Share

Bab 4

Author: BalqizAzzahra
last update Last Updated: 2025-02-20 10:01:50

🍁🍁🍁

Setelah dua malam tidak pulang ke rumah dan menghilang tanpa kabar. Akhirnya malam itu, David pulang ke rumah. Dia langsung masuk kamar, dan bersiap untuk mandi.

Clara menyusul suaminya ke kamar, dia melihat pria itu melepas kemeja yang dikenakannya. Clara menatap suaminya dengan dada sesak. Matanya terpaku pada leher David yang penuh dengan bekas merah. Ada beberapa cakaran samar di lengan dan punggungnya.

"Apa ini, David?" suara Clara bergetar, amarah bercampur dengan kepedihan.

David, yang baru saja pulang, hanya melirik sekilas ke arah istrinya. Ia meletakkan tas kerja di meja dan menyesap air mineral dari botol yang diambil dari kulkas. "Kamu tahu apa ini, Clara. Jangan berpura-pura tidak mengerti."

Clara mengepalkan tangannya. Dadanya bergemuruh, seakan jantungnya ingin meledak. "Jadi sekarang Zoya sudah berani meninggalkan tanda-tanda seperti ini di tubuhmu? Tanpa rasa malu? Tanpa rasa takut? Seolah dia yang lebih berhak atas dirimu dibanding aku, istrimu?"

David mendengus kecil. "Zoya hanya menunjukkan bahwa aku miliknya. Dia tidak bersembunyi. Dia tidak ragu."

Clara mendekat, wajahnya memerah karena marah. "Dan aku? Aku istrimu! Kenapa aku yang harus bersembunyi? Kenapa aku yang harus menahan perasaan seolah aku hanya bayangan di rumah ini?"

David menatap istrinya dengan mata dingin. "Karena kamu tidak membuatku ingin bertahan, Clara. Kamu tahu kenapa aku kembali ke Zoya setiap malam? Karena dia memberiku apa yang aku butuhkan. Dia membuatku merasa hidup. Dia tidak berusaha mengekang ku dengan tuntutan tanpa memberikan sesuatu sebagai balasan."

Clara terisak, genggaman tangannya mengencang di sisi tubuhnya. "Jadi, kau ingin aku melakukan apa? Menyamar jadi dia? Menjadi seseorang yang bukan diriku hanya untuk membuatmu bertahan di rumah ini?"

David mendekat, suaranya merendah namun tetap tajam. "Aku ingin kau membuatku bahagia, Clara. Jika kau ingin aku betah di rumah ini, buat aku senang seperti Zoya melakukannya. Aku tidak minta lebih. Aku hanya ingin seseorang yang tahu bagaimana memperlakukan suaminya."

Air mata Clara jatuh tanpa bisa ditahan lagi. "Jadi, ini bukan soal perasaan. Ini hanya soal siapa yang bisa memuaskan mu? Aku istrimu, David. Aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa mengorbankan harga diriku hanya untuk bersaing dengan kekasihmu."

David menghela napas, seakan lelah menghadapi percakapan ini. "Maka jangan salahkan aku jika aku lebih memilih Zoya. Aku butuh seseorang yang mengerti kebutuhanku, bukan seseorang yang hanya bisa menuntut dan menangis."

Clara menatapnya dengan mata nanar. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar kalah. Zoya sudah memenangkan hati dan tubuh suaminya, dan kini wanita itu mulai menancapkan kukunya lebih dalam. Clara merasa dirinya bukan lagi seorang istri, melainkan hanya sosok yang terpinggirkan.

David melangkah ke kamar mandi, meninggalkan Clara dalam kesendirian yang mengiris. Dadanya masih bergemuruh, bukan hanya karena amarah, tapi juga rasa sakit yang menggigit lebih dalam daripada yang pernah ia rasakan. Zoya telah mengambil apa yang seharusnya menjadi miliknya, dan lebih menyakitkan lagi, David membiarkannya.

Clara menatap David yang baru saja selesai mandi. Kata-kata yang keluar dari mulut suaminya tadi begitu menyakitkan, seperti pisau yang mengiris hatinya tanpa ampun. Bagaimana mungkin David, lelaki yang telah menikah dengannya selama lima tahun, kini berani membandingkannya dengan Zoya? Seorang wanita yang bahkan belum genap setahun hadir dalam hidupnya.

"Kamu serius, David? Kamu membandingkan aku dengan perempuan itu?" suara Clara bergetar, menahan emosi yang meluap-luap di dadanya.

David menghela napas panjang, wajahnya tak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun. "Zoya lebih pengertian, Clara. Dia tidak pernah membebaniku dengan masalah-masalah kecil seperti yang kamu lakukan. Dia selalu mendukungku tanpa banyak menuntut."

