Share

Bab 4

Author: Yessika Sutomo
Ketika Yovita melihatnya, dia langsung merasa bekas gigitan di lehernya terasa sakit. Bibirnya juga mulai terasa panas terbakar. Ada juga rasa ketakutan dan ketidakberdayaan saat dikekang, sekaligus kemarahan.

Yovita mencengkeram sudut selendangnya dengan erat. Otot-ototnya menegang, sementara api membara di dalam hatinya.

Ekspresi takut Yovita itu tertangkap oleh mata Alex. Tentu saja Alex juga tidak melewatkan kepalan tangan mungilnya.

Cih.

Bahkan kemarahan wanita ini pun begitu lembut.

Lucu sekali.

Alex mengembuskan asap rokok dengan perlahan. Asap itu masuk ke hidung Yovita, lalu dia pun menahan napasnya.

Alex tersenyum dengan kepala miring, tampak jahat dan menggoda.

"Alex, apa kamu pernah bertemu dengannya?" tanya Widya segera setelah mendengar ini.

Bibir tipis Alex menunjukkan senyuman ketika dia menjawab, "Pernah."

Yovita segera menatap pria itu, napasnya seakan melambat.

Apa maksudnya? Jangan-jangan pria itu ingin mengungkapkan yang sebenarnya?

Seluruh tubuh Yovita memancarkan penolakan. Jika Widya mengetahui kebenarannya, bagaimana mungkin Yovita berpikir cucu tertuanya ini yang memaksa Yovita? Sesuai cara berpikir Widya biasanya, ditambah status Yovita di keluarga ini, wanita tua itu hanya akan menganggap Yovita yang tidak setia, ingin menggoda Alex.

Jadi, Alex tidak boleh sampai mengatakannya!

Widya bertanya dengan rasa penasaran, "Di mana kamu bertemu dengannya?"

Sepasang mata di bawah potongan rambut pendek Alex terus tertuju pada Yovita, tidak bergeser sesaat pun. "Di ...."

Telapak tangan Yovita berkeringat. Dia menatap Alex dengan lekat, matanya seakan berkata, "Jangan katakan apa pun!"

Alex tersenyum nakal sambil menjawab, "Di ponsel."

Yovita kebingungan.

Widya juga bertanya dengan bingung, "Apa di ponselmu ada foto Yovita?"

'Ternyata namanya Yovita,' pikir Alex.

"Oh, bukan begitu." Alex menjelaskan, "Tahun lalu ada pelayan yang iseng memberitahuku kalau Davin sudah menikah. Katanya istrinya sangat cantik, lalu dia mengirimkan fotonya padaku."

Yovita tidak percaya. Jika memang begitu, seharusnya Alex sudah mengenalinya di hotel sebelumnya. Pria itu tidak seharusnya memperlakukannya seperti itu.

Widya menghela napas lega. "Pantas saja. Yovita memang cantik. Alex, istrimu nanti pasti jauh lebih cantik daripada dia."

Alex duduk, tampak anggun dan santai. Kemudian, dia tersenyum lembut pada Widya sambil berkata, "Kalau begitu, aku harus bergantung pada Nenek untuk mencarikan satu untukku. Tolong carikan yang memliki gaya seperti adik iparku ini."

Widya mengelus tangannya dengan penuh kasih sayang. "Baiklah, Nenek akan melakukan apa yang kamu katakan."

Alex tersenyum dengan mata terpejam, tampak sangat menggoda.

Ketika senyuman baru terbentuk di mata Yovita, dia mendengar nada tegas Widya, "Kenapa kamu berdiri saja di sana? Kemarilah, minta maaf pada kakakmu. Kamu sudah membuat kakakmu menunggu lama!"

Yovita sudah mengira hal ini akan terjadi. Dia berjalan mendekat dengan patuh, menuangkan secangkir teh hangat, mengangkatnya dengan kedua tangan untuk menyerahkannya di hadapan Alex. Kemudian, Yovita berkata, "Kak Alex, maaf sudah membuatmu menunggu lama."

Alex masih mengisap rokok di sudut bibirnya, sementara pandangannya melewati tangan putih Yovita yang bersih. Tanpa disadari, Alex langsung teringat bahwa tangan ini sebelumnya juga pernah memegang sesuatu yang diameter lubangnya mirip dengan cangkir ini.

Mata Alex menjadi lebih gelap.

Efek obatnya sudah lama hilang, tetapi seperti ada tanda-tanda kebangkitan lagi.

Alex mengangkat kelopak matanya, melihat Yovita yang hampir tidak bisa berdiri lagi. Mungkin wanita itu juga teringat adegan memalukan itu.

