Suasana hening mendominasi di kelas XI MIPA-1, semua siswa di kelas itu memperhatikan Denis yang sedang mengajar mata pelajaran matematika. Guru laki-laki yang terkenal dengan kecuekannya terhadap siswa itu, masih sibuk menulis beberapa rumus di papan tulis. Mata para siswa memang menatap papan tulis. Tetapi, pikiran mereka sedang memikirkan urusan mereka masing-masing.
Felysia menghembuskan nafas panjang. Tempat duduknya berada di paling belakang dan dekat dengan jendela. Jadi, ia bisa melihat ke arah luar kelas. Ia memandang beberapa murid yang sedang olah raga di halaman. Ia mulai merasakan rasa bosan. Dan, ia tidak suka menikmati rasa itu.
Pandangannya beralih ke arah Brian. Lelaki itu adalah kekasihnya. Ia dan Brian sudah pacaran sejak kelas X. Brian lah, alasan Felysia bisa melupakan sosok laki-laki yang pernah menjadi alasan buat tertawa semasa SMP. Bahkan, ia sudah tidak ingat, siapa nama asli sosok lelaki yang telah mengisi kisah hidupnya saat masih SMP.
Senyumannya terukir saat melihat Brian, dan teman-temannya membuka sebuah bungkus jajanan. Tingkah laki-laki itu sangat lah banyak. Karena itu lah, Felysia tidak pernah bosan saat berada di dekat laki-laki itu.
Pandangannya lagi-lagi teralihkan. Kali ini, pandangannya teralihkan karena mendengar suara ketukan pintu. Bukan cuman ia. Tetapi, seluruh murid yang ada di dalam kelas juga melihat ke arah pintu kelas.
"Masuk," perintah Denis sambil menutup buku paket yang dari tadi ia bawa.
Setelah itu, terlihat jelas ada sesosok laki-laki masuk ke dalam kelas. Wajah laki-laki itu sangat asing di sekolah. Bahkan, tidak ada yang mengenal laki-laki itu. Sudah bisa ketebak, kalau laki-laki itu adalah murid baru.
"Kenalin diri kamu," ucap Denis.
"Ardiansyah, pindahan dari Bandung. Untuk dua tahun ke depan, mohon bantuannya," ucap laki-laki itu.
"Ada yang mau kalian tanyain?" tanya Denis kepada seluruh siswa yang berada di dalam kelas.
"Kenapa lo pindah ke sini?" tanya Felysia.
"Palingan juga karena ayah ibunya pindah kerja di kota ini," sahut Brian.
"Oh, sorry. Gua anak yatim piatu," sahut Ardiansyah.
Brian mengepalkan tangannya kuat. Sehingga otot yang ada di tangannya mulai terlihat jelas. Ia baru saja mengatakan hal yang tak sepantasnya ia katakan, ia tahu benar tentang itu. Makanya, itu sekarang ia menyesal. Ia baru saja menyakiti hati orang yang mengalami hal yang hampir serupa dengannya.
Brian berdiri dari kursinya. Ia berjalan santai, sambil melemaskan kedua tangannya. Berjalan ke arah Ardiansyah, lalu berhenti saat sudah berada tepat di depan laki-laki itu.
"Sorry, gua nggak tau soal itu," ucap Brian sambil mengulurkan tangannya.
"Nggak papa, gua udah terbiasa," ucap Ardiansyah sambil menjabat tangan Brian.
"Sebagai permintaan maaf gua. Nanti pas istirahat, gua bakal nganterin lo keliling sekolah ini. Tenang aja, di sini gua terkenal, jadi nggak akan ada yang bakal gangguin lo, setelah mereka lihat lo jalan bareng gua."
"Oke."
Felysia menatap Ardiansyah secara saksama. Entah kenapa, ia tidak asing dengan wajah laki-laki itu. Apa itu imajinasinya atau memang laki-laki itu pernah menjadi temannya. Yang lebih ia herankan, laki-laki itu sedang tersenyum. Tetapi, kenapa matanya memancarkan sebuah kesedihan?
Setelah beberapa jam kemudian. Akhirnya bel istirahat berbunyi. Terlihat jelas ekpresi senang di wajah para siswa setelah mendengar bel tersebut. Guru yang mengajar mulai keluar dari kelas, begitu juga para murid. Para guru kembali ke ruang guru. Sedangkan, para murid langsung ke arah kantin, dan lapangan sekolah.
Kelas XI MIPA-1 mulai sepi. Sekarang, di dalam kelas hanya ada Brian, Felysia, dan Ardiansyah. Seperti janjinya tadi, Brian pun menghampiri Ardiansyah yang sedang bermain HP untuk mengantarkan laki-laki itu berkeliling sekolah.
"Ayo," ucap Brian di samping meja Ardiansyah.
