Share

Bab 5

Author: Jalita Haira
Tatapan tajam Leon kembali mengarah ke balkon, memberi Joshua isyarat dengan pandangan matanya.

Joshua memeriksa sekeliling, "Pak, nggak ada siapa-siapa di sini!"

"Panggil dokter." Mata Leon berubah menjadi dingin. Dia menambahkan, "Beri tahu pihak rumah sakit untuk menutup semua pintu keluar. Hanya boleh ada masuk, nggak boleh ada yang keluar!"

"Baik!"

Setelah diperiksa oleh dokter dan dipastikan bahwa orang itu hanya mengambil darahnya tanpa melakukan hal lain, hati Mia yang semula waspada akhirnya merasa sedikit tenang.

Orang yang datang tidak diketahui asal-usulnya. Mengingat kondisinya yang rentan, tentu saja dia merasa takut.

Namun, dia tidak mengerti, kenapa orang itu bersusah payah mengambil darahnya?

Namun ....

Air mata Mia mengalir begitu dia menoleh menatap Leon. Dia berkata, "Paman, sebenarnya ada beberapa hal yang seharusnya nggak aku katakan. Tapi dia benar-benar sudah keterlaluan."

Ini adalah kesempatan yang bagus untuk menimpakan segalanya pada Violet, jadi dia tidak akan melewatkannya.

Sambil menggenggam tangan Leon, air matanya mengalir makin deras. Mia berujar, "Aku sudah hampir mati karena racun yang mematikan, kenapa dia masih nggak mau melepaskanku?

"Apakah dia merasa aku mati terlalu lambat, sehingga datang di tengah malam untuk mengambil darahku?"

Mata Leon tampak sedikit gelap, tetapi dia tidak menanggapi kata-katanya, hanya berujar, "Orang yang bisa menyembuhkanmu sudah ditemukan."

Ekspresi Mia langsung berubah meski hanya sebentar. Dia bertanya, "Bukankah katanya racun ini nggak ada obatnya?"

"Di atas langit masih ada langit. Kami sudah bernegosiasi dengan seorang dokter sakti terkenal bernama Elang Merah. Dia sudah setuju untuk menyembuhkanmu. Racunmu akan segera disembuhkan."

"Elang Merah?" tanya Mia dengan terkejut. "Apa dia hebat?"

"Ya, Pak Dimas yang sakit parah di Kota Barona sembuh berkat pengobatannya."

Nada suara Leon menjadi lebih lembut ketika berkata, "Tenang saja, aku akan mengurus semuanya."

Untuk Mia, pria itu mengatakan semuanya akan diurus olehnya ....

Sedangkan untuk Violet, semuanya tidak ada hubungannya dengan dia ....

Violet yang bersembunyi di dalam kamar mandi, mendengarkan kata-kata lembut Leon kepada Mia. Awalnya dia pikir dia tidak akan merasakan apa-apa lagi, tetapi ternyata tetap sulit untuk tidak merasakan apa pun.

Tidak tertarik untuk mendengar lebih lama lagi, Violet membuka jendela, lalu melompat keluar.

Seperti kelelawar di malam hari, dia menghilang dalam sekejap, bergerak begitu cepat hingga sulit untuk dilacak.

Di depan rumah sakit.

Sheva yang sedang menunggu dengan cemas, berencana untuk masuk membantu. Namun, akhirnya dia melihat Violet keluar.

Dia segera turun dari mobil, berjalan menghampirinya, berujar sambil memperhatikannya dari atas sampai bawah, "Bos, kamu nggak apa-apa, 'kan?"

"Memangnya apa yang bisa terjadi padaku?" Violet terus berjalan tanpa berhenti, lalu menambahkan, "Jangan terlalu khawatir."

Ada yang aneh dengan emosinya!

Secara logis, bosnya memiliki pengaruh dan koneksi yang kuat, jadi seharusnya dia memang tidak perlu terlalu khawatir.

Namun, insiden tiga tahun lalu di mana bosnya dijebak, meninggalkan bekas yang cukup mendalam di ingatan Sheva.

Sheva tidak akan pernah bisa melupakan momen saat dia melihat dengan mata kepalanya sendiri ketika Violet jatuh dari tebing.

Selama tiga tahun, Sheva terus menyalahkan dirinya sendiri karena tidak dapat melindunginya sebagai bawahannya.

