Share

Bab 2

Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah Atas, di sekolah yang baru, begitu pun dengan petualangan cintaku. Patra, masih sering meneleponku dan terkadang mengirimi aku surat dari Jepang. Entah berapa tahun lagi dia kembali, aku dengar dari papa, jika om Prasetya diplomat yang terbaik tahun ini, sulit jika belum pensiun dan kembali, kemungkinan besar om Prasetya akan terus pindah-pindah negara untuk bertugas. Dan semakin kecil peluang untuk Patra pulang kembali ke Indonesia dalam waktu dekat.

Dewi dan Ririn, ya mereka sahabat yang selalu berbagi cerita denganku, dan terkadang meracuniku untuk tidak setia dan menunggu Patra kembali. Mereka bilang padaku, untuk iseng mencari cowok baru agar bisa di ajak sekedar nongkrong ke mal dan ke pesta ulang tahun teman-teman semata. Dalam satu sisi ada benarnya juga sih apa yang mereka bilang padaku, masa aku terus menjomblo dan menjadi obat nyamuk teman-temanku dalam setiap waktu dan kesempatan. Kan enggak asyik pastinya.

Kegagalan-kegagalan pacaran saat di Sekolah Menengah Pertama biarkan hal itu berlalu, bukan gagal sih hanya terpisah oleh waktu dan jarak, dan tak ada kepastian kapan akan pulang lagi.  Apa lagi saat aku lihat kakak tingkatku yang tampan dan mempesona, duh bikin hatiku kian dak...dig...dug.. saja. Tidak kalah ganteng sih dengan Patra.

"Maaf ya Patra, jika aku jatuh cinta lagi nanti."

Sekolah Menengah Atas Negeri 76 Jakarta, bersyukur sih aku bisa bersekolah di sini. Ini salah satu sekolah favorit di Jakarta, siapa yang tidak tahu, banyak artis, dokter atau pengusaha yang jadi alumni di sini sejak tahun 70-an. Termasuk mama dan papaku yang dulu sekolah di sini. Entah bagaimana ceritanya mama dan papa kini bisa berjodoh karena dari SMA yang sama. Kisah zaman kolot yang mungkin nanti akan aku tanya kepada mereka saat senggang. Mungkinkah mereka cinta pertama? Atau malah di jodohkan seperti kisah cinta Siti Nurbaya dahulu.

***

Hari ini upacara bendera, apa sih yang bisa menjadi hiburan saat upacara kalau bukan bermain mata dan incar-incar kakak kelas yang genteng. Aku pun terkesima dengan kak Febri, dia selalu menjadi pemimpin upacara, badannya tegap, tinggi dan manis. Jika aku berpapasan dengannya aku selalu berusaha menyapanya. Penuh malu-malu tapi ada mau tentunya.

"Hai Kak Febri."

Tak lupa satu senyuman manis pun aku berikan kepadanya. Begitulah cara aki tebar pesona kepada kak Febri. Kalau untuk menembak terlebih dulu tampaknya aku tidak sanggup. Lebih baik aku simpan saja perasaan kagumku ini di dalam hati. Sambil sedikit- sedikit mencari perhatian darinya.

Siang ini aku duduk di bawah pohon bersama teman-teman, ya sambil istirahat dan membaca novel kegemaranku. Kiki pun memegang bahuku. Kiki dia teman baruku, aku beda kelas dengan Dewi dan Ririn. Dan pastinya tak seakrab dulu yang selalu jalan bareng bertiga kemana-mana. Kini aku lebih dekat dengan Kiki teman satu bangku. 

"Yan, sepertinya Kak Febri mau jalan ke arah kita deh."

"Aduh jangan bercanda begitu kamu Ki, aku lagi asyik baca novel ini."

"Itu lihat dulu dong sebentar jangan membaca buku terus kamu nya."

Aku menutup buku novel yang aku baca, ya ampun, ternyata benar apa yang Kiki bilang, dia mendekat kepada kami. Dan terus mendekat kesini.

"Halo semuanya, lagi apa nih? asyik sekali ya yang sedang membaca novel."

"Ia itu Kak, dia mah hobinya membaca melulu kalau senggang."

Aku pun mencubit tangan Kiki yang menggaguku. Dia suka comel dan iseng dan susah mengendalikan diri terkadang.

"Aduh."

Kiki pun mengaduh, karena cubitan aku tadi.

"Ki, boleh enggak Kakak pinjam Yanti sebentar ya?"

"Boleh Kak, santai saja, yang penting nanti di pulangin ya."

"Bisa aja kamu Ki."

Si Kiki pun menuruti permintaan Febri. Dan aku melihatnya bergegas mencari alasan untuk pergi.