Ketika memandang ke samping, Alex melihat telinga Yovita yang memerah.

Alex tidak terburu-buru menerima tehnya. Jari-jari panjangnya mengetuk meja dengan santai, lalu dia bertanya dengan tenang, "Berapa umurmu tahun ini?"

"Dua puluh tiga," jawab Yovita.

"Oh, pantas saja kamu terlihat seperti bunga yang baru mekar, begitu lembut dan merah merona," ujar Alex.

Yovita terdiam.

Widya tersenyum sambil menegur, "Apa yang kamu katakan? Dia adik iparmu, kenapa kamu memujinya seperti itu?"

"Nenek, lihat telinganya," balas Alex.

Yovita tak bisa berkata-kata.

Widya menoleh, melihat telinga mungil Yovita yang memerah. Kemudian, wanita tua itu langsung mengerutkan kening. "Bukankah aku sudah mengatakan untuk selalu percaya diri dalam segala hal? Kenapa kamu sampai tersipu malu hanya untuk memberikan teh pada kakakmu saja?"

Yovita terdiam sambil melirik pelakunya.

Alex membuang rokoknya, tersenyum gembira, lalu berkata, "Nenek, aku ingin Nenek melihat sisi pemalu dan cantik gadis kecil itu, bukan menyuruh Nenek memarahinya. Wajar kalau seorang gadis muda merasa gugup di pertemuan pertama."

Ketika melihat Alex tidak marah, Widya pun tidak mengatakan apa-apa lagi.

Alex mengangkat tangan untuk menerima teh. Ujung jari pria itu mengusap punggung tangannya, membuat Yovita langsung menarik kembali tangannya, seperti baru saja tersiram air panas. Alex menatap jari-jari lembutnya, lalu mengangkat kepala untuk meminum tehnya.

"Teh ini wangi sekali," kata Alex.

Yovita menggertakkan gigi tanpa mengatakan apa-apa.

Yovita merasa seluruh tubuhnya tidak nyaman.

Pada saat itu, kepala pelayan datang sambil menyangga Davin yang kepalanya diperban dengan ketat. Padahal hanya kepalanya yang terluka, tetapi entah kenapa dia berjalan tertatih-tatih.

Ketik melihat ini, Widya langsung bangkit berdiri. Dia mengira itu hanya perkelahian kecil saja. Bagaimana bisa Davin sampai seperti ini?

Kemudian, suara pecahan keras terdengar!

Sebuah cangkir porselen terlempar hingga ke dekat kaki Yovita. Air panas memercik ke pergelangan kakinya yang putih bersih, terasa sangat panas.

Widya sangat marah. "Kamu benar-benar lancang, kamu berani memukul suamimu sampai dia perlu disangga orang lain! Apa kamu sudah melupakan ajaran tentang hubungan suami istri yang aku berikan? Aku sudah mengatakan padamu, kamu harus menurut kalau suamimu menginginkannya!"

Yovita berdiri diam, tidak mengatakan sepatah kata pun.

Beberapa helai rambut terjatuh dari dahi Yovita, menyentuh sudut matanya, menambah kesan lembutnya. Namun, matanya sangat tenang, begitu tenang sampai sepertinya dia tidak menghiraukan kata-kata Widya.

Alex tersenyum simpul.

"Pergilah untuk berlutut di aula leluhur untuk merenung! Puasalah selama tiga hari. Pikirkan baik-baik kewajibanmu sebagai seorang istri!" kata Widya.

Yovita membalas, "Baik."

Dia melangkah keluar melewati Davin, tetapi tidak melirik Davin satu kali pun.

Davin menarik napas tajam. 'Sialan! Wanita ini sudah bosan hidup!' pikir Davin.

Alex dengan santai memutar cangkirnya. Di pupilnya yang dalam terpantul sosok ramping wanita itu. Dia melihat punggung Yovita yang naik turun, seolah merasa lega.

Sepertinya Yovita tidak ingin tinggal di sini.

Heh.

Apa itu karena Alex, atau karena Davin?

"Kakak, apa yang sedang kamu lihat?" tanya Davin.

Alex menarik pandangannya. "Oh, melihat sinar bulan."

Alex mengangkat kepala untuk meminum sisa tehnya hingga habis. Aroma gadis itu samar-samar masih tercium di bibir cangkir.

Di aula leluhur.

Cahaya lilin berkedip-kedip, aroma buku terasa tajam dan harum.

