Home / Romansa / Saya dan Miliarder Cantik / Chapter 5. Jejak Masa Lalu

Share

Chapter 5. Jejak Masa Lalu

Author: Renko
last update Last Updated: 2021-05-09 17:16:57

Teriakan itu mencapai telinga Serina dan Meera, memaksa keduanya bergegas menuju asal suara. Mereka menemukan Hillary tengah berhadapan dengan Mateo, yang tampak canggung di ambang pintu kamar kecil.

“A-apa yang kau lakukan di kamar kecil?!” suara Hillary bergetar.

“Memangnya apa yang biasanya orang lakukan di kamar kecil?” Mateo menjawab dengan nada datar, tak paham dengan maksud pertanyaan Hillary.

"Kau tadi ...! Kau bergetar! Berguncang!"

Mateo hanya merasa lega setelah buang air kecil, karena dia menahannya begitu lama akibat pekerjaan dapur yang tak bisa ditinggalkan. Dia tak pernah menyangka seseorang akan masuk, di saat dirinya memiliki kebiasaan buruk tak mengunci pintu kamar kecil.

Sadar tak diperhatikan aksi protesnya, Hillary mengikuti arah pandangan Mateo. Dia dengan cepat menyadari bahwa dada basahnya yang kini terlihat menerawang menjadi pusat perhatian. Dalam sekejap, wajahnya berubah marah dan tanpa ragu melayangkan tamparan keras ke pipi Mateo.

Plak!

Suara tamparan itu menggema hingga ke meja pelanggan, yang berhenti menyantap makanan mereka untuk sesaat. Sementara itu, Serina dan Meera yang turut menyaksikan kejadian hanya bisa tertegun.

Mateo menyentuh pipi yang baru saja ditampar, perlahan memutar kepalanya untuk kembali menatap Hillary. Kemarahan masih terlihat jelas di wajah wanita itu, dengan kedua tangan kini memeluk tubuhnya sendiri seolah berusaha melindungi sisa-sisa harga dirinya.

“Minggir!” teriak Hillary, mendesak Mateo keluar dari kamar kecil itu.

Mateo tak memiliki pilihan lain, terpaksa melangkah keluar. Rasa sakit masih membekas di pipinya dan ini kali pertama dirinya ditampar oleh seorang wanita.

Meera tertawa kecil. "Kakak tak mengunci pintunya lagi, ya?" ucapnya, memahami kebiasaan buruk sang kakak.

Mateo mendesah kesal, kembali mengusap pipinya yang masih terasa panas. Semua ini terjadi hanya karena dia tak sengaja memperhatikan baju Hillary yang kotor.

***

Suara kembang api meledak di udara, menghiasi malam dengan percikan warna-warni yang indah. Orang-orang berkumpul di bawah langit malam, tersenyum menyaksikan pertunjukan itu. Di Honolulu, rumah makan yang sudah kosong dari pelanggan, empat orang duduk dalam suasana yang jauh dari meriah.

Mateo tak berniat melepaskan ketiga wanita di hadapannya begitu saja. Dalam pandangannya, mereka pantas diberi beberapa pertanyaan—atau lebih tepatnya, sebuah interogasi.

Meera awalnya percaya diri dengan keputusannya membuka lowongan pekerjaan. Dia berpikir kakaknya akan setuju, mengingat keputusan itu telah banyak membantu mereka malam ini.

“Kakak ...!”

Namun, baru satu kata terlontar dari mulutnya, Meera sudah kehilangan keberanian. Dia menunduk, merasa terintimidasi oleh tatapan tajam sang kakak. Di sisi lain, Hillary duduk dengan wajah berpaling, masih dipenuhi amarah akibat kejadian di kamar kecil tadi.

“Izinkan kami memperkenalkan diri. Aku Serina dan wanita di sampingku ini bernama Hillary. Kami datang dengan niat baik, untuk melamar pekerjaan," kata Serina akhirnya, memecah kesunyian di antara mereka.