"Oh, oke," ucap Ardiansyah sambil berdiri.
Mereka berdua pun keluar dari kelas. Mereka berdua menelusuri koridor kelas X. Brian menjelaskan semua tentang ruangan yang mereka lewati. Sedangkan, Ardiansyah terus memperhatikan Brian yang terus mengoceh.
"Perempuan tadi. Dia nggak punya teman?" tanya Ardiansyah.
Perempuan yang dimaksud oleh Ardiansyah adalah Felysia. Ia berpikiran begitu, karena dari awal ia masuk kelas, ia tidak melihat ada satu pun orang yang berbicara dengan perempuan tersebut, dan sekarang perempuan tersebut tinggal di kelas sendirian.
"Oh, maksud lo Felysia. Dia pacar gua, dia punya teman, tapi di kelas lain," jawab Brian.
Ardiansyah tersenyum tipis. Laki-laki yang sedang bersamanya ini tidak bisa dianggap remeh. Bahkan, ia tidak menyebut nama perempuan yang tadi ia maksud. Tetapi, laki-laki itu bisa menebaknya dengan benar.
"Gimana lo tau kalau Felysia yang gua maksud?" tanya Ardiansyah.
"Karena pas di kelas, lo selalu lirik dia," jawab Brian.
"Mata lo cermat juga."
"Ya gitu deh."
Perjalanan mereka pun berlanjut, ke arah koridor murid kelas XII. Di sepanjang koridor, sangat lah minim murid yang mereka jumpai. Karena, di jam istirahat seperti ini, para murid kelas XII, memilih untuk berada di kantin.
Langkah Ardiansyah berhenti saat mencium bau wangi. Bau wangi itu muncul saat ada seorang perempuan yang melewatinya. Ardiansyah melihat ke belakang. Tetapi, perempuan itu sudah berlari menjauh. Jadi, ia hanya bisa melihat punggung wanita itu yang semakin lama semakin menjauh.
"Dia Laura Clara Adelista. Murid kelas tiga, terkenal karena kecantikannya. Gosipnya, sudah banyak cowo yang dia tolak," ucap Brian.
"Apa lo termasuk ke dalam cowo yang dia tolak?" tanya Ardiansyah sambil melirik Brian.
"Enggak lah, gua udah pacaran sama Felysia sejak kelas satu. Jadi, mana mungkin ada waktu buat suka sama dia."
"Kayaknya susah, ya. Mencintai dua orang di waktu yang bersamaan," ucap Ardiansyah lalu ditutup dengan sebuah senyuman tipis.
"Apa maksud lo?"
"Entahlah. Coba pikir sendiri. Kalau otak lo secermat mata lo. Gua yakin lo tau maksud gua."
Ardiansyah mulai melangkah lagi. Ia melihat sekeliling, meninggalkan Brian yang masih diam di tempat. Ia ingin menghafalkan seluruh ruangan, jalan, koridor yang ada di sekolah ini. Agar besok, ia tidak akan salah masuk ruangan.
Brian memandang punggung Ardiansyah yang mulai menjauh. Ia masih bingung dengan laki-laki itu. Kenapa laki-laki itu bisa berbicara seperti itu? Padahal mereka baru saja kenal. Dan terlebih lagi, kenapa laki-laki itu bisa menebak isi hatinya? Padahal belum sehari mereka bersama.
Lelaki yang sedang ia antar berkeliling sekolah ini, bukan lelaki biasa. Ia sekarang sadar, kalau lelaki itu sangat peka dengan lingkungan sekitarnya. Mulai sekarang, ia harus berhati-hati setiap sedang bersama lelaki itu. Ia tidak ingin, rahasia hatinya terbongkar oleh lelaki itu.
"Kayaknya, mata lo yang lebih cermat," gumam Brian.