Jadi ketika dia menerima telepon dari bosnya dan tahu bahwa dia masih hidup, Sheva bersumpah dalam hati bahwa kali ini dia tidak akan membiarkan bosnya terluka sedikit pun, meski harus mengorbankan nyawanya.

Awalnya Sheva ingin menggantikannya dalam misi ini, tetapi Violet bersikeras untuk pergi sendiri.

Dari kaca spion, Sheva melirik Violet yang sejak naik ke mobil tidak mengatakan sepatah kata pun.

Dia merasa bahwa hubungan antara bosnya dengan Mia tidaklah sesederhana itu.

Sepertinya dia perlu meminta orang untuk menyelidikinya secara diam-diam.

Pandangan Sheva belum sempat dialihkan, tetapi dia langsung ketahuan oleh Violet. Dia buru-buru berdeham, "Bos, sudah tahu racunnya jenis apa?"

Violet terdiam sejenak sebelum menjawab, "Racun Pemikat!"

"Ciitt ...."

Saking terkejutnya, Sheva langsung menginjak rem. Dia berkomentar, "Ternyata ini racun yang dulu menjadi karya besarmu! Bukankah tiga tahun lalu sudah kamu musnahkan bersama dengan resepnya?"

"Masih ada satu butir terakhir di Keluarga Hardi."

"Apa Adis yang melakukannya?" Sheva tampak tercengang. "Dendam macam apa yang dia punya sampai harus begitu kejam kepada seorang gadis muda?"

"Racun ini awalnya hanya menyebabkan ketidaknyamanan pada tubuhnya, tapi setelah racunnya kambuh kedua kalinya, korbannya akan berperilaku seperti anjing betina yang sedang birahi."

Bosnya membuat racun aneh ini dulu untuk menghadapi seorang iblis.

Violet pun tidak mengerti.

Keluarga Hardi tidak punya konflik apa pun dengan Keluarga Jiwono, bahkan mereka memiliki hubungan bisnis dengan Keluarga Lenova.

Jika racun itu benar dari Adis, insiden penculikan sebelumnya pasti tidak ada hubungannya dengan dia.

Bagaimanapun juga, dia tidak mungkin dan tidak akan membiarkan Violet hampir mati dalam ledakan itu.

Tak peduli siapa pun pelakunya, Violet harus menemukannya.

Ini bukan untuk membuktikan diri pada Leon, melainkan karena dia tidak akan tinggal diam menerima kekalahan begitu saja!

Baik itu masalah penculikan, pengkhianatan tiga tahun lalu, ataupun pembunuhan keluarganya dulu. Violet tidak akan melepaskan satu pun dari mereka!

Di kedalaman matanya tampak kebencian yang membara. Sheva tiba-tiba menyodorkan ponsel di depannya sambil berkata, "Bos, Leon baru saja mengirimkan pesan. Dia meminta agar segera dijadwalkan waktu untuk perawatan."

Terpikir kembali akan kelembutan pria bajingan itu, Violet tersenyum dingin, lalu menjawab, "Katakan padanya, perjanjian dibatalkan."

Dibandingkan dengan uang 20 triliun, yang saat ini paling dinantikan Violet adalah melihat kondisi Mia setelah racunnya kambuh kedua kalinya!

**

Di koridor luar kamar rawat Mia.

Meski wajah Leon tampak tanpa ekspresi, tetapi tatapannya dingin bagai es yang sudah berabad-abad. Dia berkata, "Katakan lagi, apa yang barusan kamu katakan?"

Joshua menguatkan diri, mengulangnya sekali lagi, "Elang Merah menyampaikan kalau perjanjian dibatalkan."

Joshua merasa menyesal sekarang.

Seharusnya dia tidak memberitahukan tentang dokter sakti ini pada bosnya hari itu.

Awalnya Elang Merah meminta bayaran yang besar. Sementara sekarang, dia malah membatalkan perjanjian.

Apakah dia tidak tahu seberapa buruk temperamen Leon?

Leon menahan amarahnya, lalu berkata, "Berikan teleponnya padaku."

Joshua buru-buru menyerahkan ponsel padanya.

Leon menekan nomor itu. Nada sambung terdengar, tetapi teleponnya tidak diangkat.