Mateo tersenyum sinis. “Mana ada manajer perusahaan yang ingin bekerja sebagai pelayan,” katanya, mengingat percakapan pertamanya dengan Hillary. “Katakan maksud kedatangan kalian dengan jelas. Aku takkan menoleransi apa pun yang dapat membawa dampak buruk bagi rumah makan kami.”

Meera tak tahu-menahu tentang percakapan serius ini, mulai merasa cemas. Dia juga baru sadar bahwa orang yang diterima bekerja di rumah makan mereka bukanlah wanita sederhana. Pakaian mereka saja sudah cukup mencerminkan kelas sosial yang berbeda.

“Meera, kau bisa masuk ke kamar,” ucap Mateo tiba-tiba, membuat Meera menatap sang kakak.

“Kenapa? Aku bagian dari rumah makan ini dan aku juga harus tahu tentang apa yang berkaitan dengannya,” protes Meera.

“Ini tak berkaitan dengan rumah makan. Kau bisa memberikan ruang bagi kami untuk membahas persoalan pribadi. Mereka adalah tamuku," tegas Mateo.

Meera mengepalkan tangan. Dia tak terima, tapi dia juga tak bisa menolak perintah kakaknya. Dengan berat hati, akhirnya dia bangkit dan menuruti permintaan itu.

Setelah Meera pergi, Mateo tak ingin membuang waktu lagi. Dia langsung berkata, "Kalian wartawan?"

Serina sedikit terkejut mengetahui identitasnya terbongkar, padahal dia sudah berusaha menyembunyikannya. Tanpa banyak bicara, dia mengeluarkan kartu nama dari saku dan menyodorkannya.

"Aku Serina Williams, seorang wartawan di Meteor Media. Kau tak salah mengenali temanku sebagai seorang manajer."

Mateo tak menyukai keberadaan wartawan. Karena alasan inilah, dia dan adiknya terpaksa berpindah-pindah tempat tinggal. Baru sekarang hidup mereka sedikit tenang, dan kini ketenangan itu kembali terusik.

Menyadari bahwa mereka akan segera diusir, Serina buru-buru berkata, "Tuan Mateo, mohon dengarkan penjelasan kami terlebih dahulu. Ini tak seburuk yang kau bayangkan. Aku sudah mengumpulkan banyak data mengenai kehidupanmu. Mengenai kejadian silam, harus diluruskan. Aku yakin bahwa kau bukanlah—"

“Berhenti bicara,” potong Mateo tajam. “Aku tak ingin adikku mendengarnya.”

Tatapan Mateo terarah ke tangga, berusaha menangkap tanda-tanda pergerakan dari atas. Dalam keheningan yang berlalu beberapa saat itu, dia menyimpulkan bahwa tak ada yang mendengar pembicaraan selain mereka bertiga.

“Kita bicarakan lagi hal ini besok. Katakan padaku, kapan dan di mana kita akan bertemu," putus Mateo.

Serina cepat menangkap situasi. "Sepuluh pagi, di Marine Hotel," jawabnya yakin.

Mateo menggeleng. “Kita tak bisa berbicara di tempat yang rawan dengan masalah sistem keamanan.”

Serina sejenak terdiam, mempertimbangkan ulang pilihannya. Marine Hotel memang tempat yang rahasia, tapi dia lupa mempertimbangkan aspek keamanannya. Ada banyak tamu yang akan silih berganti memasuki hotel tersebut.

“Kalau begitu, The Pearl Villa, tempat di mana Hillary tinggal. Di sana sistem keamanannya cukup tinggi dan hanya ditempati seorang diri. Tidak akan ada yang datang tanpa izin pemiliknya,” usul Serina.

Hillary yang mendengar keputusan itu langsung membelalak. Raut tak setuju jelas terlihat di wajahnya. Bagaimana bisa rumah pribadinya yang tenang akan menjadi tempat pembicaraan rahasia yang melibatkan Mateo, pria yang baru saja ditemuinya?

“Will, apa kau sudah gila?!” protes Hillary.

Serina menoleh pada Hillary, berkata dengan nada meyakinkan, “Jhand, aku membutuhkan bantuanmu. Kami takkan mengusikmu. Kau bisa tetap beraktivitas seperti biasa selagi kami berbicara.”

