Share

Bab 9

Author: Rudi
Malam sebelum pernikahan, Silvano datang tepat waktu, bahkan membawa sebotol anggur merah mahal untuk menambah suasana makan malam.

Namun baru saja mereka duduk, ponsel Silvano terus-menerus menerima pesan.

Tak lama kemudian, dering telepon juga berbunyi.

Silvano melirik penelepon, dengan tegas menolak panggilan itu, tetapi sesaat kemudian, dering kembali terdengar.

Juvena menatapnya dengan tenang.

"Kamu angkat saja dulu."

Silvano mengambil ponsel lalu bangkit. Tidak lama kemudian dia terburu-buru kembali ke meja makan, mengambil jas dan kunci mobil.

"Juvena, ada urusan mendadak di perusahaan yang harus segera aku tangani, kamu makan saja sendiri, jangan tunggu aku."

Mendengar suara langkahnya yang makin menjauh, Juvena menyunggingkan senyum sinis.

Dia menyantap suapan demi suapan steak yang sudah dingin itu, lalu meneguk dua kali anggur merah.

Setelah itu, dia membuka status WhatsApp, dan benar saja, Marisha kembali mengunggah foto.

Dalam foto itu, Silvano berdiri di sebuah atap, tersenyum dengan mata berkaca-kaca menatap kembang api di langit.

Marisha menulis keterangan ....

[Untuk orang yang paling kucintai, kusiapkan pesta kembang api megah ini. Syukurlah, dia nggak menolak.]

Juvena menutup ponselnya dan berdiri.

Dirinya memandang rumah ini, tempat yang menyimpan kenangan tiga tahun bersama Silvano, lalu diam-diam mengeluarkan sebuah koper besar untuk mulai berkemas.

Dia membutuhkan waktu penuh tiga jam.

Semua barang yang menjadi kenangan tiga tahun itu dikemas dalam tiga kotak besar.

Dalam sekejap mata, semuanya dibakar habis.

Setelah itu, Juvena kembali bergadang, menyimpan seluruh catatan percakapan dan unggahan Marisha ke dalam sebuah flashdisk.

Begitu selesai, langit sudah mulai terang.

Juvena membawa barang-barangnya, seorang diri menuju lokasi pernikahan.

Tempat pernikahan dihiasi menjadi lautan bunga, suasana penuh kebahagiaan.

Silvano bahkan sengaja mengundang banyak media untuk mengabadikan hari bahagianya.

Juvena mengenakan gaun pengantin putih yang indah, melangkah perlahan ke arah Silvano. Melihat wajahnya yang berlinang air mata penuh harap, hati Juvena justru setenang air.

Juvena mengambil mikrofon, lalu menyerahkan sebuah flashdisk kepada pembawa acara.

"Silvano, sebelum pernikahan dimulai, aku ingin memberimu sebuah hadiah."

Silvano tersenyum.

Dirinya juga agak penasaran hadiah apa itu.

Namun melihat pembawa acara memasukkan flashdisk ke komputer untuk menayangkannya, tiba-tiba dia merasa ada kegelisahan yang tak beralasan.

Layar besar mulai memutar isi file.

Detik berikutnya, tubuh Silvano menegang.

Karena yang terpampang di layar bukanlah kenangan manis dirinya dengan Juvena.

Itu adalah ... catatan obrolan serta foto-foto mesra dirinya dengan Marisha!

Bagaikan petir yang meledak di kepalanya, Silvano seakan hancur seketika.

Respons pertama yang dia lakukan adalah mencari Juvena, dia harus segera menjelaskan.

Namun para wartawan sudah seperti orang gila, berebutan mengangkat kamera untuk memotret, lalu menyerbunya dengan pertanyaan.

Silvano panik mencari sosok Juvena, sampai akhirnya pandangannya terhenti di satu titik.

Di balik kerumunan, Juvena berdiri dengan tenang menatap Silvano yang dikepung dengan ramai.