Jika ditelepon sekali tidak diangkat, dia akan menelepon untuk kedua kalinya. Hingga kesabaran Leon habis, akhirnya suara di seberang sana terdengar samar, "Maaf, aku tadi sedang sibuk."

Joshua yang ada di sampingnya buru-buru menyeka keringat yang hampir menetes ke lantai dari dahinya.

Untungnya teleponnya diangkat. Jika tidak, ponselnya pasti akan bernasib buruk.

Sebuah ponsel memang tidak berharga, tetapi data di dalamnya bernilai tak terhingga bagi Leon.

"Aku ingin bicara dengan Elang Merah," kata Leon langsung ke intinya.

"Dia sedang nggak bisa diganggu. Kalau ada sesuatu, kamu bisa menyampaikannya padaku. Nanti aku akan meneruskannya."

Mata hitam Leon menyipit. Dia berkata, "Harganya sudah disepakati, kenapa tiba-tiba dibatalkan?"

"Harap tenang, Pak Leon. Pembatalan sepihak ini memang nggak sopan, tapi kami juga punya alasan yang nggak bisa dihindari. Kalau nggak, mana mungkin kami mengabaikan uang 20 triliun!"

"Alasan apa?"

"Ini nggak bisa diungkapkan kepada Pak Leon. Yang jelas, lebih baik Pak Leon segera mencari ahli lain agar nggak menghambat waktu terbaik untuk pengobatan Nona Mia."

Setelah selesai bicara, Sheva langsung menutup telepon. Detik berikutnya ....

"Krak!"

Melihat ponsel yang akhirnya tidak luput dari nasib buruk, hati Joshua terasa lebih hancur daripada ponselnya sendiri.

"Cari dia!" geram Leon. Dia ingin tahu permainan apa yang sedang mereka mainkan kali ini.

Joshua ingin mengatakan bahwa ini tidak mudah.

Tidak hanya wanita itu, bahkan Violet masih hilang tanpa jejak hingga sekarang.

Apakah kedua wanita ini senang bermain petak umpet?

Mia terus mendengarkan pergerakan di luar kamar. Begitu Leon dan Joshua menjauh, dia segera mengunci pintu, lalu mengeluarkan ponsel lain yang disembunyikan di bawah bantalnya.

"Leon sudah menemukan orang yang bisa menyembuhkan racunku, tapi tadi aku mencuri dengar kalau orang itu sepertinya membatalkan perjanjiannya."

Mia mendengus, lalu melanjutkan, "Katanya orang bernama Elang Merah itu sangat hebat. Tapi menurutku dia cuma punya nama besar saja. Mungkin dia tahu dirinya nggak bisa menyembuhkannya, jadi dia memilih kabur."

"Dia sendiri yang menciptakan racun itu, bagaimana mungkin dia nggak bisa menyembuhkannya?"

"Jadi, apa kalian saling kenal? Kalau racun itu buatannya, kenapa tiba-tiba dia nggak mau? Padahal aku dengar Leon menawarkan imbalan 20 triliun!"

Bersedia mengeluarkan 20 triliun demi dirinya, ini sudah membuktikan posisi Mia di hati Leon.

Memang kenapa kalau semua ini palsu?

Begitu mereka menikah, dia mendapatkan posisi sebagai istri Leon yang sah.

Meski Leon tahu bahwa dia bukan penyelamatnya, dia tidak akan berbuat apa-apa padanya dengan dalamnya perasaannya terhadap dirinya.

Orang di telepon terdiam beberapa saat sebelum akhirnya bicara, "Bukankah ini justru sesuai keinginanmu? Nggak lama lagi racunmu akan kambuh lagi. Semoga keinginanmu tercapai."

"Terima kasih atas doa baikmu. Kalau aku berhasil merebut Leon, tentu aku nggak akan melupakan kebaikanmu."

**

Cara tercepat untuk mengetahui apakah racun itu benar-benar berasal dari Adis adalah dengan langsung menanyakannya.

Meskipun Violet merasa kecil kemungkinan itu adalah ulah Adis, dia tetap memutuskan untuk menemuinya.

Bagaimanapun juga, sudah tiga tahun sejak terakhir kali mereka bertemu.

Setelah kembali ke Vila Magnolia, hal pertama yang Violet lakukan adalah meminta Sheva untuk melacak keberadaan Adis.

Bahkan sebelum Violet menghabiskan satu apel, tugas itu sudah selesai.

