Share

Chapter 5

Author: Rara
last update Last Updated: 2022-05-19 13:50:07

Rey tersenyum miris sesaat setelah pria itu pergi meninggalkan rumah. Dia sudah punya firasat jika pria dengan senyum ramah itu tidak datang membawa kabar baik. Buktinya sekarang dia malah harus berpikir keras karena rumah yang ia tempati bukan lagi miliknya. Wanita itu sudah tidak punya pilihan lain lagi kecuali segera berkemas dan mencari tempat tinggal.

"Sepertinya nasibku tidak akan membaik," keluh Rey beranjak dari sana.

Sebenarnya sangat sulit untuk meninggalkan rumah itu. Mungkin Rey tidak memiliki banyak kenangan indah bersama orang tuanya di rumah ini namun tetap saja sulit rasanya untuk beranjak.

Rey menghela napas berat sesaat setelah menyeret kopernya keluar dari rumah. Dia sengaja pergi meninggalkan rumah itu di malam hari. Takut ada yang melihatnya.

Hei! Rey tidak mau ada yang tahu jika sekarang dia tidak punya apa-apa lagi. Harga dirinya adalah yang paling penting. Karena hanya itu yang Rey punya saat ini.

Pilihan Rey jatuh pada rumah kecil di pinggir kota. Harga sewanya cukup murah walau memang tidak senyaman rumah yang dulu tapi kembali lagi di kawasan itu tidak akan ada yang mengenalinya.

Bukan hanya mencari tempat tinggal baru, Rey pun harus berjuang mencari pekerjaan untuk bisa bertahan hidup. Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh anak manja seperti dirinya.

"Keluar kau dari sini! Kau dipecat!" teriak wanita itu membanting pintu belakang kafenya.

Ini bukan yang pertama kalinya Rey diusir dari tempat kerjanya karena membuat masalah. Ini bahkan sudah yang kelima kalinya dalam kurung waktu hampir dua bulan.

Rey menghela nafas lelah. Menatap langit yang mulai terlihat gelap. Jika saja dia bisa lebih sabar mungkin nasibnya tidak akan seburuk sekarang. Dia adalah wanita dengan temperamen yang sangat buruk.

Rey berjalan pelan. Menikmati suasana yang mulai berganti malam. Melihat beberapa orang yang tertawa lepas bagaikan tiada beban. Sambil berandai-andai jika dia berada di posisi mereka.

Hingga sebuah taman dengan beberapa tempat duduk tersedia menjadi tempat beristirahat Rey. Dia mendudukkan dirinya di sana. Tapi hanya beberapa menit saja.

"Sial!" umpat Rey saat mendengar perutnya berbunyi. Dari pagi hingga malam tiba hanya segelas air putih yang mengisi perutnya. Rey kembali bangkit dari tempat duduk itu seraya mencari kedai kecil di pinggir jalan.

Rey memesan seporsi hotdog dan air putih. Sebenarnya dia ingin makan lebih dari itu namun jika dipaksakan mungkin besok dia tidak akan bisa makan lagi.

"Ini saja sudah cukup."

Sedang asyik menikmati makanannya seorang pria tiba-tiba duduk di depan Rey. Kunyahan Rey pada makanannya terhenti dan menatap pria itu.

"Rupanya kau ada di sini?" kata pria itu membuat Rey semakin bingung.

"Anda bicara padaku?" Rey menunjuk dirinya sendiri. Tentu saja dia bertanya seperti itu. Seorang pria tampan yang mungkin berusia tiga puluh tahunan ke atas tiba-tiba saja duduk di depannya, berbicara seakan dia mengenal Rey.

"Memangnya ada orang lain di meja ini?" Pria itu malah balik bertanya.

Rey bergeming lalu melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda. Mengabaikan pria itu yang terus menatapnya.

"Kau tidak ingin makanan yang lebih baik dari ini?" tanya pria dengan wajah rupawan itu.

"Jika Anda yang membelikannya untukku, aku akan menerimanya dengan senang hati," kata Rey tanpa pikir panjang. Lagi pula ucapan itu hanya untuk bercanda saja.

"Tentu. Ayo kita cari tempat makan yang lebih baik!"

