Saat kembali ke rumah Rey memilih mengurung diri di dalam kamarnya. Lagi pula di rumah besar itu tidak ada siapa-siapa saat dia datang. Bisa dia tebak suaminya sedang bersenang-senang bersama istri pertamanya meninggalkan Rey sendirian dalam kekacauan.
"Sial!" Mengingat itu Rey merasa kesal dan marah sendiri.Wanita itu beranjak dari tempat tidur. Ingin membersihkan diri dan pikirannya. Rey merendam tubuhnya yang telanjang ke dalam bathtub yang berisi air hangat. Rasanya nyaman sekali. Ditambah aroma terapi yang menyeruak dari lilin yang dia bakar tadi. Segalanya sempurna. Kenyamanan yang membuat Rey sedikit melupakan kegundahan hatinya.Di tengah Rey menikmati kegiatan itu, samar terdengar pintu kamarnya diketuk. Rey tidak memperdulikan hal itu dan kembali larut menikmati sensasi air hangat yang menyelimuti tubuhnya. Hingga pintu kamar mandi yang memang Rey sengaja tidak menguncinya terbuka. Wanita itu terlonjak kaget menatap sosok yang juga tengah menataRey terbangun saat hari sudah mulai sore. Efek obat yang dia minum sungguh luar biasa. Mampu membuatnya tertidur seharian. Rasa sakit pada kepala wanita itu juga sudah mulai mendingan. Wanita itu memperhatikan keadaan sekitar dengan mata yang masih sayu. Dia sendirian di sana, lalu kemana Julian? Bukankah pria itu mengatakan ingin menjaga Rey? Ada sedikit perasaan kecewa karena Rey tak melihat Julian saat pertama kali membuka matanya. Namun hal itu tidak berlangsung lama."Rey, kau mau ke mana?" tanya Julian yang baru saja datang dengan nampan di tangannya. Perasaan Rey membuncah gembira. Wanita itu menyandarkan tubuhnya di kepala tempat tidur. Menunggu Julian duduk di depannya."Aku baru saja ingin mencarimu." Jawaban untuk pertanyaan Julian tadi.Pria itu tersenyum kecil lalu menyodorkan nampan yang dia bawa tadi pada Rey. "Makanlah! Kau pasti lapar."Rey menganggukkan kepala. Kemudian mulai menyantap bubur ayam yang dibawa Julian untu
"Dia anak yang baik dan cerdas," ujar pria itu sambil menatap seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga belas tahun yang berjarak lumayan jauh darinya. Anak itu sedang bekerja seperti orang dewasa kebanyakan di pabrik itu. Pria itu kembali menatap lawan bicaranya. "Hanya saja kurang beruntung. Dia lahir dari sepasang pria dan wanita yang tak menginginkannya membuat ia tumbuh besar di panti asuhan.""Lalu kenapa dia bisa berakhir di sini?" tanya lawan bicara pria tadi merasa penasaran."Dia ingin mendapatkan uang dari hasil kerja kerasnya. Itulah yang anak itu katakan padaku saat pertama kali datang kemari."Pria dengan potongan rambut yang hampir gundul itu menghela napas berat sebelum melanjutkan kembali ucapannya. "Sebenarnya aku tidak ingin mempekerjakan dia di sini. Jika sampai ada orang yang tahu aku mempekerjakan anak di bawah umur, aku pasti akan dihukum namun aku juga kasihan pada anak itu."Masih teringat jelas olehnya saat anak laki-la
Julian tersenyum tipis mengingat kenangan pertama kali dia datang di keluarga Artemio. Ajakan Anita untuk bermain dengannya malam itu berakhir dia menjadi teman baik wanita itu. Tak hanya menjadi teman baik, bahkan Julian diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan bersama Anita. Tuan Artemio itu sangat baik. Sungguh. Karena sudi menolong anak seperti Julian. Sebenarnya Tuan Artemio pun punya alasan sendiri kenapa dia menolong Julian. Pertama, karena Julian memiliki bakat yang besar yang sayang jika tidak dikembangkan. Kedua, karena Tuan Artemio punya permintaan khusus yang hanya Julian yang bisa melakukannya.Saat itu Julian merasa sangat beruntung seperti dewa Portuna sedang bersamanya. Namun hal itu tak ingin Julian dapatkan dengan cuma-cuma. Pria kecil itu bersih beras ingin diberi pekerjaan oleh Tuan Artemio."Aku ingin kau menjaga Anita," kata Tuan Artemio membuat kedua alis Julian saling bertaut. Dan itulah alasan kedua Tuan Artemio menolong Julian."Menjaga Anita?" Julian
Selalu berada di pihak Anita. Hal itu sudah Julian janjikan sejak dulu. Lalu sekarang hanya karena seorang Reyna Anindira, Julian akan mengingkari janjinya?Tidak. Julian tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Anita benar. Rey hanya seorang wanita yang dia jadikan istri untuk melahirkan anak mereka. Tidak lebih dari itu. Julian tidak perlu memperlakukan wanita itu istimewa.Setelah itu Julian benar-benar berubah pada Rey. Jika setiap pagi sebelum berangkat ke kantor Julian akan menawari tumpangan maka mulai hari ini dia membiarkan Rey berangkat sendirian dengan berbagai alasan yang dia pikirkan dari semalam."Aku ada rapat pagi ini. Maaf tidak bisa mengantarmu."Atau...."Anita ingin berkunjung ke kantor jadi aku harus menunggunya dan mungkin itu bisa membuatmu terlambat."Dan masih banyak lagi alasan yang lain yang membuat Rey tak tahu harus berbuat apa. Dan hal itu terjadi berulang kali membuat Rey semakin kesal. Wanita itu tahu jika Julian sedang berusaha menghindarinya. Siapa lag