Hillary tak punya kata-kata untuk menjawab. Tak pernah sekali pun dia membiarkan orang asing menginjakkan kaki di rumahnya, dan sekarang, pria bagaikan tumbuhan layu yang membawa serta masa lalu kelam ini akan meninggalkan jejak di setiap sudut kediamannya.

Dunia ini memang kejam! pikir Hillary.

Renko

Bagaimana pendapatmu tentang mereka yang ada di novel ini?

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saya dan Miliarder Cantik   Bab 40: Motor Bekas dan Renovasi

    Serina mematikan televisi tidak lama setelah siaran wawancara singkat usai. Dia tidak bisa memikirkan cara apa pun untuk mengorek informasi dari Lemuel, bahkan pria itu dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik.Stuart juga ada di sana, menyaksikan hal yang sama tadinya. Setelah selesai menonton, dia pun berkata, "Sekarang kau membuat orang-orang bersimpatik padanya. Apa sebelum mewawancarai, kau tidak memikirkan soal dia yang akan menjawab dengan sangat baik?"Ponsel Serina berdering. Dia mengangkat panggilan telepon begitu saja. "Halo?""Halo, Wartawan Serina."Serina seketika menjadi tegang saat mendengar suara di seberang sana. Dia melihat kembali sejumlah nomor tidak tersimpan yang ada dalam layar, tidak menduga kalau dia akan dihubungi oleh Lemuel."Anda pasti terkejut, karena saya menghubungi begitu tiba-tiba.""Ah, ya ... saya tidak pernah menduganya."Serina keluar dari ruangan, meninggalkan raut kebingungan di wajah Stuart. Dia mencari sudut yang aman untuk mereka bicara,

  • Saya dan Miliarder Cantik   Bab 39: Tanya Jawab Singkat

    Serina mencebik, tidak suka dengan Stuart yang memberikannya pekerjaan secara tiba-tiba, bahkan dia tidak jadi ditraktir oleh Mateo, karena harus singgah ke Meteor Media untuk menyelesaikan beberapa hal."Aku sedang sibuk menyelesaikan proyek besar dan kau selalu menambah pekerjaanku. Bukankah gajiku yang sekarang tidak akan sepadan dengan kesetiaanku terhadap perusahaan ini?""Sibuk bagaimana? Kau belum memperlihatkan kemajuan apa-apa selama satu minggu ini," ucap Stuart.Serina mengernyitkan alis. "Itu karena kau terus-menerus memberikan pekerjaan yang begitu banyak padaku!""Kau yakin bukan karena Mateo yang harus melindungi sahabatmu? Mungkin kau perlu diingatkan pada tugasmu yang sesungguhnya yaitu mencari informasi mengenai pembunuhan yang melibatkan tuan Conor. Jangan sampai tujuanmu berubah arah menjadi yang lain."Stuart melemparkan dokumen yang dibacanya sejak tadi ke atas meja. "Kita tidak punya waktu untuk bermain-main, Serina," ucapnya, kemudian keluar dari ruangan.Serin

  • Saya dan Miliarder Cantik   Bab 38: Menawan Hati

    Serina meletakkan kedua belah tangan di pinggang, menatap sepeda motor yang akhirnya menjadi pilihan. Dia sudah menghubungi sang sahabat untuk persoalan biaya dan sekarang sedang menunggu respons Hillary."Kau yakin dengan pilihanmu? Hillary tidak akan senang mendengarnya.""Yang aku perlukan hanyalah sepeda motor, mahal atau tidak bukanlah sesuatu yang harus dipusingkan. Selama mesinnya bisa berfungsi dengan baik, maka itu sudah cukup.""Tapi sekarang bukan mahal atau tidak mahal sebagai pilihanmu, tapi baru dan tidak baru. Bagaimana jika keputusanmu diubah? Kita akan membeli yang baru, bukan yang bekas."Tepat pada kalimat terakhir, Mateo menerima telepon. Dia melihat ke arah Serina yang menatap bingung padanya, lantas dia mengangkat panggilan tersebut."Halo?" Mateo berkata."Kau ingin agar aku berutang budi padamu sampai mati?"Serina mendengar suara sang sahabat dari ponsel Mateo. Dia melipatkan tangan di dada sambil berekspresi tidak peduli, sudah tahu kalau hal seperti ini akan