Yovita mengenakan pakaian longgar. rambutnya diikat menjadi sanggul, tampak longgar dan santai. Dia tidak peduli dengan bekas tamparan di wajahnya. Dibandingkan makan bersama Davin dan Alex, dia lebih menyukai tempat ini. Semuanya tenang tanpa gangguan.

Yovita setengah berlutut di atas bantalan, sementara tangannya memegang pena. Di atas kertas putih dia menulis kata demi kata dengan santai dan teratur.

Di belakangnya adalah aula leluhur Keluarga Darian. Seolah ada banyak mata yang dengan lembut menatapnya, begitu tenang dan anggun.

Setelah beberapa waktu, Yovita akhirnya selesai menulis. Dia mengangkatnya, meletakkannya di meja samping, menunggu tintanya mengering.

Yovita merapikan meja dengan cermat.

Setelah semuanya kembali rapi, dia pergi untuk berdoa.

Kemudian, Yovita membungkuk tiga kali ke arah aula leluhur.

Ketika kembali lagi ke meja, Yovita mengambil buku, lalu mulai membaca.

Perut Yovita berbunyi keroncongan, tetapi dia hanya mengelusnya.

Yovita memang merasa lapar.

Namun, dia juga sudah terbiasa untuk menahan lapar.

Hanya saja, keningnya masih tetap berkerut. Saat ini kehamilannya memang belum terlihat, tetapi perutnya tidak bisa berbohong.

Dia harus bergegas. Keluarga Darian mengawasinya dengan begitu ketat, jadi bagaimana caranya Yovita bisa pergi ke rumah sakit?

"Yovita."

Sebuah suara merdu menyadarkan Yovita dari lamunannya. Dia mengangkat kepala, melihat bayangan hitam panjang di pintu.

Bayangannya tampak berbintik-bintik, tetapi pria itu tampak bersih bersinar, tegas sekaligus rapi.

Potongan rambut pendeknya membuat dia tampak begitu sombong.

Sejak kapan pria ini masuk?
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 100

    Setelah mengalami begitu banyak tekanan, Yovita mengira dia akan menggila.Hanya saja anehnya dia tiba-tiba merasa tenang.Dia bahkan tidak meringkuk ketakutan lagi, melainkan duduk di tempat tidurnya untuk menghadapi langit malam yang gelap.…Keesokan harinya.Cindy tiba di rumah sakit, dia ingin memulai balas dendamnya pada Yovita secara resmi. Dia sudah tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi.Dia membeli beberapa buah dan pergi ke kamar pasien Thomas. Pada saat ini, Thomas sedang diinfus di dalam kamar. "Halo, Paman.""Oh? Halo, ternyata kamu," kata Thomas sambil tersenyum. "Kamulah yang bawa aku ke rumah Keluarga Darian sebelum ini. Kalau bukan karenamu, aku benar-benar nggak tahu betapa menderitanya Yovita di sana. Terima kasih.""Paman, ucapanmu terlalu sungkan. Yovita dan aku adalah teman baik. Akhir-akhir ini Yovita terbebani oleh masalah 10 miliar, jadi dia nggak bisa datang menjengukmu dan minta aku untuk datang.""10 miliar? Masalah apa itu?""Paman nggak tahu? Yovita

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 99

    Alex berdiri, dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan memakan semangkuk mi ini. Cindy buru-buru bertanya. "Pak Alex, apakah kamu nggak mau makan mi ini?"Pria itu mengeluarkan ponsel, lalu mentransfer satu miliar padanya sambil berkata, "Jangan khawatirkan aku. Tidurlah lebih awal, aku masih punya urusan." Setelah mengatakan ini, Alex berjalan meninggalkan halaman. Sosoknya yang tinggi segera menghilang di tengah langit malam.Cindy merasa sangat senang saat melihat notifikasi di ponselnya.Alex lebih murah hati daripada Davin, dia bahkan memberi satu miliar demi semangkuk mi ini. Cindy telah mempelajari banyak keterampilan untuk menggoda Davin, dia bahkan juga pernah melakukan aborsi, tapi uang yang diberikan oleh Davin tidak mencapai satu miliar.Hanya saja, Cindy masih merasa kecewa.Alangkah baiknya jika Alex ingin melakukannya dengannya. Dia sangat ingin melakukan hal itu dengannya.Cindy membawa mangkuk mi itu ke dapur dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Setelah