Clara mendengus sinis. "Kamu bercanda, kan? Aku sudah menemanimu sejak kamu tidak punya apa-apa, David. Dari kamu masih pegawai biasa yang pulang malam dengan wajah lelah, dari kamu mengeluh soal bosmu yang tidak pernah menghargai kerja kerasmu. Aku ada di sana, memberikanmu semangat, mendukung setiap keputusanmu. Lalu, setelah kamu sukses, setelah kamu punya perusahaan sendiri, kamu malah memilih perempuan lain dan mengatakan dia lebih baik dariku?"

David mengusap wajahnya, terlihat frustrasi. "Kamu selalu mengungkit masa lalu, Clara. Aku memang berterima kasih atas semua yang telah kamu lakukan, tapi kamu tidak bisa terus-menerus menjadikannya alasan untuk bertahan dalam hubungan ini. Aku butuh seseorang yang bisa mengerti aku sekarang, bukan hanya terjebak di masa lalu."

Clara tertawa pahit. "Zoya hanya menikmati hasil yang sudah aku perjuangkan bersamamu. Dia tidak tahu bagaimana sulitnya hidup kita dulu. Dan kamu dengan mudahnya mengatakan dia lebih baik dariku? Apa yang sudah dia lakukan untukmu, David? Apa dia pernah harus mengorbankan impian dan kebahagiaannya sendiri demi membuatmu tetap berdiri?"

David menatap Clara tajam. "Dan apa yang kamu lakukan selain mengeluh? Kamu selalu merasa menjadi korban. Selalu merasa berhak atas segalanya karena kamu ada di masa-masa sulit ku. Tapi, pernahkah kamu bertanya apakah aku bahagia bersamamu? Aku lelah, Clara. Aku lelah dengan semua tuntutan dan beban emosional yang selalu kamu berikan. Zoya memberiku ketenangan yang tidak pernah aku rasakan bersamamu."

Clara menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir jatuh. "Jadi aku beban bagimu, David? Lima tahun pernikahan kita tidak ada artinya dibandingkan dengan kebahagiaan instan yang Zoya berikan padamu?"

David tak menjawab. Tatapannya dingin, seperti seseorang yang telah memutuskan untuk pergi jauh tanpa menoleh ke belakang. Bagi Clara, itu lebih menyakitkan daripada semua kata-kata yang telah ia dengar.

Dalam hatinya, Clara tahu, ini bukan lagi tentang siapa yang lebih baik. Ini tentang seseorang yang telah melupakan semua janji yang pernah dibuat, seseorang yang telah membuang kenangan mereka begitu saja. Ia tidak terima. Tidak akan pernah menerima bahwa seorang Zoya—yang baru saja datang—bisa menggantikan dirinya yang telah berjuang bertahun-tahun.

Namun kini, Clara sadar, perjuangannya tidak lagi berarti bagi David. Dan itu, lebih menyakitkan dari apa pun. Tapi tunggu dulu, Clara masih belum mau menyerah. Dia masih ingin mencoba merebut hati David kembali fari saingan cintanya. Cara apakah yang akan Clara gunakan untuk melawan Zoya?

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sayang, Izinkan Aku Selingkuh   Bab 75

    Tangis bayi menggema di ruang bersalin, disusul suara tangis bahagia dari Clara yang terbaring lemah namun tersenyum lega. Di sampingnya, Erick menggenggam erat tangan sang istri sambil menatap dokter yang membawa seorang bayi mungil dalam selimut biru."Selamat ya, Pak Erick, Bu Clara. Bayi laki-lakinya sehat dan kuat," ucap sang dokter.Erick nyaris tak bisa menahan air matanya saat sang perawat menyerahkan bayi itu ke pelukannya. Jantungnya berdegup cepat, takjub, dan penuh syukur saat menatap wajah kecil yang masih merah namun begitu sempurna.“Dia... luar biasa,” bisik Erick lirih, air mata menetes perlahan dari sudut matanya. “Terima kasih, Clara. Terima kasih banget...”Clara tersenyum lemah namun bahagia. “Akhirnya... dia datang juga ya.”Erick menunduk, menyentuhkan keningnya ke kening sang bayi. “Selamat datang, pangeran kecilku... Radja Pratama.”Clara menoleh pelan. “Kamu sudah siapkan nama?”Erick mengangguk. “Iya. Radja, karena dia pewaris kita. Pratama, karena dia yang

