Home / Romansa / Saudara Angkatku, Rivalku / Sudah Waktunya Menikah

Share

Sudah Waktunya Menikah

Author: DAUN MUDA
last update Huling Na-update: 2025-10-25 23:58:48
Ketika malam semakin larut dan suara jangkrik bersahutan dari balik pepohonan, Elira masih duduk di teras villa sederhana itu. Angin laut membawa aroma garam yang samar, bercampur dengan bau kayu lembap dari lantai yang belum sepenuhnya kering setelah hujan sore tadi.

Dari kejauhan, terdengar derit pelan dari pintu gerbang kayu. Lampu gantung di depan villa berayun lembut, menyorot sosok laki-laki berpakaian hitam yang mendekat membawa sesuatu di tangannya.

“Selamat malam, Nona Elira.” Suaranya dalam, tenang, tapi membawa aura kewaspadaan.

Elira menatapnya tanpa beranjak, mencoba mengenali wajah asing itu.

“Kamu siapa?”

Pria itu menunduk hormat.

“Saya hanya utusan Tuan Respati. Ini makan malam untuk Anda.”

Ia mengangkat nampan berisi makanan hangat yang masih mengepul pelan.

“Tuan berpesan agar Anda makan dengan cukup dan beristirahat. Jangan pergi jauh dari villa. Itu perintahnya.”

Nada terakhir terdengar seperti peringatan.

Elira mengangguk pelan, menahan perasaan campur aduk. Antara
DAUN MUDA

:-0

| Like
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Saudara Angkatku, Rivalku   Bayangan Perempuan Lain

    “Bali, Nona. Tempat yang lebih aman,” jawabnya singkat.Elira terdiam. Ia masuk ke mobil tanpa berkata lagi.Namun begitu pintu tertutup dan mobil mulai melaju, ada tatapan kosong di matanya. Setiap kilometer yang mereka tinggalkan terasa seperti jarak baru antara dirinya dan kebebasan yang hampir bisa ia genggam.Sementara itu, di ruang kerja Respati, jauh di Jakarta, ponselnya kembali bergetar. Pesan masuk singkat dari tim pengawalnya:[Target dalam perjalanan. Aman.]Respati hanya membalas:[Buat seolah ini perjalanan liburan.]Ia tahu, cepat atau lambat, Elira akan membencinya karena semua ini. Tapi untuk sekarang … keselamatan Elira jauh lebih penting daripada penjelasan apa pun.*****Pagi itu, matahari baru saja menembus jendela apartemen Zayed ketika ponselnya berdering pelan. Pesan dari Dika, orang bayaran yang ia tugaskan untuk mencari Elira.Zayed, yang masih duduk di meja makan dengan wajah lelah dan kopi yang sudah dingin, membuka pesan itu dengan mata berat.[Kita kehila

  • Saudara Angkatku, Rivalku   Mau Dibawa Kemana?

    Akhirnya, ia menggeser ikon hijau di layar.“Selamat sore.” Suaranya tenang, rendah, dan tanpa ekspresi.“Selamat sore, Pak Respati. Akhirnya saya bisa berbicara langsung dengan Anda.”Respati tidak menjawab, hanya memberi keheningan yang panjang, membiarkan Tuan Hananta melanjutkan.“Kita belum pernah bertemu, tapi saya yakin Anda tahu siapa saya.”“Kurasa cukup banyak orang tahu siapa Anda setelah skandal yang dilakukan putri angkat anda,” balas Respati datar. “Pertanyaannya, mengapa Anda berusaha menghubungi saya?”Nada itu bukan nada ramah. Tidak ada rasa sungkan, seolah ia berbicara dengan rekan bisnis kecil, bukan salah satu tokoh paling berpengaruh di industri kesehatan.“Saya tidak suka berputar-putar,” ucap Tuan Hananta. “Saya hanya ingin tahu apa hubungan Anda dengan putriku, Elira.”Hening kembali menggantung. Respati bersandar perlahan di kursinya, menatap lampu-lampu kota yang mulai menyala.“Menarik,” katanya pelan. “Biasanya orang menanyakan kerja sama bisnis. Anda justr