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 98

    Yovita menghela napas lega saat melihat kepergian Davin, panggilan itu benar-benar datang di saat yang tepat.Dia mematikan air dan berjalan keluar.Akhirnya dia berhasil melewati masalah ini.Waktu di ponselnya menunjukkan pukul 23.30 tepat.Pada saat ini, ponselnya berdering. Itu adalah panggilan suara WhatsApp.Sebuah foto profil berwarna hitam muncul di layer ponsel Yovita.Itu adalah panggilan dari Alex.Pria itu meneleponnya di saat yang tepat.Seperti surat perintah hukuman mati, seolah-olah pria itu tidak akan menyerah sampai dia menjawab panggilan ini.Yovita menjawab panggilan ini, lalu menempelkan ponsel ke telinganya. Tidak lama kemudian dia mendengar suara berat Alex dari ujung lain panggilan. "Di mana kamu?"Yovita berkata, "Kak, aku hampir sampai di sana. Aku akan segera memasaknya untukmu.""Bagus sekali."Alex memutuskan panggilan, lalu mengambil headset Bluetooth-nya dan menyalakan kamera, layar laptop menunjukkan sekelompok direktur yang berpakaian dengan rapi."Lanj

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 97

    Langit malam sangat gelap, cuacanya juga sangat sejuk.Saat melewati hutan maple, angin berdesir yang membuat dedaunan gugur dan menyentuh pergelangan kaki Yovita. Daun ini bagaikan sebilah pisau yang melukai kaki Yovita dan membuatnya gelisah.Davin telah mengutus seseorang untuk memanggilnya, tapi Alex tetap diam.Yovita merasa Alex yakin dia tidak mungkin tidak pergi dan juga tidak berani melawan.Dia juga mengetahui jika dia tidak membuatkan camilan, Alex tidak akan melepaskannya.Yovita berdiri di persimpangan kamar timur dan barat. Lampu di kedua halaman menyala, cahayanya menyebar sejauh puluhan meter, seperti cahaya penuntun jalan baginya.Membiarkan Yovita memilih jalan mana yang harus diambil.Yovita berdiri di tempat selama 10 detik, lalu segera berbalik dan pergi ke kamar timur.Pengurus rumah tangga baru yang bernama Bibi Eni sedang menunggunya. Dia menyapanya dengan hormat. "Bu Yovita."Yovita membalas sapaannya. Bibi Eni berkata, "Pak Davin sedang mandi. Dia meminta And

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 96

    Yovita berkata, "Tadi aku lagi cari baju." Dia berjalan ke jendela untuk menuang segelas air untuk mengalihkan perhatian Davin.Benar saja, Davin berjalan mendekat, lalu duduk di sofa tunggal sambil menyilangkan kakinya.Jantung Yovita berdetak dengan cepat, tadi Alex baru saja duduk di sana.Davin mendengus. "Apakah kamu sehabis pakai parfum di sini?"Dia belum pernah benar-benar memasuki kamar Yovita karena dia meremehkan wanita ini. Biasanya Davin hanya berdiri di depan pintu.Ternyata kamar ini sangat harum?Yovita menyerahkan segelas air hangat untuknya. "Aku nggak pakai parfum."Davin tidak menjawab, melainkan menyeringai. "Kamu menyerahkan air dan mencoba merayuku lagi, apakah kamu sedang bernafsu lagi?""Nggak.""Jangan terus bilang nggak. Nggak peduli apa pun jawabanmu, cepat rapikan lemarimu. Aku mau gantung beberapa pakaianku di dalam. Mulai malam ini aku akan tinggal bersamamu. Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau, aku juga bisa membiarkanmu tidur di sampingku setiap ma

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 95

    Otot paha pria ini terasa kuat dan keras di balik pakaian tipisnya.Suhu tubuh mereka saling meningkat, pembuluh darah mereka juga saling berdenyut saat kulit mereka bersentuhan.Alex meletakkan satu tangan di bagian belakang kepala Yovita, lalu mencengkeram pinggangnya dengan tangan yang lain, ciuman ini semakin lama semakin panas dan dalam.Yovita bisa merasakan perubahan pada tubuh Alex dengan jelas, dia merasa panik dan ketakutan, tapi tidak berani bergerak.Karena dia mengetahui jika pria ini mampu melakukan tindakan keji seperti itu!Saat ciuman ini berakhir, Yovita bersandar dengan lemas di dada Alex karena kekurangan oksigen. Pikirannya menjadi gelap, kedua matanya juga berkaca-kaca.Alex terkekeh. "Kapasitas paru-parumu cuma sebesar ini?"Lima detik kemudian, Yovita akhirnya tersadar kembali. Dia mendongak dan hendak berdiri, tapi Alex menghentikannya.Tangan pria itu menekan perut Yovita, tanpa mengungkit masalah anak atau kehamilannya, tapi tindakan ini sudah cukup membuat Y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status