  • Sayang, Izinkan Aku Selingkuh   Bab 74

    Langkah kaki David terasa berat saat keluar dari lobi hotel, ditemani Agnes yang masih berusaha menyembunyikan wajahnya dengan kacamata hitam dan masker. Mereka berjalan cepat, seolah dikejar waktu dan rasa malu yang masih menggantung di udara.Namun, nasib berkata lain."David?" suara yang sangat dikenalnya membuat David langsung berhenti melangkah. Ia menoleh, dan di sana, berdiri Clara bersama Erick—mantan istrinya dan sahabat lama yang kini jadi rekan bisnis.Agnes spontan membeku di sampingnya.Clara tersenyum tipis, pandangannya tajam menyapu dari atas ke bawah. "Kalian berdua... dari dalam hotel?"David segera bersikap tenang. "Kami tidak bersama. Kebetulan saja kami masing-masing ada urusan di hotel ini."Agnes mengangguk cepat, seperti ayam disemprot air. “Iya, benar. Aku... aku ada meeting juga tadi pagi. Sendiri. Bukan sama dia.”Clara mengangkat alis, menyilangkan tangan. “Oh, ya? Tapi kenapa kalian keluar bareng... dan pakai baju yang sama kayak kemarin malam?”David meli

  • Sayang, Izinkan Aku Selingkuh   Bab 73

    Lampu neon berkedip cepat saat musik berdentum dari segala penjuru ruangan. Aroma alkohol dan parfum mahal bercampur menjadi satu di udara. David duduk di salah satu sofa VIP bersama Deren, asistennya yang paling setia. Gelas demi gelas ditenggak, masing-masing mencoba melupakan kekacauan yang baru saja terjadi dalam hidup David—perceraian dengan Clara, wanita yang dulu ia cintai, dan pengkhianatan yang tak bisa dimaafkan.“Minum lagi, Pak. Lupakan semuanya malam ini,” ujar Deren sambil menyodorkan segelas tequila.David menerima tanpa protes. Wajahnya sudah memerah, pandangannya mulai kabur. Namun rasa kosong di dadanya terasa lebih kuat dari efek alkohol mana pun. Ia tertawa keras tanpa alasan, berusaha mengubur rasa bersalah dan penyesalan yang terus menghantui.Beberapa jam berlalu, mereka berdua benar-benar mabuk. Deren bahkan tak mampu berdiri tegak, sementara David berjalan terhuyung-huyung menyusuri lorong gelap menuju pintu keluar. Kepalanya berdenyut, dan setiap langkah sepe

  • Sayang, Izinkan Aku Selingkuh   Bab 72

    Hujan turun perlahan, menyelimuti kota dengan udara dingin yang menusuk hingga ke tulang. Zoya berdiri di depan jendela apartemennya, memandang rintik hujan yang membasahi jalanan. Di belakangnya, Danis duduk di sofa dengan ekspresi muram, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menanggapi permintaan Zoya. "Aku sudah memutuskan, Danis," suara Zoya terdengar tegas namun lirih. "Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku tidak mau menjadi orang ketiga dalam pernikahanmu." Danis menatapnya lekat, hatinya terasa diremas. "Aku hanya ingin bersamamu dan anak kita, Zoya. Aku merasa lebih dihargai saat bersamamu dibandingkan dengan…" Ia menghentikan kalimatnya, enggan menyebut nama istrinya. Zoya menarik napas dalam. "Danis, aku tidak bisa hidup dalam bayang-bayang hubungan yang tidak jelas. Aku tidak mau anak kita tumbuh dalam situasi yang penuh kebohongan dan ketidakpastian. Jika kau ingin berada di sisi kami, selesaikan dulu semuanya. Aku tidak akan menerima separuh hatimu." Danis men

  • Sayang, Izinkan Aku Selingkuh   Bab 71

    Clara menghela napas panjang saat duduk di teras rumahnya, menikmati semilir angin sore yang menerpa wajahnya. Hidupnya terasa lebih damai akhir-akhir ini. Tidak ada lagi gangguan dari Agnes yang selama ini selalu berusaha mengusik ketenangannya. Bahkan, David pun sudah jarang muncul di hadapannya. Semua terasa begitu tenang, begitu sempurna, apalagi dengan kehadiran Erick, suami yang selalu setia di sisinya.Erick muncul dari dalam rumah, membawa segelas jus jeruk dan menyerahkannya kepada Clara. Ia tersenyum hangat, lalu duduk di sampingnya. "Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanyanya sambil mengelus perut Clara yang semakin membesar."Tidak ada," jawab Clara, tersenyum kecil. "Aku hanya menikmati momen ini. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku merasa tenang seperti ini."Erick tersenyum, lalu mencium kening istrinya dengan lembut. "Kalau begitu, mari kita buat hari ini lebih menyenangkan. Bagaimana kalau kita pergi ke kedai jus favoritmu?"Mata Clara berbinar. "Itu ide y