Bibirnya bergerak.

Ucapannya terdengar jelas di telinga Silvano ....

"Silvano, kita putus."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sayangnya Tak Ada Kata Andaikan   Bab 28

    Juvena akhirnya tidak bisa menahan diri dan mengambil buku harian itu.Baru membalik dua halaman, dia sudah merasa ada yang tidak beres.Dirinya mulai terus membalik ke halaman-halaman sebelumnya.Sampai akhirnya melihat halaman pertama, jantung Juvena berdebar hebat.Dirinya tak pernah menyangka dalam hati Nansel, ternyata pria ini adalah orang yang rela menikahinya dengan tulus.Sejak usia lima belas tahun, saat dia baru mengerti apa itu cinta, buku hariannya sudah penuh dengan nama Juvena.Setiap pagi si pria menunggu di depan rumahnya untuk berangkat sekolah bersama, setiap akhir pekan dia selalu mencari alasan berbeda untuk datang menemui Juvena.Catatan harian itu penuh dengan momen-momen ketika pria itu hampir tak mampu lagi menahan perasaan yang meluap-luap di hatinya.Tapi pria itu takut ditolak, takut pada akhirnya bahkan tak bisa lagi menjadi teman.Jadi dia hanya bisa mundur selangkah, mempertahankan hubungan paling dekat yang mereka miliki sebagai teman.Hingga kemudian, J

  • Sayangnya Tak Ada Kata Andaikan   Bab 27

    Karena dampak dari kejadian ini di internet terlalu besar, tindakan Marisha yang memalsukan fakta segera akan diselidiki secara hukum.Wanita ini sudah benar-benar terdesak, hanya bisa kembali mencari Silvano.Dalam pikirannya, dia yakin Silvano tidak mungkin sama sekali tidak punya perasaan padanya.Selama dia mengancam dengan nyawanya, Silvano pasti tidak akan tega melihatnya mati tanpa menolong.Namun kali ini, bahkan kesempatan untuk bertemu muka pun tidak diberikan Silvano.Marisha merasa jiwanya telah hancur.Jelas dulu dia selalu menempati posisi pertama di hati Silvano, tetapi mengapa sekarang bisa jadi seperti ini.Pada akhirnya, dia menyalahkan semuanya pada Juvena.Dia berpikir, selama Juvena tidak ada di dunia ini, maka orang yang paling dicintai Silvano tetaplah dirinya.Maka suatu malam, Marisha mengendarai mobil ke depan gedung Grup Ningris.Marisha tampaknya memang sudah benar-benar gila.Dirinya menunggu lama di sekitar Grup Ningris, hanya demi menunggu kemunculan Juve

  • Sayangnya Tak Ada Kata Andaikan   Bab 26

    Juvena menutup telepon, hatinya terasa sangat berat.Ini sudah rekanan kerja kedelapan yang atas inisiatif sendiri meminta pembatalan kerja sama.Kalau terus begini, Grup Ningris benar-benar akan menghadapi kerugian yang tak terukur.Juvena tidak bisa hanya duduk diam dengan cemas, dirinya segera mengambil kunci mobil dan menuju ke perusahaan rekanan itu.Di bawah gedung perkantoran, Juvena harus bersusah payah membujuk resepsionis barulah diizinkan naik.Begitu sampai di pintu, samar-samar dia mendengar suara yang begitu familier.Saat menoleh ke dalam, terlihat Nansel sedang merendahkan dirinya, memegang setumpuk dokumen tebal dan menjelaskan sesuatu pada rekanan itu."Pak Zayn, menurut data profesional, Grup Ningris memiliki potensi besar untuk berkembang di Kota Samudra, aku harap Anda bisa memberi Grup Ningris satu kesempatan lagi.""Dan tenang saja, Grup Ningris nggak akan mudah jatuh. Keluarga Sitrus sudah menjalin ikatan pernikahan dengan Keluarga Ningris, aku akan berusaha sek