Tak disangka pria itu malah mengiyakan dengan nada begitu antusias.

"Hei! Aku tidak mungkin pergi dengan seseorang yang tidak aku kenal," kata Rey terkekeh kecil.

Wajah pria itu bisa saja menawan namun Rey tidak akan mau tertipu. Bisa saja dia seorang pria mesum yang akan berbuat jahat padanya. Rey sudah terlalu banyak mengenal pria seperti itu. Pria otak selangkangan.

"Ah benar juga." Seakan menyadari kebodohannya, pria itu mengulurkan tangan untuk berkenalan dengan Rey. "Julian Narendra," katanya lembut namun terkesan tegas. "Dan kau Reyna Anindira, iya 'kan?" lanjut Julian tak membiarkan Rey untuk menjawab.

"Anda tahu siapa aku?" tanya Rey mengerjabkan matanya lucu. Gawat! Padahal Rey sudah pergi sangat jauh kenapa masih ada yang mengenalinya?

"Ya. Tentu saja aku tahu," kata Julian mengangguk. "Ingin ikut denganku dan aku akan menceritakan semuanya." Entah itu sebuah tawaran atau perintah. Rey tidak bisa membedakannya.

Walau sempat ragu, wanita itu tetap mengangguk dan ikut bersama pria itu setelah dia membayar makanannya.

***

"Jadi kau mengenal ayah dan ibuku?" tanya Rey menatap pria yang sedang sibuk di balik kemudi mobil. Syukurlah, Rey bisa bernapas lega. Dia dalam keadaan terburuknya sekarang, bertemu dengan orang-orang yang mengenalnya itu tidak baik.

"Tepatnya ayah dan ibumu telah menyelamatkan salah satu orang yang sangat berharga dalam hidupku," kata Julian tersenyum manis hingga lesung pipinya terlihat.

Rey mendengus pelan lalu mengalihkan pandangannya ke depan. "Bukankah itu memang tugas seorang polisi?" gumamnya pelan.

"Ya, itu memang benar. Karena itu aku sangat berhutang budi pada orang tuamu." Raut wajah Julian yang semula sumbringah berubah sendu. Dia menarik napas pelan. "Tapi sayang aku terlambat. Bahkan aku baru tahu kemarin," katanya begitu menyesal.

Rey tidak merespon sama sekali. Tepatnya dia tidak tahu harus berkata apa. Bahkan dia sendiri pun masih belum bisa percaya jika orang tuanya kini telah tiada.

Mobil yang ditumpangi Julian dan Rey berhenti di depan restoran yang cukup besar.

"Haruskah kita makan di sini?" tanya Rey sesaat setelah dia turun dari mobil.

"Memangnya kenapa?"

"Apa kau tidak melihat tampilanku?" tanya Rey pada pria itu.

Sungguh sangat memalukan. Julian memakai pakaian bergaya casual yang terlihat sangat mahal sementara Rey hanya menggunakan t-shirt dan celana pendek. Itu pun sudah kusut dan kotor karena pekerjaannya tadi. Mencuci piring.

Julian kembali tersenyum. "Kau tetap cantik," katanya.

"Berhenti berbual! Aku tidak suka!" kata Rey melangkah mendekati Julian lalu berbisik pelan, "Kuharap kau tidak malu karena membawaku kemari." Setelahnya Rey masuk ke dalam dengan muka tebalnya. Tak peduli beberapa pasang mata yang melihatnya.

Sungguh. Dia bisa saja terlihat percaya diri namun dalam hatinya menjerit. Andai dia bisa memakai pakaian-pakaian mahalnya sekarang.

Ralat.

Rey tidak memikirkan tentang pakaian yang lebih pantas lagi saat melihat meja di depannya telah penuh dengan makanan.

"Ayo makan!" kata Julian. Dia tahu jika Rey sudah tidak sabar untuk mencicipi makanan itu.

"Bolehkah?"

"Tentu, Rey."

Rey benar-benar tidak membuang waktu untuk menikmati makanan itu. Setiap suapan begitu memanjakan lidahnya. Tak peduli dengan tatapan gemas Julian melihat tingkahnya yang seperti anak kecil.

Setelah acara makan malam yang singkat, Julian mengantar Rey pulang ke rumah sewanya.

