utara tampak kelabu. Bukan karena badai atau kabut, melainkan karena sesuatu yang lebih halus—perasaan aneh yang mengendap di udara, seperti dunia sedang menahan napas. Liora membuka matanya perlahan di dalam tenda kecil yang didirikan di lereng tebing.Setelah ritual sumpah dan kepergian makhluk misterius, mereka memutuskan meninggalkan istana naga dan melakukan perjalanan menuju tempat yang disebut Aegiros, tanah di mana warisan para naga pertama dikubur.“Mimpi buruk lagi?” tanya Sereth yang sudah duduk di luar sambil menajamkan belati.Liora mengangguk, membenahi rambutnya. “Kali ini aku melihat anak kecil berdiri di depan pintu besar... tapi ia tidak bisa mengetuk. Tangannya terikat tali tak terlihat.”“Simbolik. Atau... bisa juga mimpi nubuatan,” Lyssandra menyela sambil mengaduk sup dari tumbuhan herbal lokal.Drakhan yang sedang menyisir wilayah sekitar muncul membawa kabar. “Dua jam lagi kita sampai

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 115: Sumpah di Atas Abu

    Langit di atas Istana Naga diliputi kabut ungu yang pekat. Angin berhembus pelan, membawa debu reruntuhan dan bekas sihir yang tak sepenuhnya padam. Di tengah reruntuhan itu, makhluk yang dulunya Azkareth berdiri diam, menatap puing-puing yang dulu merupakan pusat kekuasaan klan naga.Wajahnya masih menyimpan jejak manusia, tapi tubuhnya telah berubah sepenuhnya. Sisik-sisik yang hidup, tanduk yang berdenyut cahaya, dan sayap yang jika dibentangkan bisa menutup cakrawala. Ia bukan lagi sekadar pewaris. Ia adalah penggabungan jiwa naga terdahulu—wujud yang tidak pernah dibayangkan bahkan oleh para leluhur tertua.Namun, sorot matanya tetap milik Azkareth.Liora melangkah perlahan mendekat. Langkahnya berat, bukan karena takut, tapi karena ia tahu: yang berdiri di depannya kini adalah sesuatu yang di luar batas pemahaman makhluk fana.“Kau kembali,” bisiknya, matanya menyipit menahan emosi. “Tapi... siapa sebenarnya yang kembali?”Azkareth

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status