"Adis pergi ke Negara Marta untuk urusan bisnis."

"Pesankan tiket untukku."

Keesokan paginya, Violet sudah naik pesawat menuju Negara Marta.

Sheva ingin ikut, tetapi Violet tidak mengizinkannya.

Dia memberinya instruksi untuk mengurus hal lain.

Setelah tiga tahun tidak naik pesawat, melihat awan di luar jendela membuat Violet merasakan kebebasan seperti burung yang kembali ke langit.

Selama tiga tahun itu, hidupnya hanya berisi Leon.

Demi menjadi istri yang baik, dia bahkan jarang keluar rumah. Setiap hari dia hanya memikirkan bagaimana merawat suaminya dengan lebih baik.

Pagi-pagi sekali, Violet akan bangun pukul lima untuk membuatkan sarapan.

Setiap pakaian Leon dicucinya dengan tangan, termasuk kaus kaki serta pakaian dalamnya.

Saat bekerja, Violet menghitung menit demi menit, menanti seperti batu penunggu, berharap pria itu akan segera pulang.

Sekarang, saat mengingat-ingat lagi, hidup seperti itu sudah dia jalani selama tiga tahun.

Seolah-olah otaknya sudah tidak berfungsi.

Setelah turun dari pesawat, Violet langsung menuju hotel tempat Adis menginap.

Namun, dia diberitahu, "Pak Adis sudah keluar dari hotel ini sejak pagi-pagi sekali."

Violet terdiam.

Tadinya, Violet ingin memberikan kejutan padanya.

Lupakan saja. Karena sudah sampai di sini, anggap saja ini sebagai liburan.

Violet berjalan-jalan sebentar, membeli banyak barang, lalu kembali dengan pesawat untuk pulang ke negara asalnya.

Harus diakui, menjadi lajang itu memang menyenangkan!

Makin jauh dirinya dari makhluk bernama pria, akan makin baik.

Di bandara, Violet dari kejauhan sudah melihat Sheva menunggunya.

"Di sini ...." Namun, senyum Violet langsung berubah kaku.

Leon?

Melihat Leon dikelilingi oleh orang-orang yang berjalan ke arahnya, Violet segera membalikkan badan.

Sepertinya hari ini bukan hari yang baik baginya.

Dia bukannya takut pada pria itu, hanya tidak ingin bertemu dengannya.

Dia yakin, pria itu juga tidak ingin melihat dirinya.

Demi menghindari situasi yang tidak diinginkan, Violet masuk ke kamar kecil.

Leon mencari di sekeliling, tetapi tidak melihat bayangan Violet. "Apa kamu yakin kalau dia naik pesawat ini?"

Joshua yang mengikutinya tampak mengeluarkan keringat di keningnya lagi. Joshua menjawab, "Sudah dikonfirmasi berkali-kali. Bu Violet memang naik penerbangan ini dari Negara Marta."

Siapa yang tahu betapa girangnya Joshua saat menerima kabar itu.

Hilangnya Violet, pembatalan janji oleh Elang Merah, serta wanita yang menyelinap masuk ke kamar rawat Mia malam itu, lalu berhasil kabur dari rumah sakit meski ada pengawasan ketat.

Singkatnya, akhir-akhir ini Leon sudah dibuat frustrasi oleh ketiga wanita tersebut, hampir meledak.

Untungnya, ada kabar tentang Violet. Jika tidak, begitu Leon meluapkan kemarahannya, orang pertama yang akan terkena imbasnya adalah dirinya.

Joshua menyeka keringat di dahinya, lalu berujar, "Sudah ada orang yang berjaga di setiap pintu keluar. Seharusnya Bu Violet akan segera ditemukan."

Setengah jam kemudian.

Nada suara Leon mulai berubah dingin saat dia bertanya, "Di mana orangnya?"

Joshua ingin sekali menggigit lidahnya sendiri.

Ternyata masih terlalu dini untuk mengatakan apa pun!

Namun, bagaimana mungkin Violet yang hanya seorang biasa ini sangat lihai dalam bersembunyi?

"Joshua, kemampuan kerjamu benar-benar makin buruk. Kalau begini terus, aku rasa aku perlu untuk mengirimmu ke Aftar Selatan untuk latihan."

Setelah mengatakan ini, Leon pun melangkah pergi.

