Pasangan yang sedang menikmati makan malam ditemani satu gelas anggur itu asyik bercakap-cakap menggunakan bahasa yang mereka mengerti. Meskipun berasal dari negara berbeda, akan tetapi Shohei tidak kaku. Hal itu menambah nilai plus untuk Hillary yang sudah mengidolakan atlet bisbol tersebut. Mateo sendiri yang tempat berdirinya ada di belakang Hillary, mau tidak mau juga mendengar percakapan. Dia hanya bersikap seperti tidak tahu apa-apa, karena itu adalah kode etik dari seorang pengawal. "Mulanya aku berpikir akan menyesal menerima acara makan malam ini, tetapi setelah kita berbincang, sepertinya tidak." Shohei tersenyum. "Aku merasa kalau kita bisa menjadi dekat lagi setelah ini." Pernyataan yang begitu gamblang. Hillary masih tidak menyangka jika dia akan duduk di depan sang idola, berbincang, makan bersama. Apalagi pernyataan tadi membuat dia semakin bahagia. "Aku menantikannya." Hillary mengangkat gelas anggurnya, lalu mereka bersulang. Tidak lama waktu
Mateo mendapatkan hukumannya. Dia ditahan dengan alasan tidak membawa surat izin berkendara, sedangkan pengemudi truk dibebaskan. Hal itu memicu kemarahan Serina yang mengetahui situasi sebenarnya. "Nyawa tiga orang hampir lenyap malam ini dan kalian membiarkan pelakunya bebas?! Semua tidak masuk akal! Di mana letak kebenaran di negeri ini?!" Serina sudah merah kedua matanya akibat menahan kemarahan. Dia tidak berhenti bersuara sejak tadi, melontarkan kalimat apa pun untuk pembebasan. "Maaf, Nona. Anda sudah mendengar sendiri penjelasan dari pengemudi truk. Cahaya yang silau membuatnya kesulitan saat berkendara. Dia juga sudah meminta maaf karena menimbulkan keributan dan membuat banyak orang menjadi khawatir. Kami tidak menangkapnya karena memiliki surat yang lengkap, sedangkan tuan Mateo tidak memilikinya.” Serina mengepalkan tangan, hampir ingin melayangkan tinjunya namun lagi-lagi niatnya dicegah oleh suara Mateo yang memanggil namanya dari balik jeruji besi. "Ka
Mateo melirik wanita yang mengemudikan mobil, lalu memperhatikan cermin tengah untuk melihat keberadaan sang pengacara. Suasana sangat tenang dengan hanya deru mesin yang halus sebagai penghias perjalanan. "Terima kasih, sudah membantuku." Hillary menoleh pada pria yang duduk di sampingnya sebentar, lalu memfokuskan pandangan ke depan kembali. "Tidak perlu mengucapkan terima kasih. Aku hanya geram pada mereka yang menyalahgunakan wewenang, mengambil keputusan yang memberatkan sebelah pihak, padahal sudah jelas siapa yang bersalah. Seharusnya aku yang berterima kasih padamu, karena telah berusaha menyelamatkan kami, meskipun mobil kesayanganku harus berada di bengkel sekarang. Siapa yang tidak setuju kalau di saat seperti itu nyawa lebih berharga daripada harta? Aku bersyukur masih dibiarkan hidup." Mobil berhenti tidak jauh dari satu kafe, mereka semua melirik ke arah yang sama. Orang-orang tampak bersantai, beberapa juga tampak terburu setelah selesai memesan. Pelan
Hillary tertawa lebar, tidak tahan dengan situasi yang begitu lucu. Dia sama sekali tidak memiliki maksud buruk dengan mempertanyakan sesuatu yang nyatanya membuat Mateo langsung berpikir kalau itu merupakan masalah besar. "Kenapa tertawa? Aku meninggalkan tempatku sebentar untuk menghubungi adikku. Pintu ruanganmu bisa terlihat dari meja sekretaris dan aku bisa memastikan kalau tidak ada yang masuk ke ruanganmu sejak tadi." Hillary mengusap ekor mata yang menjadi bukti kalau apa yang terjadi sangat menggelikan. "Aku tidak menyangka jika kau orang yang begitu lucu." Sekretaris sendiri yang ikut menyaksikan tidak berpikir demikian. Dia sampai tidak berani menolak keinginan Mateo untuk menggunakan telepon karena takut jikalau hal buruk terjadi padanya. "Aku tidak bermaksud untuk bergurau. Perkataan tadi serius, bahwa—" "Aku bisa memasukkan beban biaya panggilanmu dan juga burger yang kau makan ke dalam tagihan? Aku sudah mendengarnya dengan jelas, bahkan juga m