"Kebetulan Kiki mau beli permen dulu Kak, untuk nanti di dalam kelas."

Aku menahan tangan Kiki, tapi dia mengindahkanku dan pergi dari kami.

"Yan, nanti sepulang sekolah, boleh enggak Kakak antarkan Kamu pulang?"

"Aku kan membawa mobil juga Kak, bagaimana dong." Sahut aku sambil berdebar-debar.

"Oh gitu, ya sudah gampanglah, kakak kan bisa ikut in Kamu dari belakang, enggak keberatan kan kalau kakak ingin main saja ke rumahmu?"

"Hem, tidak apa-apa sih Kak."

"Kok pakai hem sih, apa ada yang marah Yan, Kamu sudah punya pacar ya?"

"Bukan begitu Kak, Yanti bingung saja, bagaimana kalau mama dan papa bertanya, kalau nanti kita hanya berdua saja main ke rumahnya, aku takut di ledeki Kak."

"Oh begitu, kakak pikir kenapa, ya bilang saja teman sekolah, ingin mampir sekalian pinjam buku, kakak tidak akan lama deh janji mainnya."

"Iya deh Kak."

"Ya sudah nanti sehabis pulang sekolah aku tunggu Kamu di depan kelas ya, nanti kita sama-sama ke parkirkan mobilnya."

Aku pun menganggukkan kepalaku. Febri lagi-lagi aku mulai mendapatkan angin segar dari cowok idolaku.

"Ya sudah masuk yuk, sudah mau bel pelajaran ini."

"Iya Kakak lebih dulu saja nanti aku bersama Kiki, itu Kiki sudah mau kesini dari kantin."

"Ok, kakak pergi dulu ya Yan?"

“Iya Kak.”

Tak berapa lama Kiki pun datang menghampiriku. Ya benar saja dia banyak membeli makanan ringan tidak hanya permen semata. Mukanya sudah penuh tanda tanya dan senyum-senyum aneh untuk menggodaku.

"Yeah yang habis mengobrol dengan Kakak tingkat incarannya, senyum-senyum sendiri begitu."

"Kiki jangan meledek melulu dong, kan aku jadi malu tahu."

"Ngomong-ngomong Kak Febri menembak ya tadi?"

"Is, apaan sih, belum kok Ki, dia cuma mau main ke rumah setelah pulang sekolah nanti."

"Duh senangnya si Yanti."

"Sudah ah berisik ayo kita masuk kelas, itu Bu Ika sudah mau masuk dari ruang guru."

Jam pulang sekolah

Tet....Tet...Tet.....bel sekolah pun berbunyi kami berdoa dan teman- teman pun bubar meninggal kan kelas.

"Ayo pulang Yanti!!"

"Iya Ki, nanti aku deg-degan nih gugup."

"Hem, itu Arjunamu sudah menunggu di depan pintu, Kak Febri, duh andai saja aku belum punya pacar."

“Maksudnya? Kamu naksir kak Febri gitu?”

Saat aku palingkan wajah aku ke depan pintu, benar saja dia sudah menunggu aku.

"Aduh Ki, antarkan aku yuk."

"Duh kenapa sih santai saja kali Sayang, Kamu jangan jadi gugup seperti itu Yanti, santai saja."

Aku pun menghampiri kak Febri. Tanpa menghiraukan kata-kata Kiki yang membuat aku semakin gugup.

"Ayo Kak pulang!!"

"Iya ayo pulang Yan, Kamu memarkirkan mobil di sebelah mana Yan?"

"Itu Kak aku parkirkan di bawah pohon cemara."

"Ya sudah  ambil, kakak mengikuti Kamu dari belakang ya. Ki, kamu mau ikut main enggak ke rumah Yanti?"

"Ngga Kak, aku....Hehehehe."

"Dia mah sudah ada yang mau jemput pacarnya Kak."

Aku pun menimpali pertanyaan kak Febri ke Kiki.

"Ki, Hayu pulang...."

"Tuh Ki Irfan sudah di depan gerbang."

"Ok Yanti, Kak Febri terlebih dahulu ya, oh iya Yan, besok jangan lupa traktirannya ya."

Mulai  dia menggangguku, dan kami pun pulang ke rumah. Alhamdulillah papa dan mama sedang ke Mall, aku tidak akan di ledeki untuk hari ini.

"Kak ayo masuk, beginilah Kak gubuknya Yanti, sekarang sudah tahu kan?"

"Iya sudah tahu Yan, hanya setengah jam dari rumahku, dekat."

"Kakak mau minum apa nih?"