"Kau tinggal di sini?" tanya Julian sesaat setelah mobilnya berhenti.

"Ya," jawab Rey cepat, melepaskan sabuk pengaman lalu menatap Julian. "Terima kasih untuk hari ini, Pak Julian. Aku akan membalasmu suatu hari nanti," kata Rey kemudian turun dari mobil.

"Tunggu, Rey!"

Rey yang baru saja akan melangkah masuk ke dalam rumahnya berbalik.

"Ada apa?" tanyanya.

Julian menghampiri Rey dengan tangan yang saling bertautan. Seperti seseorang yang sedang gugup. Dia menghela napas pelan terlebih dahulu sebelum membuka suara.

"Saat itu aku tidak punya apa-apa untuk membalas budi orang tuamu ...," kata Julian menjeda ucapannya sebentar. "dan sekarang aku datang berencana untuk membalas tapi ternyata takdir berkata lain."

Rey mengangkat satu alisnya. "Lalu?"

"Aku akan membalas kebaikan mereka lewat dirimu, Rey. Tolong terimalah!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebatas Istri Bayaran   Chapter 49

    Sampai Rey meninggalkannya sendirian di sana Anita terus berpikir. Apakah sungguh sikapnya kekanak-kanakan karena cemburu pada Julian? Bagi Anita itu bukan cemburu, dia hanya sedikit posesif terhadap apa yang dimilikinya.Anita hanya punya Julian. Tidak ada yang lain lagi. Bukankah wajar Anita bersikap demikian? Namun dia juga tidak menampik apa yang dikatakan Rey benar.Anita menginginkan anak itu dan tidak seharusnya dia egois seperti ini. Sekarang sudah tidak ada penghalang lagi. Janin--calon anak Anggun--yang sempat menjadi rasa takut terbesar Anita kini telah tiada. Kini Anita bisa memimpin permainan jika Rey benar-benar bisa hamil secepatnya.Wanita itu tersenyum manis sebelum memutuskan untuk bangkit dari sana menuju kamarnya. Kali ini dia tidak akan membiarkan kesempatannya terbuang sia-sia.***Pukul delapan malam Julian tiba di rumah. Anita yang sejak tadi sudah menunggunya menyambut pria itu dengan senyuman hangat. Di sana juga ada Rey yang sedang menikmati cemilan seraya m

  • Sebatas Istri Bayaran   Chapter 48

    Selalu berada di pihak Anita. Hal itu sudah Julian janjikan sejak dulu. Lalu sekarang hanya karena seorang Reyna Anindira, Julian akan mengingkari janjinya?Tidak. Julian tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Anita benar. Rey hanya seorang wanita yang dia jadikan istri untuk melahirkan anak mereka. Tidak lebih dari itu. Julian tidak perlu memperlakukan wanita itu istimewa.Setelah itu Julian benar-benar berubah pada Rey. Jika setiap pagi sebelum berangkat ke kantor Julian akan menawari tumpangan maka mulai hari ini dia membiarkan Rey berangkat sendirian dengan berbagai alasan yang dia pikirkan dari semalam."Aku ada rapat pagi ini. Maaf tidak bisa mengantarmu."Atau...."Anita ingin berkunjung ke kantor jadi aku harus menunggunya dan mungkin itu bisa membuatmu terlambat."Dan masih banyak lagi alasan yang lain yang membuat Rey tak tahu harus berbuat apa. Dan hal itu terjadi berulang kali membuat Rey semakin kesal. Wanita itu tahu jika Julian sedang berusaha menghindarinya. Siapa lag

  • Sebatas Istri Bayaran   Chapter 47

    Julian tersenyum tipis mengingat kenangan pertama kali dia datang di keluarga Artemio. Ajakan Anita untuk bermain dengannya malam itu berakhir dia menjadi teman baik wanita itu. Tak hanya menjadi teman baik, bahkan Julian diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan bersama Anita. Tuan Artemio itu sangat baik. Sungguh. Karena sudi menolong anak seperti Julian. Sebenarnya Tuan Artemio pun punya alasan sendiri kenapa dia menolong Julian. Pertama, karena Julian memiliki bakat yang besar yang sayang jika tidak dikembangkan. Kedua, karena Tuan Artemio punya permintaan khusus yang hanya Julian yang bisa melakukannya.Saat itu Julian merasa sangat beruntung seperti dewa Portuna sedang bersamanya. Namun hal itu tak ingin Julian dapatkan dengan cuma-cuma. Pria kecil itu bersih beras ingin diberi pekerjaan oleh Tuan Artemio."Aku ingin kau menjaga Anita," kata Tuan Artemio membuat kedua alis Julian saling bertaut. Dan itulah alasan kedua Tuan Artemio menolong Julian."Menjaga Anita?" Julian