Semua murid di SMP Alexander digegerkan dengan kabar tuan muda perusahaan Clover akan datang ke sekolah mereka.Tentu saja hal itu membuat semua warga sekolah menjadi sangat khawatir karena tiba-tiba mereka kedatangan tamu yang sangat penting.Perusahaan Clover sudah menyumbang banyak untuk SMP Alexander. Mulai dari dana, barang-barang, dan makanan. Jadi sedikit saja mereka membuat kesalahan, bisa-bisa perusahaan Clover tidak akan memberi bantuan lagi ke mereka. Dan jika itu terjadi, maka mereka akan kesusahan.Seluruh mata terpusat pada seorang gadis dan seorang laki-laki muda dengan jas hitam sedang berjalan masuk ke dalam area sekolahan.Laki-laki muda itu terlihat sangat berwibawa. Jadi sudah dipastikan kalau laki-laki itulah tuan muda yang sedang dibicarakan oleh warga sekolah. Sedangkan gadis yang sedang bersamanya itu adalah adik dari laki-laki itu."Selamat datang, Tuan Ardiansyah. Kalau boleh tau, ada urusan apa, ya? Kok datang menda
Makan malam keluarga Carles. Kalau biasanya cuma ada Hilda, Carles, dan Ardiansyah di meja makan. Kali ini sedikit berbeda. Karena Felysia, Nindy, Arta, Prata, dan Reza ikut dalam acara makan malam ini atas bujukan dari Ardiansyah.Tentu saja Hilda dan Carles tidak begitu masalah kalau sahabat-sahabat putranya ikut serta dalam acara makan malam ini. Mereka malah senang, karena dengan adanya mereka, Ardiansyah terlihat lebih bahagia dan sering tersenyum.Ardiansyah yang selalu terlihat tegas dan dingin. Malam ini terlihat begitu bahagia dan hangat. Sangat berubah dari hari-hari sebelumnya.Carles bahagia melihat itu. Karena akhirnya Ardiansyah menemukan bahagianya yang telah lama menghilang dari hidupnya."Katanya kamu mau tunangan. Acara tunangannya mau diadain di Indonesia atau di sini?" tanya Carles pada Ardiansyah.Ardiansyah langsung terdiam. Ia sama sekali belum memikirkan tentang tempat acara pertunangannya dengan Felysia. Karena ia pik
Setelah acara makannya selesai. Mereka pun melanjutkan perjalan ke rumah Ardiansyah yang letaknya tidak begitu jauh dari restoran tersebut.Karena letaknya tidak begitu jauh. Mereka hanya perlu waktu sekitar lima menit untuk sampai di rumah Ardiansyah.Dan akhirnya mereka sampai. Mobil mereka memasuki halaman rumah yang terbilang sangat luas. Di hadapan mereka sekarang berdiri sebuah rumah yang terlihat seperti istana mewah.Rumah itu terlihat sangat mewah dan megah. Sudah bisa ditebak, kalau rumah itu adalah rumah yang sangat mahal."Menurut laporan, ayah Anda sekarang masih ada di kantor. Jadi sepertinya hanya ada ibu Anda di dalam," ucap Selly saat mobil sudah berhenti sempurna."Kamu mau ikut masuk atau pulang?" tanya Ardiansyah sambil menatap Selly."Kelihatannya lebih baik saya pulang. Saya nggak begitu mau ikut campur dalam urusan ini," jawab Selly sambil memandang Ardiansyah."Oke. Biar supir ini yang nganter kamu pulang."
Rombongan Ardiansyah sudah sampai di Singapura. Mereka keluar dari bandara untuk menanti jemputan mereka.Ada satu hal lucu yang tadi terjadi di pesawat. Tadi saat pesawatnya ingin lepas landas, Nindy sangat merasa ketakutan, sampai-sampai memeluk tubuh Ardiansyah yang duduk tepat di samping kanannya dengan erat. Gadis kecil itu belum pernah naik pesawat sekali pun. Jadi wajar saja kalau gadis itu ketakutan saat harus naik pesawat untuk yang pertama kalinya.Dan sekarang gadis kecil itu sedang tertidur pulas di gendong Ardiansyah."Yang jemput kita supir rumah atau supir kantor?" tanya Ardiansyah pada Selly yang berdiri tepat di sebelah kirinya."Dua-duanya. Jadi akan dua mobil yang akan menjemput kita," jawab Selly.Ardiansyah pun mengangguk pelan setelah mendengar jawaban Selly. Dua mobil. Mobil pertama akan dinaiki oleh dirinya, Selly, Felysia, dan Nindy. Mobil kedua akan dinaiki oleh Arta, Prata, dan Reza.Tidak lama kemudian ada d
Hari keberangkatan Ardiansyah ke Singapura. Pesawatnya akan berangkat jam 10.00. Dan sekarang sudah jam 09.30.Ardiansyah tidak tau, kapan lagi ia akan ada kesempatan untuk kembali ke Indonesia. Kenangannya di negeri ini sangatlah banyak. Membuatnya tersiksa oleh kerinduan jika tidak cepat-cepat pulang ke negeri ini.Pekerjaannya yang banyak membuatnya sangat susah untuk mempunyai waktu luang. Tetapi karena pekerjaannya yang banyak itulah, ia bisa mengalihkan pikiran sejenak dari semua sahabatnya yang ada di Indonesia.Rasanya baru kemarin ia sampai di Indonesia. Tetapi sekarang sudah harus kembali lagi ke Singapura. Sungguh, ia ingin menikmati waktu bersama sahabat-sahabatnya lebih lama lagi."Apakah Anda akan baik-baik saja setelah ini semua?" tanya Selly sambil memberikan sebuah kaleng minuman bersoda ke Ardiansyah."Apa maksud kamu?" tanya balik Ardiansyah sambil mengambil minuman yang disodorkan oleh Selly."Semua kenangan Anda di
