Share

Chapter 4

Kepala Rey berdenyut sakit saat ia mencoba membuka mata. Padahal dia tidak minum alkohol tapi rasa pusing yang ia rasakan seperti orang yang habis mabuk berat.

"Akh!" ringis Rey saat tangannya tak sengaja menyentuh kepalanya. Ternyata pusing yang dirasakan wanita itu bukan karena pengaruh minuman atau sejenisnya.

Tangan Rey berlumuran darah yang telah mengering. Dengan cepat wanita itu bangkit menuju cermin untuk melihat pantulan bayangannya.

"Kenapa kepalaku bisa terluka?" lirih Rey mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam.

Flashback.

Adit menarik sebelah kaki Rey untuk melingkar di pinggangnya. Tangan besar pria itu pun tidak tinggal diam. Menjelajah tubuh Rey yang begitu halus dan kencang. Satu tali baju Rey telah jatuh ke samping akibat dari perbuatan pria itu.

Ciuman itu panas Adit beralih ke leher jenjang Rey. Hingga menimbulkan desahan pelan dari mulut wanita itu.

Adit yang sudah dikuasai nafsu terus menjelajah hingga tangannya sampai di dada Rey. Remasan pertama membuat Rey sadar dan langsung mendorong tubuh Adit untuk menjauh.

"Ada apa, Rey? Apa kau tidak nyaman di tempat ini?" tanya Adit dengan napas terengah-engah. Keadaan yang sama dengan Rey. "Bagaimana jika kita menyewa hotel saja?" usul Adit. Seharusnya sejak tadi mereka sudah mencari tempat yang nyaman untuk aktifitas panas seperti itu.

Cukup lama Rey terdiam membuat pria di hadapannya mulai jengah.

"Rey---"

"Aku ingin pulang," potong Rey menatap dingin pria itu. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan tadi saat dia menatap nakal Adit.

Adit tersenyum manis. "Apakah kau ingin kita melakukannya di rumahmu?"

"Tidak. Aku tidak ingin melakukannya denganmu," kata Rey memperbaiki kembali penampilannya yang kacau. Rupanya pria itu salah paham maksud Rey yang sebenarnya.

"Apa?"

"Maaf tapi aku tidak bisa. Permisi!" kata Rey akan berlalu namun segera Adit memegang tangan wanita itu lalu menariknya. Punggung Rey terhempas cukup kuat ke arah dinding membuat wanita itu meringis kesakitan.

"Kau ingin berhenti begitu saja?"

Ada kilat kemarahan dalam mata Adit. Bagaimana mana tidak, miliknya sudah berdiri tegak di balik celananya siap bertempur namun wanita yang seharusnya menjadi tempat dia merasakan surga dunia malah ingin pergi begitu saja.

Rey memutar bola matanya malas. "Maafkan aku. Tapi aku tidak bisa melakukannya sekarang. Silakan kau cari wanita lain saja," kata Rey mencoba melepaskan diri namun tidak bisa. Cengkraman tangan Adit di lengannya malah semakin kuat.

Adit berseringai dan jujur itu membuat Rey langsung merinding. Sial sepertinya dia dalam masalah sekarang.

"Kau bisa pergi setelah kita melakukannya," ujar Adit mulai membuka celananya.

"Hei! Sudah kukatakan aku tidak ingin melakukannya!" pekik Rey panik. Wanita itu terus meronta agar terlepas dari pria itu. Namun sepertinya sia-sia saat Adit telah mengangkat rok Rey tinggi.

"Ayolah, Sayang. Kau akan menyesal jika tidak melakukannya denganku," lirih Adit memegang kedua tangan Rey dan menaruhnya di atas kepala.

"Aku justru akan menyesal jika melakukannya denganmu," kata Rey lalu membenturkan kepalanya kuat pada Adit.

"AARRGGHH!!!"

Pria itu jatuh kesakitan. Kepala mereka sama-sama berdarah di sana. Dengan cepat Rey melarikan diri tak peduli dengan luka yang berada di keningnya.

Yang ia inginkan sekarang adalah pulang ke rumah.

***

Taksi yang membawa Rey berhenti tepat di depan rumah wanita itu. Dengan langkah gontai, Rey masuk ke dalam rumah. Keadaan sangat gelap dan sepi. Wanita itu terduduk di belakang pintu. Memeluk lututnya sendiri.