  • Sebatas Istri Bayaran   Chapter 46

    "Dia anak yang baik dan cerdas," ujar pria itu sambil menatap seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga belas tahun yang berjarak lumayan jauh darinya. Anak itu sedang bekerja seperti orang dewasa kebanyakan di pabrik itu. Pria itu kembali menatap lawan bicaranya. "Hanya saja kurang beruntung. Dia lahir dari sepasang pria dan wanita yang tak menginginkannya membuat ia tumbuh besar di panti asuhan.""Lalu kenapa dia bisa berakhir di sini?" tanya lawan bicara pria tadi merasa penasaran."Dia ingin mendapatkan uang dari hasil kerja kerasnya. Itulah yang anak itu katakan padaku saat pertama kali datang kemari."Pria dengan potongan rambut yang hampir gundul itu menghela napas berat sebelum melanjutkan kembali ucapannya. "Sebenarnya aku tidak ingin mempekerjakan dia di sini. Jika sampai ada orang yang tahu aku mempekerjakan anak di bawah umur, aku pasti akan dihukum namun aku juga kasihan pada anak itu."Masih teringat jelas olehnya saat anak laki-la

  • Sebatas Istri Bayaran   Chapter 45

    Rey terbangun saat hari sudah mulai sore. Efek obat yang dia minum sungguh luar biasa. Mampu membuatnya tertidur seharian. Rasa sakit pada kepala wanita itu juga sudah mulai mendingan. Wanita itu memperhatikan keadaan sekitar dengan mata yang masih sayu. Dia sendirian di sana, lalu kemana Julian? Bukankah pria itu mengatakan ingin menjaga Rey? Ada sedikit perasaan kecewa karena Rey tak melihat Julian saat pertama kali membuka matanya. Namun hal itu tidak berlangsung lama."Rey, kau mau ke mana?" tanya Julian yang baru saja datang dengan nampan di tangannya. Perasaan Rey membuncah gembira. Wanita itu menyandarkan tubuhnya di kepala tempat tidur. Menunggu Julian duduk di depannya."Aku baru saja ingin mencarimu." Jawaban untuk pertanyaan Julian tadi.Pria itu tersenyum kecil lalu menyodorkan nampan yang dia bawa tadi pada Rey. "Makanlah! Kau pasti lapar."Rey menganggukkan kepala. Kemudian mulai menyantap bubur ayam yang dibawa Julian untu

  • Sebatas Istri Bayaran   Chapter 44

    Saat kembali ke rumah Rey memilih mengurung diri di dalam kamarnya. Lagi pula di rumah besar itu tidak ada siapa-siapa saat dia datang. Bisa dia tebak suaminya sedang bersenang-senang bersama istri pertamanya meninggalkan Rey sendirian dalam kekacauan."Sial!" Mengingat itu Rey merasa kesal dan marah sendiri.Wanita itu beranjak dari tempat tidur. Ingin membersihkan diri dan pikirannya. Rey merendam tubuhnya yang telanjang ke dalam bathtub yang berisi air hangat. Rasanya nyaman sekali. Ditambah aroma terapi yang menyeruak dari lilin yang dia bakar tadi. Segalanya sempurna. Kenyamanan yang membuat Rey sedikit melupakan kegundahan hatinya.Di tengah Rey menikmati kegiatan itu, samar terdengar pintu kamarnya diketuk. Rey tidak memperdulikan hal itu dan kembali larut menikmati sensasi air hangat yang menyelimuti tubuhnya. Hingga pintu kamar mandi yang memang Rey sengaja tidak menguncinya terbuka. Wanita itu terlonjak kaget menatap sosok yang juga tengah menata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status