"Air mineral dingin saja ya Yan, jangan repot-repot."

aku suguhkan dua gelas air mineral dingin, dan aku bawakan camilan yang ada di kulkas seadanya. Mbok Inah sedang ke pasar dan beruntung tidak ada yang tahu Febri main kesini selain pak satpam.

"Kak, di minum ya, maaf kuenya seadanya nih."

"Iya seperti apa saja sih Kamu, santai saja, sebenarnya kakak ada maksud loh main ke sini, Kamu sudah punya pacar belum?"

"Hem, apa kak?"

"Tuh kan setiap kakak bertanya pasti ada hem nya, kenapa sih Yan."

"Belum kok Kak, aku belum punya pacar."

Aku pun menjawab pertanyaannya dengan lantang. Supaya tidak curiga, ada sih tapi jauh, aku hanya bergumam dalam hati.

"Baguslah kalau begitu."

"Maksudnya Kak?"

"Ya bagus jadi kakak punya kesempatan besar untuk menjadi pacar Kamu, Kamu juga suka kan sama kakak?"

"Is Kakak mah, sok percaya diri sekali deh."

"Ya kelihatan kali Yan dari pandangan Kamu kalau lagi curi-curi pandang saat upacara hari Senin.”

"Ups, Kakak mah bisa saja."

"Kakak paham kali Yan, tapi kakak cari tahu Kamu dulu perlahan-lahan, tampaknya Kamu baik deh anaknya, dan aku juga suka.”

Dan kemudian aku pun tersipu malu. Tahu saja kak Febri jika aku naksir selama ini, jadi malu ketahuan tingkah nakal aku.  Dan tampaknya hari ini benar- benar kami akan jadian deh, tentunya sesuai dengan harapanku.

***

Setelah kami jadian, dia sering meminta aku untuk tidak membawa mobil lagi, ya biar saja Kak Febri yang mengantar dan menjemput aku sekolah. Senang deh, ternyata begini ya kalau pacaran saat SMA, senang, seru dan lebih romantis dari saat Sekolah Menengah Pertama.

Persahabatan aku bersama Kiki, Dewi dan Ririn pun kian akrab. Hari demi hari kami lalui dengan belajar bersama, jajan bersama, berenang bersama dan terkadang nongkrong dan pacaran bersama, kompak deh dalam segala aktivitas sehari-hari.

Tapi tahun depan Kak Febri harus kuliah, duh takut kehilangan rasanya. Setahun pacaran dengan Kak Febri terasa cepat sekali. Ya semoga deh perjalanan kisah kami berjalan lancar. Kan ada pepatah kalau jodoh tak akan lari ke mana pun. Tapi jujur sih takut kehilangan, iya kalau dia kuliah di Jakarta? Kalau pergi kuliah ke luar kota atau keluar negeri seperti Patra dulu. Ya Tuhan mungkin ini risiko orang yang sedang jatuh cinta.

***

Kalau di rumah kini masih sama, papa masih sibuk dengan bisnisnya, dan mama sudah mulai sering di rumah. Mama tidak seperti dulu yang wajib pergi ke kantor seperti papa untuk mengelola bisnis keluarga kami. Sekarang tidak hanya foto Patra yang tersimpan di laci kamarku, ada foto kak Febri juga. Memang benar seperti yang tante Ana ceritakan. Kisah cinta saat SMP dan SMA itu seru-seru lucu. Begitu pun kisah cintaku, Patra dan Febri.

"Patra, apa kamu di Jepang sekarang pun memiliki teman dekat yang lain seperti aku kini?"

Jepang, entah kapan papa mama mengizinkan aku ke sana. Ingin sih bisa bertemu dan merasakan kebersamaan dengan Patra sambil mengenang masa lalu. Dan kamu Patra, betul- betul tidak pernah pulang untuk sekedar mencari dan bertemu aku lagi. Atau benar kata mereka kalau kamu sudah lupa, atau mungkin gak akan pernah kembali lagi.

Syair Cinta

Cinta itu ibarat waktu, dia akan datang dan dia pun akan pergi

Terkadang cinta membuatku tersenyum, terkadang cinta membuatku menangis

Cinta itu hanya sebuah warna yang bisa kita rasakan saat ada, dan kita akan ingat saat cinta sudah pergi

Terkadang cinta itu anugerah, seketika datang di waktu yang tidak kita harapkan

Tetapi kadang cinta hanya sebuah kebutuhan, jika sudah dapatnya cinta, habis dan berlalulah cinta itu

Tiada cinta manusia yang abadi, cinta itu akan selalu pergi dan berganti, entah hari ini, esok atau nanti

Bagaikan Patra dan Febri yang berhasil mencuri hatiku

Yanti

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status