Home / Romansa / Satu Tahun Jadi Istrimu / Bab 8. Hubungan Suami Istri

Share

Bab 8. Hubungan Suami Istri

Author: Liani April
last update Last Updated: 2025-08-16 10:20:24

Langit malam tampak kelabu dari balik jendela besar kamar Tavira. Hujan belum turun, tapi awan menggantung berat seperti hatinya.

Kamar itu begitu luas dan mewah, dengan nuansa krem dan emas yang seharusnya membuat nyaman malah terasa dingin dan asing.

Tavira duduk di tepi ranjang, memeluk kedua lututnya. Lampu gantung kristal di langit-langit memancarkan cahaya hangat, tapi tidak menjangkau sudut hatinya yang beku.

Sudah tiga hari dia tinggal di rumah ini, rumah keluarga Haryodipura, rumah Darian. Tapi bahkan bayangan Darian saja nyaris tak pernah terlihat. Sibuk, kata pelayan. Meeting terus, kata sopir. Tapi bagi Tavira, itu semua hanya kata lain dari 'menghindar.'

Tavira menarik napas panjang. Dinding kamar ini terlalu tebal untuk bisa menangkap suara kehidupan dari luar. Tak ada suara langkah kaki, tak ada tawa, tak ada panggilan akrab dari ruang tengah. Hanya suara detik jam di dinding yang terus berdetak, mengiringi sepi.

Ia menatap ponselnya. Tak ada pesan masuk. Tak dari Mama, tak dari teman-temannya, apalagi dari Darian. Seolah ia sedang hidup di dunia yang terisolasi, dalam sangkar emas yang tak bernyawa.

Matanya mengarah ke sisi ranjang yang kosong. Ranjang itu terlalu besar untuk hanya ditempati satu orang. Ia membaringkan diri pelan, menghadap ke sisi kosong itu, lalu bergumam lirih.

“Kenapa aku di sini, ya?”

Tavira tak menangis, tapi hatinya seperti meluruh sedikit demi sedikit. Sunyi itu tak bersuara, tapi tajam. Mengiris keyakinannya yang dulu sempat ia genggam saat menerima pernikahan ini.

Angin malam masuk dari celah jendela, menggoyangkan tirai tipis putih yang menjuntai hingga lantai. Dan dalam kesunyian itu, Tavira memejamkan mata, mencoba memeluk dirinya sendiri.

Karena malam ini, tak ada siapa pun yang bisa melakukannya untuknya.

Tak lama kemudian. Suara notifikasi video call berbunyi nyaring mengusik kesunyian. Tavira tahu suara itu. Panggilan grup dari kawan-kawan modelnya.

Bergegas ia menjawab. Empat wajah ceria langsung muncul di layar.

“Hai, pengantin baru~” teriak mereka hampir bersamaan.

Anehnya, Tavira berubah riang begitu melihat wajah-wajah tak asing. Lupa kalau sebelumnya sempat mengeluh kesepian.

“Kami nggak ganggu, kan?” ujar Dhiya, si sulung yang juga senior dan mentor Tavira di dunia modeling.

“Suamimu di rumah?” tanya Hasana, yang paling muda dan selalu penasaran.

“Enggak. Darian belum pulang kerja.” Tavira menjawab jujur.

“Kamu di kamar?” Dhiya mencondongkan kepala.

Tavira mengangguk. Ia memutar kamera, menunjukkan kamar luas bergaya klasik yang biasa hanya dilihat teman-temannya di televisi.

“Wow, itu kamar pengantin kalian? Gila, kayak hotel bintang tujuh!” ujar Eshan, satu-satunya lelaki dalam kelompok mereka.

Tavira mengangguk lagi, menyembunyikan keterkejutan mendengar frasa kamar pengantin yang terasa asing baginya.

“Jendelanya gede banget, ya. Romantis banget pasti kalau suami-istri lagi... ehm,” celetuk Laya dengan senyum nakalnya.

“Hei, jangan samakan Tavira dengan kamu, Laya!” ujar Hasana geli.

Tawa mereka pecah. Tawa yang hangat, akrab dan sejenak menghangatkan hati Tavira.

“Gak nyangka sih, teman kita yang paling polos, yang dulu salaman sama cowok saja kaku, malah jadi istri duluan,” kata Dhiya, diikuti anggukan dari yang lain.

“Suamimu beruntung banget, dapat wanita baik, bersih, dan setia kayak kamu,” tambah Eshan, tulus meski diselingi nada bercanda.

Tavira tersenyum kecil. Eshan adalah teman yang paling tahu bagaimana ia menjaga hubungan dengan Darian, bahkan sebelum menikah.