  • Saudara Angkatku, Rivalku   Dekat Dengan Seorang Pewaris

    “Pastikan Elira tetap aman dan …. bahagia.”Asistennya menunduk hormat. Ia paham betul arti di balik kata-kata itu. Bahwa kendali tetap di tangan Respati.Begitu pintu tertutup dan Respati kembali sendiri, ia menatap layar tablet itu sekali lagi. Senyum samar tersungging di sudut bibirnya.“Jadi kamu bisa tertawa lagi tanpa aku, Elira? Baiklah. Nikmati sementara masih bisa.”Ia lalu mematikan tablet itu dan beralih menekuri laptopnya.****Elira baru saja menutup pintu rumah dan hendak berbaring, tapi ponselnya berdering pelan di meja kecil dekat mesin jahit.Namun saat melihat layar ponselnya, pikirannya dipenuhi tanda tanya. Nama Respati tertera di sana. Sudah berhari-hari ia tidak mendengar suara laki-laki itu. Sejak malam pemindahannya ke desa ini, semua komunikasi hanya melalui tangan kanan Respati.Dan kini, tiba-tiba, ia menelpon sendiri.Dengan jantung berdegup tidak karuan, Elira akhirnya menggeser ikon hijau.“Halo?” suaranya nyaris berbisik.“Lama juga ya angkat telfonnya?”

  • Saudara Angkatku, Rivalku   Mulai Betah

    [Reno : Tuan, ini foto yang kami temukan. Masih buram, tapi kami yakin 80% itu Nona Elira. Vila tepi pantai di Lombok Utara.]Zayed membuka foto itu, gambar perempuan bergaun putih muda, tengah berjalan di tepi teras dengan laut di belakangnya. Kabur, tapi cukup untuk membuat jantungnya berhenti berdetak sesaat.“Elira,” suaranya lirih, hampir tidak terdengar.Ia menatap layar lama sekali, matanya memantulkan cahaya ponsel yang bergetar di genggamannya. Isyana bergerak sedikit di sebelahnya, bergumam kecil, lalu memeluk lengan Zayed dalam tidurnya. Namun pria itu bahkan tidak menoleh.Ia hanya duduk diam, menggenggam ponsel erat-erat. Tatapannya dingin, ada sesuatu yang berputar di pikirannya, antara rasa bersalah, rindu, dan tekad.‘Aku akan menemukanku lagi, Elira. Apa pun caranya.’*****Angin pagi dari pegunungan kecil di belakang desa membawa aroma tanah basah dan bunga kenanga.Rumah baru Elira berdiri di tepi jalan paving, dikelilingi pagar bambu dan pohon pisang di belakangny

  • Saudara Angkatku, Rivalku   Aku Akan Menemukanmu

    “Oh, sekarang aku yang disalahin lagi? Setelah aku berhasil ngerayu Papa buat bantu bisnis keluargamu, apa ini imbalannya, Kak?!”Zayed merasa tertampar lalu Isyana menambahkan.“Kamu pikir aku nggak stres, Kak? Aku kehilangan reputasi, teman-temanku menjauh, semua orang ngata-ngatain aku perebut tunangan orang! Itu semua aku alihin sama belanja online dan ngelakuin semua semauku!”“Kalau cuma apartemen ktor, kamu bisa panggil tukang bersih-bersih kan bisa. Nggak perlu nyentil aku kayak gini seolah-olah aku ini nggak berguna buat kamu!”Zayed terdiam. Tapi wajahnya menunjukkan kejengkelan dan malu yang tak bisa disembunyikan.Ia menatap sekitar apartemen, lalu menatap Isyana, sosok perempuan yang dulu ia pikir akan membuat hidupnya lebih berwarna, kini justru seperti menambah beban pikirannya.“Aku cuma capek, Isya,” katanya pelan tapi tegas.“Kalau kamu capek, aku juga capek terus disalahin!”Zayed berdiri lalu menuju balkon. Dari sana ia bisa melihat gemerlap lampu kota Jakarta yang

  • Saudara Angkatku, Rivalku   Bosan Hidup

    Elira terdiam. Amarahnya runtuh perlahan, berganti dengan gelombang takut dan bingung.“Apa ... apa maksudmu, Res?”“Maksudku sederhana,” jawab Respati dingin. “Aku nggak akan mengulang perintah dua kali. Kemasi barangmu, ikut orangku, dan jangan tanya apa-apa lagi. Kalau kamu mau hidup tenang, lakukan sekarang.”“Kamu cuma nakut-nakuti aku kan, Res?”“Aku serius. Aku berusaha menyelamatkan kamu, meskipun kamu sendiri nggak sadar ada bahaya yang mendekat.”Lalu sambungan telfon terputus begitu saja. Tanpa salam, tanpa kesempatan bagi Elira untuk bertanya lebih detail lagi.Elira memandangi layar ponselnya yang gelap dengan sejuta kebingungan. Dia tidak berani menghubungi Respati kembali.Tangan kanan Respati masih berdiri di depan pintu, lalu berucap.“Kita benar-benar harus pergi sekarang, Nona,” katanya lembut tapi pasti.Elira menarik nafas panjang lalu mengangguk.“Iya.”Malam itu langit Lombok seperti menelan cahaya. Angin laut berembus kencang, membuat daun-daun kelapa di sekitar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status