  • Sayang, Izinkan Aku Selingkuh   Bab 70

    Agnes melangkah masuk ke dalam ruangan dengan wajah lesu. Thomas, yang sedang duduk santai di sofa dengan segelas wine di tangannya, menatapnya sekilas sebelum kembali menyesap minumannya. “Kamu terlihat seperti orang yang kalah,” sindir Thomas tanpa basa-basi. Agnes mendesah panjang, lalu menjatuhkan diri ke sofa di seberangnya. “Aku memang kalah, Tom. Aku menyerah.” Thomas menaikkan satu alisnya. “Menyerah? Sejak kapan Agnes yang kukenal tahu artinya menyerah?” Agnes menyandarkan kepalanya ke belakang, menatap langit-langit dengan tatapan kosong. “Sejak aku sadar bahwa aku tidak akan pernah bisa menyentuh perempuan itu.” Thomas mulai tertarik. Dia meletakkan gelasnya dan bersandar, menunggu penjelasan lebih lanjut. “Clara benar-benar beruntung,” lanjut Agnes dengan suara getir. “Ada dua pria yang menjaganya dengan nyawa mereka. Erick, suaminya sekarang. Dan David… mantan suaminya yang jelas-jelas masih punya rasa.” Mata Thomas melebar. “Clara? Tunggu… Clara yang kau ma

  • Sayang, Izinkan Aku Selingkuh   Bab 69

    "Hatchii!" Zoya buru-buru menutup mulutnya dengan tisu. Ia mengerutkan kening. Katanya kalau bersin tiba-tiba, itu tandanya ada seseorang yang sedang membicarakannya. Entah siapa, tapi dia malas memikirkannya lebih jauh. Yang jelas, hari ini dia hanya ingin menikmati waktunya tanpa gangguan. Duduk di sofa ruang tamunya yang luas, Zoya melirik ke arah putranya yang tengah bermain dengan Sus Juni. Bocah kecil itu tertawa riang, membuat hati Zoya sedikit tenang meski tubuhnya masih terasa lelah. Lelah bukan hanya karena kurang tidur, tetapi juga karena pekerjaannya yang menuntutnya untuk selalu tampak menggoda dan siap memanjakan para pria hidung belang. Hari ini, dia memutuskan untuk mengambil libur beberapa hari. Dia butuh istirahat, butuh waktu hanya untuk dirinya sendiri dan anaknya. Tidak ada pria yang menjamahnya, tidak ada tuntutan untuk bersikap manis atau mengobral senyum palsu. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sesaat. Tok! Tok! Tok!Zoya mengernyit. Siapa yang dat

  • Sayang, Izinkan Aku Selingkuh   Bab 68

    Clara duduk di salah satu sudut ruang tamu, memperhatikan dengan sedikit canggung interaksi antara dua pria yang pernah dan masih mengisi hidupnya—David, mantan suaminya, dan Erick, suami keduanya. Tidak ada ketegangan di antara mereka, justru sebaliknya. Mereka terlihat terlalu akrab untuk ukuran dua pria yang pernah berada dalam hidup wanita yang sama. Dan semua ini gara-gara Agnes. Wanita itu telah membuat hidup Clara seperti roller coaster dalam beberapa minggu terakhir. Dari percobaan mencelakainya hingga berbagai intrik yang membuatnya hampir kehilangan kewarasannya. Namun yang membuatnya lebih bingung adalah kenyataan bahwa kini David dan Erick justru mendiskusikan Agnes dengan nada yang begitu santai, seakan mereka sedang membicarakan cuaca. Samar-samar, Clara menangkap percakapan mereka. "Agnes itu cantik, kaya... Kenapa dia tidak mencari pria single saja untuk diganggu?" ucap David dengan nada heran. Clara menajamkan pendengarannya. Agnes memang punya segalanya—kec

  • Sayang, Izinkan Aku Selingkuh   Bab 67

    Agnes duduk di depan cermin riasnya, menatap bayangan dirinya yang sempurna. Wajahnya tanpa cela, dengan hidung mancung, bibir penuh, dan mata tajam yang selalu berhasil menundukkan pria mana pun. Tubuhnya langsing dengan lekukan yang didambakan banyak wanita. Ia adalah model papan atas, seorang pengusaha sukses di industri kecantikan, wanita yang memiliki segalanya—harta, kecantikan, dan status sosial. Tapi kenapa… kenapa seorang Clara, wanita biasa yang hanya seorang ibu rumah tangga, bisa mendapatkan sesuatu yang tidak bisa Agnes miliki? Cinta. Bukan sekadar cinta biasa, tetapi cinta yang ugal-ugalan, menggebu-gebu, liar. Dua pria sekaligus menggilai Clara seperti hidup mereka bergantung padanya. Erick, pria berkarisma dengan latar belakang bisnis kuat, dan David, lelaki dengan aura bad boy yang liar namun memikat. Mereka berdua rela berseteru demi seorang Clara. Clara yang bukan siapa-siapa. Agnes mengepalkan jemarinya. Ia mengenal Dion, bahkan pernah mendekatinya. Namun

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status