“Ngomong-ngomong, kami kangen, Vi. Walaupun kamu udah berhenti jadi model, sesekali nongkrong bareng dong. Suamimu nggak bakal melarang, kan?” kata Dhiya.

Dibilang begitu, Tavira malah jadi berpikir, apa dia masih diperbolehkan bersama dengan teman-teman lamanya, atau sepenuhnya menjadi Nyonya Haryodipura dengan status sosial yang baru.

Mereka memang belum membicarakan hal itu. Yang pasti Darian tak akan keberatan kalau Tavira keluar hanya untuk nongkrong dengan teman-teman. Perjanjian mereka tidak sekaku itu.

“Tentu. Aku akan datang.”

“Dan jangan lupa cerita tentang kehidupan ranjang yaa~” sahut Laya, menggoda.

“Laya!” protes mereka serempak.

“Udah ah, kasihan Tavira, nanti suaminya keburu pulang. Siapkan baju seksi sana buat penyambutan!” kata Eshan sambil mengedipkan mata.

“Kalau butuh inspirasi, telepon aku ya, Tavira!” seru Laya lagi.

Tavira tertawa kecil. Tapi di balik tawanya, ia tahu tak satu pun hal yang teman-temannya bayangkan itu benar. Tak ada adegan romantis. Bahkan mungkin disentuh pun tidak.

Ia mengakhiri panggilan dengan lambaian tangan dan senyum selembut mungkin. Senyum yang harus terlihat seperti senyum bahagia seorang pengantin baru.

Begitu layar ponsel padam, senyum itu pun sirna.

Ruangan kembali sunyi. Tatapan Tavira kosong ke arah tirai putih yang kembali bergoyang perlahan.

Dan di benaknya hanya satu kalimat yang terpikirkan.

Boro-boro hubungan suami istri. Disentuh Darian pun rasanya tak akan pernah terjadi.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 47. Tahun Depan

    Tavira masih tidak percaya dengan foto pertunangan yang ia dapatkan di atas meja kerja Darian.Sejenak ia tertegun. Jemarinya merogoh dompet, mengeluarkan foto yang sama versi kecil yang selalu ia simpan. Dibandingkan, tidak ada perbedaan. Foto itu persis.Ada perasaan hangat merambat ke dadanya. Seperti menangkap bukti kecil bahwa Darian tidak sepenuhnya dingin terhadap perjodohan ini. Bahwa diam-diam, lelaki itu juga menganggapnya bagian penting dalam hidupnya.Senyum lembut muncul tanpa disadari. Rasanya seperti mendapat kado terindah secara tidak langsung dari Darian.Pintu tiba-tiba terbuka. Tavira buru-buru menaruh kembali bingkai itu ke tempat semula, pura-pura tidak pernah menyentuhnya.“Darian?” Ia berdiri kaku, menyambut pemilik ruangan itu.Darian sempat terkejut melihat Tavira ada di ruangannya. Terlebih ia berdiri di dekat meja kerja pribadinya. Namun ekspresinya cepat mereda.“Aku mencarimu di bawah. Charity-nya sudah se

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 46. Ruangan Darian

    Lift berhenti di lantai 21. Tavira keluar dari lift. Lorong yang panjang dan hening menyambutnya dengan dingin.Tavira diam sejenak. Ia tidak pernah kemari. Tidak tahu persis dimana ruangan Darian berada. Sedangkan tidak tampak seorang pun yang sekiranya bisa ia tanyai.Kakinya berjalan pelan sambil memerhatikan sekeliling. Mestinya tidak sulit menemukan ruangan Darian. Pastilah ada tanda-tanda yang mencolok. Misalkan plang nama di depan pintu. Atau keterangan ruang CEO yang biasa ia temui di kantor-kantor kebanyakan.Tavira menghentikan langkah kaki seketika. Bukan karena dia menemukan ruangan yang dimaksud. Melainkan ia mendengar suara seseorang dari sebelah kanan lorong tempatnya berdiri.Tavira menghampiri. Mendengar lebih jelas suara tersebut berasal dari seseorang yang sedang berbicara. Mungkin dengan seseorang di telepon.“Sialan. Brengsek. Lakukan seperti yang aku bilang. Kamu mau upahmu berkurang karena nggak mengikutiku, hah?” umpatan itu