Malam yang sangat dingin. Arta, Prata, dan Reza sedang bermain kartu di bawah langit malam. Dengan beralaskan tikar dan ditemani makanan ringan, mereka membuat malam yang sepi ini menjadi malam yang sangat ramai.Walau terasa sangat ramai. Tetapi tetap saja mereka merasa ada yang kurang. Bukan makanan maupun minuman. Tetapi orangnya. Ada satu orang yang tidak hadir di malam ini dan malam-malam sebelumnya.Orang itu sudah tidak pernah muncul lima tahun belakangan ini. Membuat mereka merasakan kesepian. Karena tanpa orang itu, tidak ada lagi makanan-makanan yang enak. Cuma masakan orang itu yang bisa memuaskan perut mereka. Cuma kehadiran orang itu yang bisa memenuhi lubang di hati mereka.Permainan terhenti, saat ada sebuah motor sport berhenti tepat di dekat mereka. Pengemudi itu menggunakan helm, jadi mereka tidak bisa melihat wajah sang pengemudi motor tersebut.Pengemudi itu mematikan motornya. Dan berjalan ke arah mereka dengan sebuah kantong plastik
Pagi ini, Triana sedang mengawasi Vitra dan Citra yang sedang berlatih di kolam renang. Kali ini mereka berlatih menggunakan kolam renang umum. Karena kolam renang di rumah Triana sedang dibersihkan.Triana mengawasi kedua muridnya itu dari pinggir lapangan. Ia tersenyum kecil, saat sadar bahwa kedua muridnya itu sudah sangat berkembang dibanding saat pertama kali ia melatih mereka.Gerakan renang kedua muridnya itu sudah hampir mirip dengan gerakan ibu mereka. Jadi Triana yakin, kalau kedua muridnya itu akan baik-baik saja di masa depan. Karena level mereka sudah jauh di atasnya.Dari dua muridnya itu, ia sangat mengandalkan Citra. Karena Citra bisa sangat rileks dan fokus saat sudah ada di dalam air. Sedangkan Vitra masih sering kehilangan konsentrasi saat berenang. Itu adalah satu-satunya kekurangan Vitra.Triana menyodorkan dua botol air mineral, saat dua muridnya itu sudah sampai ujung. Muridnya itu sudah berlatih sangat keras hari ini. Jadi su
Bel pulang sekolah berbunyi. Sontak semua murid yang ada di kelas langsung berteriak bahagia. Karena akhirnya mereka bisa lepas dari pelajaran-pelajaran yang membuat kepala mereka pusing.Seorang perempuan cantik keluar dari kelas VIII dengan sebuah senyuman di pipi manisnya. Perempuan itu adalah Nindy Carolina. Seorang siswi yang paling pintar di SMP Pelita.Bukan cuma kepintarannya saja yang membuatnya terkenal. Tetapi kecantikannya juga. Perempuan dengan para cantik itu sudah menolak banyak pria dengan alasan ingin fokus belajar. Dan saking banyaknya pria yang sudah ia tolak, ia bahkan sampai tidak bisa menyebutkannya satu per satu.Nindy berjalan ke arah luar bersama teman-temannya. Saat baru saja sampai di luar gerbang. Ia melihat banyak perempuan dari sekolahnya berkumpul di satu titik. Seakan sedang mengamati sesuatu."Itu ada apa?" tanya Nindy pada salah satu temannya."Katanya sih ada cowok ganteng banget di depan. Kayaknya lagi nung
5 tahun setelahnya. Brian sudah menjadi seorang direktur di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang ekspor dan impor. Bisa dibilang, sekarang Brian selalu bisa membeli apa yang diinginkannya dengan mudah. Bahkan uang yang ada di tabungannya sekarang sudah tidak bisa ia habiskan dalam kurun waktu 1 Minggu. Saking banyaknya, ia sampai tidak tau lagi mau diapakan semua uang yang ada di tabungannya. Oh, iya. Sekarang ia sudah punya anak. Hikari Aurora Xenovia. Hikari adalah nama yang disarankan oleh Ardiansyah. Sedangkan Aurora adalah nama yang disarankan oleh Laura. Dan Xenovia adalah nama yang disarankan oleh Brian. Brian benar-benar menamai anaknya menggunakan nama yang disarankan oleh sahabatnya itu. Karena baginya, nama Hikari itu adalah keinginan sahabatnya sebelum sahabatnya itu dikabarkan meninggal karena sebuah tembakan. Jadi Brian dengan suka rela mengabulkan keinginan terakhir sahabatnya itu. Hari ini adalah hari y