  • Sayangnya Tak Ada Kata Andaikan   Bab 25

    Melihat Juvena menghabiskan suapan terakhir dari kotak makan, Nansel berkata ...."Nenek kemarin meneleponku, katanya pengin makan kue renyah di sisi barat kota, nanti setelah kamu pulang kerja, kita beli lalu bawakan untuk dia, ya?""Boleh."Juvena mengangguk, sambil menggodanya ...."Aku tiap hari menjenguk Nenek, tapi ketika ingin makan sesuatu, orang pertama yang dia ingat malah kamu, sakit hati nih.""Tentu saja, aku sekarang menantunya yang paling berharga, kamu tak bisa iri."Nansel menjawab tanpa sedikit pun kerendahan hati.Namun setelah mengucapkan kalimat itu, justru Nansel sendiri yang tersadar dan merasa malu.Sesampainya di rumah sakit, kondisi semangat Nenek Diana terlihat jauh lebih baik dibanding beberapa waktu lalu.Mungkin karena terpaut pada kenyataan bahwa Juvena akhirnya menikah, hal yang benar-benar memberi ketenangan besar padanya.Melihat pasangan pengantin baru di depannya, senyum di wajah nenek tak henti-henti bermekaran.Nansel mulai mengobrol santai dengan

  • Sayangnya Tak Ada Kata Andaikan   Bab 24

    Nansel tertegun saat melihat Silvano.Dia menyerahkan kotak makan pada Juvena, lalu dengan dingin bertanya pada Silvano ...."Kamu ke sini mau apa?"Nada suara Silvano juga sama buruknya ...."Aku datang mencari tunanganku, nggak ada hubungannya denganmu."Nansel tertawa geli dan meresponsnya."Kalau kamu memang mau bilang begitu, maka ini justru memang ada hubungannya denganku."Sambil berkata begitu, Nasel dengan tenang mengeluarkan akta nikah dari tas, lalu menyodorkannya ke hadapan Silvano."Lihatlah.""Tunanganmu yang kamu maksud, sekarang secara hukum adalah istriku."Silvano memutar mata dengan jengkel, mengira Nansel sedang menggunakan barang palsu untuk menipunya lagi.Dengan jengkel dia merampas akta nikah itu. Tapi begitu ingin mengejek Nansel, dia malah melihat foto mereka berdua dan cap merah yang mencolok di dokumen itu."Ini ... ini bagaimana mungkin?"Mata Silvano segera membelalak, napasnya pun jadi terburu-buru.Setelah berulang kali memastikan dengan tidak percaya, d

  • Sayangnya Tak Ada Kata Andaikan   Bab 23

    Hari ini adalah hari yang sudah disepakati Juvena dan Nansel untuk pergi ke kantor urusan sipil mengurus akta nikah.Meskipun tahu ini hanya langkah sementara, tetapi Juvena tetap merasa gugup hingga semalaman hampir tidak bisa tidur.Pagi-pagi sekali dirinya sudah beres mandi, lalu memilih sebuah pakaian yang pantas, kemudian menyetir untuk menjemput Nansel.Tatapannya jatuh pada dua lingkar hitam besar di bawah mata Juvena, membuat Nansel tertawa rendah dan tak kunjung berhenti.Namun saat pria itu mendongak, Juvena juga melihat lingkaran hitam di bawah matanya.Karena kebetulan sama-sama punya mata menyerupai panda itu, suasana sepanjang jalan menuju Dinas Catatan Sipil pun terasa jauh lebih ringan.Semuanya berjalan sangat lancar.Saat melihat petugas menempelkan cap merah di dokumen, di hati Juvena muncul sebuah perasaan aneh.Dia dan Nansel kini terikat bersama.Meskipun hanya sementara ....Keluar dari kantor urusan sipil, Juvena dengan inisiatif mengundangnya."Aku dengar Paman

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status