Sudah setengah jam berlalu, sepertinya wanita itu sudah kabur jauh.

Dalam situasi seperti ini, dia tetap bisa melarikan diri. Ternyata dia memang meremehkan kemampuan wanita itu.

Di luar bandara, berjejer mobil hitam dengan mobil utama yang terlihat megah di bagian paling depan.

Joshua berlari kecil menghampiri, membukakan pintu mobil untuk Leon. Saat Leon hendak membungkuk masuk, di sudut matanya dia melihat ....

Pria itu berbalik, langsung berjalan cepat ke arah seorang wanita, lalu dengan cepat menahan bahunya dari belakang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Idaatto
lanjut bos
goodnovel comment avatar
Ma E
aku suka ini authornya pandai banget...lanjut thor
goodnovel comment avatar
Mimy Sukur
ga msk akal crt nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sayang, Yuk Balikan   Bab 416

    Pria itu mengerutkan bibirnya dan berkata, "Ternyata seperti itu!"Dia hanya mengatakan ini dan tidak mengatakan yang lain lagi.Pria itu tidak mengatakan apa pun dan Violet juga tidak bertanya. Setelah perjalanan ini berakhir, Violet menyerahkan kartu yang lain pada pria itu, "Ini adalah 200 juta untuk uang tipmu hari ini. Terima kasih karena sudah menemani kami sepanjang hari ini!"Violet sangat murah hati sampai membuat pria itu enggan menerima pemberian darinya lagi, "Kamu sudah memberiku cukup banyak uang, aku nggak boleh menerimanya lagi."Violet meletakkan kartu ke tangan pria itu dengan paksa dan berkata, "Terimalah, kamu pantas mendapatkannya! Pada awalnya suasana hatiku sangat buruk karena nggak menemukan siapa pun. Tapi kamu sudah menemaniku sepanjang hari dan suasana hatiku sudah membaik sekarang. Besok tolong bawa kami datangi tempat lain."Pria itu ingin mengatakan sesuatu, tapi dia mengerutkan bibirnya dan tidak mengatakan apa pun. Hanya saja dia mengembalikan kartu itu

  • Sayang, Yuk Balikan   Bab 415

    Awalnya berpikir bisa melihat Leon jika pergi ke sana, tapi siapa tahu ...."Kapan kamu melihatnya?"Orang yang mengaku melihat Leon adalah seorang pemuda berusia dua puluhan, juga warga setempat.Semua penduduk setempat di sini sangat tinggi, baik pria maupun wanita.Bahkan pria jangkung seperti Lukas pun terlihat agak kurus di hadapan penduduk setempat, seperti kekurangan gizi.Menanggapi pertanyaan Violet, pemuda itu menjawab, "Maaf, aku baru saja melihat foto itu dengan saksama lagi dan menyadari bahwa aku salah.""Orang itu memang sedikit mirip dengannya, tapi bukan orang yang kamu cari!"Lukas segera mencengkeram kerah pria itu dan berkata, "Tadi kamu bilang kamu benar-benar melihatnya, tapi sekarang kamu bilang salah lihat?"Pria itu segera menepis tangan Lukas dan berkata, "Aku memang salah lihat. Apa kamu nggak pernah salah lihat orang?"Lukas mengerutkan kening lebih erat. "Aku pikir kamu nggak salah lihat, tapi ada yang melarangmu mengatakannya."Mata pria itu berkedip. "Aku

  • Sayang, Yuk Balikan   Bab 414

    Lukas merasa agak sulit menerimanya. "Maksudmu yang sebelumnya bukan Leon, tapi Adis?""Ya!" Suara Violet terdengar serak, "Sebelumnya Adis berpura-pura menjadi Leon, bahkan nggak tahu di mana Leon yang asli sekarang.""Aku sudah mencarinya hampir di mana-mana, tapi tetap nggak bisa menemukannya. Jadi, aku berpikir untuk mengatakan yang sebenarnya dan memintamu untuk mengajukan permohonan ke organisasi untuk membantu mencarinya."Violet benar-benar putus asa, mana mungkin akan merahasiakannya dari Lukas untuk sementara waktu.Lagi pula, hanya akan membuat lebih banyak orang khawatir tentang Leon.Mungkin juga akan sampai ke telinga Nenek.Kesehatan Nenek baru saja membaik sedikit akhir-akhir ini, Violet tidak ingin sesuatu terjadi padanya lagi.Lukas sangat marah. "Pantas saja aku merasa ada salah.""Saat melihatnya di pulau itu, aku merasa bukan seperti Leon, tapi kemudian aku berpikir mungkin aku terlalu banyak berpikir, jadi aku nggak meragukannya lagi. Ternyata dia bukan Leon!""Ya