"Hiks ... hiks ...."

Rey menangis sendirian di tengah dingin dan sepinya rumah itu. Namun tak seorang pun di sana yang bisa menengkannya.

Hanya ada keheningan yang terasa begitu mencekam.

Flashback end.

Rey menghela napas berat. Beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan juga lukanya.

"Sstthh!"

Luka di dahinya ternyata cukup lebar. Meninggalkan bekas kemerahan sedikit membiru.

"Dasar pria brengsek!" umpat Rey saat mengingat kembali wajah Adit.

Rey tidak sepatutnya menyalahkan Adit karena dia sendirilah yang mengajak pria itu untuk bercinta. Lalu tiba-tiba dia meminta untuk berhenti padahal pria itu sudah siap tempur.

Rey terkekeh pelan seakan sedang menertawakan nasib Adit. Bukan hanya mendapat luka di kening. Pria itu juga harus berjuang sendiri untuk menuntaskan hasratnya yang sudah berada di ujung tanduk.

Entahlah. Namun tidak menutup kemungkinan juga pria itu menyewa wanita bayaran. Rey cuma berharap agar tidak bertemu dengannya lagi atau pria yang sama sepertinya.

Mereka sangat mengerikan.

Tring!

Rey yang baru saja selesai berpakaian langsung menyambar ponsel yang berdering. Wajah wanita itu berubah suram setelah membaca pesan di ponselnya.

Itu pesan tagihan rumah. Ternyata orang tuanya belum membayar cicilan rumah untuk bulan ini. Rumah yang baru saja mereka tempati hampir dua tahun itu.

Rey berlari menuju kamar orang tuanya untuk mengambil buku rekening. Dia lalu memeriksa buku tabungan orang tua dan juga tabungannya.

"Hanya ini yang kupunya?" Rey begitu kaget saat melihat nominal uang dalam dua akun bank itu yang tidak seberapa.

"Lalu bagaimana aku bisa hidup dengan uang ini?" geramnya frutasi. Jika dihitung uang itu hanya akan bertahan hingga empat bulan.

"Cicilan rumah, biaya kuliah, biaya makan, listrik, air .... " Rey tak sanggup lagi melanjutkan list apa saja yang harus ia bayar. Belum lagi untuk membeli segala keperluan yang menunjang penampilannya. Rey sudah kehilangan kedua orang tuanya, dia tidak akan membiarkan reputasinya sebagai mahasiswa terkenal juga tercoreng karena dia tidak bisa lagi membeli barang-barang mahal.

"Seharusnya kalian membawaku juga saat itu dari pada kalian meninggalkanku dalam kesengsaraan hidup seperti ini," gumam Rey mulai putus asa.

Di tengah kegalauan hatinya bel rumah berlantai dua itu berbunyi. Rey bangkit dari duduknya dengan malas. Tidak bisakah orang itu menunggu? Rey sedang berada dalam fase tidak ingin diganggung sekarang.

Namun wanita itu tetap keluar karena tamunya tak henti membunyikan bel yang terasa memekakkan telinga.

"Kuharap kau datang untuk memberi uang padaku," dumel Rey sebelum membuka pintu berwarna putih itu dengan kasar.

Seorang pria dengan jas hitam berdiri membelakangi Rey. Mungkin tingginya sekitar seratus delapan puluh sentimeter. Pakaiannya terlihat sangat mahal. Di pekarangan juga terparkir sebuah mobil berwarna hitam yang begitu mengkilap. Mungkin Rey bisa bercermin di sana.

"Maaf. Anda mencari siapa?" tanya Rey membuat pria itu berbalik menatapnya. Senyum manis dari pria itu sanggup membuat seorang wanita langsung jatuh cinta padanya. Termasuk Rey. Tidak juga. Pria itu berumur sekitar lima puluh tahun. Jadi lebih pantas jika menjadi paman Rey.

"Apa benar Anda Nona Reyna Anindira?" tanya pria itu begitu ramah dan sopan. Rey jadi sedikit canggung.

"Be-benar. Saya sendiri. Ada perlu apa ya?" tanya Rey berusaha untuk terdengar sopan juga.

Bukannya menjawab pria itu malah tersenyum lebar. Membuat Rey tidak tahu harus senang atau sedih dengan kehadiran pria itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status