Sampai Rey meninggalkannya sendirian di sana Anita terus berpikir. Apakah sungguh sikapnya kekanak-kanakan karena cemburu pada Julian? Bagi Anita itu bukan cemburu, dia hanya sedikit posesif terhadap apa yang dimilikinya.Anita hanya punya Julian. Tidak ada yang lain lagi. Bukankah wajar Anita bersikap demikian? Namun dia juga tidak menampik apa yang dikatakan Rey benar.Anita menginginkan anak itu dan tidak seharusnya dia egois seperti ini. Sekarang sudah tidak ada penghalang lagi. Janin--calon anak Anggun--yang sempat menjadi rasa takut terbesar Anita kini telah tiada. Kini Anita bisa memimpin permainan jika Rey benar-benar bisa hamil secepatnya.Wanita itu tersenyum manis sebelum memutuskan untuk bangkit dari sana menuju kamarnya. Kali ini dia tidak akan membiarkan kesempatannya terbuang sia-sia.***Pukul delapan malam Julian tiba di rumah. Anita yang sejak tadi sudah menunggunya menyambut pria itu dengan senyuman hangat. Di sana juga ada Rey yang sedang menikmati cemilan seraya m
Kedua iris berwarna coklat itu terbuka saat mendengar suara mobil dari luar. Reyna Anindira bangun dari tempat tidur kemudian berjalan menuju jendela besar yang berada di sebelah kanan tempat tidurnya. Dari lantai dua dia melihat mobil berwarna hitam itu berlalu meninggalkan pekarangan rumah.Seharusnya wanita dengan rambut sebahu itu tidak perlu mengikuti sang pria. Namun ego sebagai seorang istri lebih tinggi hingga Rey; nama panggilan wanita itu, tanpa pikir panjang mengikuti mobil sang suami."Sudah kuduga dia akan datang kemari," lirih Rey melihat mobil suaminya terparkir dengan epik di sebuah rumah berlantai tiga. Tujuan sang suami jika tidak bersamanya.Rey turun dari mobil lalu melangkah dengan pelan masuk ke dalam rumah. Dia masih mengingat dengan jelas kode pintu rumah itu dan ternyata sang pemilik rumah pun tidak pernah menggantinya.Langkahnya begitu pelan menuju lantai dua rumah itu di mana suaminya berada. Seakan wanita itu begitu takut orang yang sedang dia ikuti menyad
Semuanya dimulai hari itu di mana Rey duduk terdiam di depan dua peti mati yang berisi tubuh kaku kedua orang tuanya. Tidak ada kata yang keluar dari bibirnya yang pucat dan kering itu. Hanya terus menatap kosong dengan raut wajah kacau.Wanita dengan rambut sebahu itu bahkan tidak menangis sedikit pun namun semua orang tahu jika rasa sakit yang dirasakannya lebih dari siapa pun yang ada dalam ruangan itu. Bagaimana tidak, dia ditinggalkan oleh dua orang yang menjadi sandarannya secara bersamaan.Masih hangat dalam ingatan Rey di mana pagi ini kedua orangnya pamit untuk keluar kota. "Kau sungguh akan baik-baik saja sendirian di rumah?" tanya sang ibu menatap putrinya yang sedang asyik dengan ponselnya."Aku sudah biasa sendiri," ujar Rey tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel yang sedang memutar video anime Jepang. Kalimat itu secara tidak langsung menyindir pasangan suami istri itu. Mereka terlalu sibuk dengan profesi sebagai seorang polisi yang harus siap siaga dalam keadaan a
Beberapa pasang mata menatap wanita dengan t-shirt putih yang di balut jaket bernilai ratusan dollar itu saat memasuki area kampus. Bukan karena kagum seperti biasanya. Maklum Rey adalah salah satu mahasiswa cukup terkenal di kampus. Bukan hanya terkenal cantik dengan pakaian mahal yang selalu membalut tubuh indahnya. Namun juga Rey terkenal sebagai gadis bar-bar dengan emosi tak terkontrol.Menjadi pusat perhatian sudah biasa untuk Rey. Tapi kali ini ada yang berbeda. Tak hanya menatap, beberapa ada yang berbisik membicarakannya."Bukankah orang tuanya baru saja meninggal?" "Kau benar. Dasar wanita tak berperasaan!""Aku dengar dia memang membenci orang tuanya.""Tapi haruskah sampai seperti itu?""Dia sungguh sangat mengerikan."Rey terus melanjutkan langkahnya menuju ruang kelas. Saat sampai di sana pun pandangan kaget serta bisik-bisik tentang dirinya masih dia terima. Apakah seaneh itu Rey datang ke kampus sehari setelah kematian orang tuanya? Seperti dia baru saja melakukan kej