  • Sayang, Yuk Balikan   Bab 413

    Entah metode apa pun yang digunakan Violet, pria itu selalu tidak mau mengungkapkan keberadaan Leon. Mulutnya sekeras Adis.Kalaupun Violet memberi tahu bahwa Adis sudah meninggal, pria itu tetap menolak untuk mengatakan sepatah kata pun."Tuanku sudah meninggal, tapi perintahnya masih ada. Tuanku bilang jangan sampai mengungkapkan keberadaan Leon."Pria itu penuh luka, tapi tetap tidak mau mengkhianati Adis, meski Adis sudah tidak ada lagi.Memang Adis cukup berhasil dalam melatih orang.Tidak seperti Violet ....Violet langsung memikirkan Lisa dan Sandy.Sekalipun ada alasan di balik pengkhianatannya, hal itu tetap membuktikan bahwa Violet gagal.Violet mengerutkan kening dan menatap pria itu dengan tatapan lebih dingin, "Kalaupun aku ingin membunuhmu, kamu nggak akan memberitahuku?""Nggak!" Pria itu berkata tanpa ragu, "Kalaupun kamu membunuhku, aku nggak akan memberitahumu, jadi jangan buang-buang energimu, bunuh saja aku!""Mau mati dengan mudah?" Violet hanya menyuapi pria itu d

  • Sayang, Yuk Balikan   Bab 412

    "Mana mungkin Sandy begitu berani?"Kapan tepatnya itu terjadi?Anak itu berusia lima tahun, Sandy sudah merahasiakannya darinya selama lima tahun!Tidak, itu tidak benar!"Sandy sangat mencintaimu hingga melakukan banyak hal untukmu secara diam-diam." Violet menasihati, "Jadi jangan terobsesi dengan hal-hal yang nggak seharusnya. Hiduplah dengan baik. Sandy sudah tiada, anak itu membutuhkanmu!""Membutuhkan aku ...."Adis mengerutkan kening. "Oh, dia masih anak-anak, bisa hidup dengan siapa saja! Violet, kalau kamu benar-benar merasa kasihan padanya, bawa saja dia untuk tinggal bersamamu!""Aku ...."Sambil berkata demikian, Adis mencabut pisaunya dan menusukkan pisaunya lagi ke tubuhnya. "Violet, kalau aku nggak bisa mendapatkan cintamu, aku benar-benar nggak bisa hidup!""Setelah bertahun-tahun, aku lelah!"Setelah bertahun-tahun berusaha, pada akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Adis benar-benar lelah dan tidak ingin terus berjuang."Oh ...." Adis memikirkan sesuatu sebelum meningg

  • Sayang, Yuk Balikan   Bab 411

    "Adis!"Violet mencoba menghentikannya dengan cepat, tapi sudah terlambat.Adis menatap Violet yang berlari ke arahnya. "Violet, kalau kamu nggak mau tahu keberadaan Leon, kamu mungkin nggak akan peduli dengan hidup dan matiku sama sekali, 'kan?""Bukan seperti itu!" Violet tak kuasa menahan tangisnya. "Kak Adis, sebenarnya aku nggak pernah membencimu.""Entah apa pun yang sudah kamu lakukan, kamu adalah penyelamatku.""Kalau kamu nggak menyelamatkanku dari Carmelia, aku nggak akan pernah selamat.""Setelah itu, kamu selalu menjadi orang yang melindungiku secara diam-diam.""Aku tahu semua yang sudah kamu lakukan untukku, jadi aku nggak membencimu, aku hanya nggak bisa memberimu apa yang kamu inginkan."Violet berkata demikian bukan untuk menipu Adis, melainkan dari lubuk hatinya.Dia benar-benar tidak membenci Adis.Semua hal salah yang dilakukannya adalah karena Adis terlalu mencintainya, yang membuatnya gila.Jadi Violet tidak pernah berpikir untuk membalas dendam.Kalau tidak, deng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status