Sampai di perusahaan, batang hidung Serina sudah terlihat. Meja di hadapannya penuh oleh makanan seperti tidak memikirkan, apakah akan habis atau tidak. "Oh, kalian sudah datang? Duduklah. Aku sudah memesan makanan," ucap Serina, sibuk menyantap makanan kembali. "Kau membuat ruanganku menjadi berantakan," ucap Hillary. "Ruanganmu tidak akan berantakan lagi jika kita menghabiskannya. Sudah lewat dari jam istirahat dan aku yakin kau belum makan." Serina menatap pria yang datang bersama sahabatnya. "Mateo, kau pasti belum tahu kalau wanita ini mengalami masalah dengan perutnya. Dia memiliki penyakit usus buntu, bahkan sampai sekarang masih tidak sadar untuk memperbaiki pola hidupnya yang melupakan soal makan karena lebih mementingkan urusan pekerjaan. Lain kali, kau bisa memaksanya untuk itu. Aku mengizinkannya." "Mateo adalah pengawalku. Kenapa harus mendapatkan izin darimu?" "Oh, kau bisa berkata seperti itu setelah menolaknya menjadi pengawalmu?" Hillary yang
Hillary memajukan tubuhnya yang hampir bersandar. Perhatian kali ini benar-benar beralih berkat mendengar perbincangan dua orang tamu di ruangannya. Tadi dia tidak memiliki niat untuk ikut mendengarkan, tetapi karena kalimat terakhir Mateo membuat dia berubah pikiran.Serina sendiri menjadi serius ekspresinya. Dia tidak kalah penasaran dengan alasan di balik kejahatan yang dilakukan Lemuel. Jika benar Mateo tahu, maka hal itu akan membuka satu misteri pembunuhan yang belum terpecahkan hingga saat ini."Tuan Conor menyukai hewan dan memiliki banyak peliharaan di rumahnya."Serina mengerutkan dahi, tawanya seperti mengatakan bahwa perkataan Mateo sangat tidak masuk akal. "Tidak salah. Semua orang tahu kalau tuan Conor menyukai hewan, bahkan memiliki yayasan untuk hobinya itu. Tapi apa hubungannya dengan kasus pembunuhan? Kau tidak akan mengatakan kalau peliharaannya sendiri adalah penyebab kematian, bukan?""Aku belum selesai bicara. Kau bisa mendengarnya sampai habis
Hillary sangat kesal, terlebih ketika perkataannya tidak didengar. Dia sudah menunggu lama agar mereka berpisah di depan gedung perusahaan, akan tetapi Mateo tetap saja mengikuti.Hingga dia tidak tahan untuk membalikkan badan, tampak frustrasi saat mengembuskan napas. "Orang yang bekerja pasti akan sangat senang jika atasan mereka mengatakan bahwa mereka sudah bisa pulang ke rumah. Dan lagi, kau tidak mendengar perkataanku di ruangan tadi? Apa aku perlu mengatakannya sekali lagi agar kau paham?""Aku akan mengantarkanmu sampai ke rumah."Hillary terlihat semakin tidak suka dari ekspresinya. "Kau ingin disebut sebagai penguntit oleh orang-orang?"Mateo terdiam untuk beberapa saat, lalu dia berkata dengan nada tegas, "Pengawal adalah pengawal, penguntit adalah penguntit. Pengawal bukanlah penguntit, mereka adalah dua orang yang berbeda.""Terserah padamu!"Melihat wanita yang kesal itu akan pergi, Mateo segera berkata, "Kau bisa memberikan kuncinya padaku."H
Saat membuka pintu kabin, Mateo mendapati Hillary tengah tertidur pulas. Dia juga tidak ada niat membangunkan, jadi dia memutuskan untuk mengendarai mobil saja menuju The Pearl Villa.Sampai di sana pun Hillary tampak tidak terusik, bahkan ketika Mateo mencoba untuk membangunkan. Mau tidak mau Mateo harus membopong Hillary ke kamar, ditemani seorang pelayan wanita sebagai penunjuk jalan.Mateo membaringkan Hillary di tempat tidur, pelayan yang mengantarkan langsung membantu melepaskan sepatu pemilik rumah sebelum menyelimuti dengan baik. Mateo sendiri tahu kalau sudah saatnya dia pulang."Ayah ...."Suara itu berhasil menghentikan niat, Mateo dan sang pelayan memandang wanita yang tampak gelisah dalam tidur. Mateo tidak beranjak sampai pelayan tersebut mendekati Hillary dan mengatakan kalau sang majikan bukan hanya sekadar memanggil sang ayah."Suhunya sangat panas. Nona sepertinya terkena demam."Mateo ingat kalau mereka tadi berusaha mencari tempat berteduh.