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 45. Depan Lift

    Tavira tenggelam bersama anak-anak panti yang ceria dan menyenangkan. Tidak terasa waktunya perpisahan tiba. Seluruh sesi acara sudah terlaksana. Semua berjalan dengan baik, bahkan menggembirakan anak-anak yang datang hari itu sebagai tamu.Tavira ikut mengantarkan anak-anak keluar dari aula sambil membagikan goodie bag sebagai kenang-kenangan.Anak kecil yang dibantunya menggambar tadi menghampiri Tavira, lalu memeluknya.“Datanglah ke rumah kami. Nanti aku tunjukkan gambar bunga yang ditempel di kamarku,” ocehnya lucu.Tavira menundukkan tubuh. Tersenyum dan membalas pelukannya.“Oke. Nanti aku akan datang. Tolong buatkan lagi gambar bunga yang paling bagus ya.”Tavira membuat janji di dalam hatinya sendiri. Kebetulan ia tahu dimana alamat rumah panti tempat anak-anak ini tinggal. Kalau ia mau, ia bisa mengunjungi kapan pun panti asuhan itu.Mereka pun berpisah dengan lambaian tangan juga wajah-wajah yang bergembira.Semua su

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 44. Debar Aneh Apa Ini?

    “Selamat pagi semuanya,” salam Tavira dimulai.“Saya merasa sangat bersyukur bisa berada di sini, bersama adik-adik sekalian. Jujur, berada di tengah kalian membuat saya teringat pada masa kecil saya sendiri. Saya tumbuh tanpa seorang ayah sejak lahir, dan meski jalan hidup saya berbeda dengan kalian, saya tahu rasanya merindukan kasih sayang, merindukan pelukan, merindukan rumah yang benar-benar terasa ‘rumah’.“Tapi hari ini, melihat senyum kalian, saya ingin kita sama-sama percaya bahwa masa depan bisa tetap cerah, meskipun masa lalu tidak selalu mudah. Bahwa keluarga tidak hanya berarti sedarah, tapi juga siapa saja yang peduli dan mau berjalan bersama kita.“Semoga hari ini bukan sekadar acara singkat, melainkan kenangan manis untuk kita semua. Kenangan bahwa kalian tidak sendiri, bahwa ada banyak orang yang ingin kalian tumbuh menjadi pribadi hebat dan bahagia.“Terima kasih kepada Summit Holdings, kepada semua pihak yang telah menyiapkan acara ini,

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 43. Bintang Utama

    Sebelumnya Tavira sudah diberitahu oleh Darian rangkaian acara yang akan digelar di aula kantor nanti. Tavira juga diberi rundown acara yang Darian dapatkan dari kordinator lapangan untuk event penting tersebut.Tavira bukan orang awam. Dia pernah menjadi brand ambassador suatu produk. Tentu acara semacam ini pernah ia ikuti. Karena kali ini yang ia datangi adalah perusahaan suaminya, pastilah ia tidak ingin mempermalukan diri, apalagi mempermalukan Darian sebagai tuan rumah.Tavira mempelajari rangkaian acara. Ia bahkan memasukkannya ke dalam kepala waktu demi waktu agar kegiatan itu terlaksana dengan baik.Darian memerhatikan Tavira yang membaca rundown di selembar kertas sambil mengangguk-angguk tanda mengerti. Tidak ada satu kalimat pun yang luput dari matanya.Darian menganggap lucu wajah Tavira yang serius. Sesekali menahan bibirnya agar tidak kentara bahwa ia menertawakan Tavira yang mengerutkan kaning. Padahal hanya rundown,

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 42. Mau Ikut Denganku?

    “Tavira, bagaimana rasanya menyukai seseorang?” tanya Darian pelan.Tavira menelan ludah. Dia masih belum bisa tersadar dari belaian tangan Darian di pipinya. Seperti tersengat dan membuat seluruh inderanya mati rasa.“Me-menyukai seseorang?” Tavira perlu mengulang. Masih belum percaya Darian telah bangun sepenuhnya. Bisa saja dia sedang melindur. Pertanyaan itu tidak sungguh-sungguh ia tanyakan.Tapi lelaki itu mengangguk. Tatapan matanya makin tajam menembus ke iris mata Tavira. Jemarinya pun masih bermain di area pipi Tavira yang terasa lembut.“Menyukai seseorang itu rasanya seperti menemukan alasan kecil untuk bahagia setiap hari.”Tavira tidak tahu Darian sedang mengetesnya atau apa. Sekalian saja Tavira luapkan apa yang ada di pikirannya selama ini. Sambil berharap Darian bisa mengerti sisi dirinya. Bisa membuka hati meski sedikit. Dia pernah bilang tidak mengerti cara menyukai seseorang. Semoga saja setelah ini Darian bisa mengerti. Atau ba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status