  • Saya dan Miliarder Cantik   Bab 37: Keraguan pada Kotak Buttermilk

    Dua hari tersisa, Mateo hanya berjaga di sekitar The Pearl Villa. Hillary tidak mengerjakan aktivitas apa pun di luar kediaman selama memulihkan diri, mungkin benar-benar sudah memutuskan hidup dengan baik.Bahkan, akibat kondisinya yang buruk di pertengahan pesta kemarin, Hillary sampai memanggil dokter keluarga ke vila, hal yang sudah lama tidak dilakukan karena sebelumnya dia yang menghampiri sang dokter supaya meresepkan obat untuknya ketika usus buntu meradang.Mateo menoleh ke lantai dua, mendapati Hillary sedang berbicara dengan sang dokter. Saat ini dia mengambil waktu untuk merokok sebentar, tiba-tiba jadi terpikirkan mengenai hal apa yang akan dilakukannya setelah masa kerja menjadi pengawal selama satu minggu usai.Beberapa batang rokok habis bertepatan saat sang dokter muncul di lantai bawah, tampak sudah akan pergi. Mateo menoleh lagi ke arah jendela besar yang diketahuinya merupakan milik kamar Hillary. Wanita itu sedang melihat pula ke arahnya, langsung berpaling dan pe

  • Saya dan Miliarder Cantik   Bab 36: Mengisi Kekosongan Perut

    Perkataan Mateo membuat mereka bertiga menjadi pusat perhatian. Nick agaknya merasa dipermalukan, citranya telah berubah menjadi orang yang sangat menjengkelkan.Hillary berpikir bahwa sekarang bukan saat yang tepat untuk berurusan dengan Nick. Dia segera menarik Mateo untuk pergi dari sana, selanjutnya sambil terhuyung-huyung berjalan ke sisi dinding.Hillary berusaha tetap berdiri tegak, berhenti sebentar untuk mengambil napas. Beberapa menit berlalu hanyalah waktu tanpa kata."Maaf, karena membawa urusan pribadi Anda ke tengah acara. Saya melihat bahwa Anda merasa tidak nyaman sejak tadi dan membutuhkan cara untuk pergi dari aula.""Kau tahu dari mana kalau Nick mengirimkan buket padaku setiap hari?""Sekretaris Anda berbicara mengenai buket yang dikirim setiap pagi oleh orang yang sama dan katanya Anda sering kali merasa jengkel. Saya melihat siapa pengirimnya untuk berhati-hati dengan orang itu suatu saat nanti. Ternyata pertemuan ditakdirkan begitu cepat. Saya berharap dia tidak

  • Saya dan Miliarder Cantik   Bab 35: Pesta Pernikahan

    Sampai esok hari, Bellmira tetap mengeluhkan kesalahan sang kakak di matanya. Dia terus membuat pilihan antara Serina atau Hillary. Padahal, Mateo tidak memiliki hubungan istimewa apa-apa terhadap dua wanita itu."Mereka berdua adalah sahabat dekat yang aku dengar dari cerita kak Serina. Kakak seharusnya tidak memecah belah persahabatan mereka dengan mendekati keduanya sekaligus.""Aku tidak melakukan pekerjaan seperti itu. Berhentilah mengatakan yang tidak-tidak sebelum aku terlambat.""Memangnya Kakak akan ke mana?" Bellmira baru sadar akan setelan pakaian formal yang dikenakan kakaknya. "Dari mana Kakak mendapatkan pakaian itu?"Mateo sudah lama sekali tidak menatap dirinya dari atas sampai ke bawah. Ternyata rasanya tetap sama, tidak pernah terbiasa. Dia lebih menyukai baju kaos dengan jaket hoodie ketimbang kemeja dengan jas."Apa aku sudah terlihat rapi?" tanya Mateo.Bellmira menganggukkan kepala. "Pilihan yang sangat bagus. Itu cocok sekali dengan Kakak. Memangnya akan ke mana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status