“Kamu!” seru Aisa keras sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Alan.
Kedua mata Aisa melotot tajam, terlihat jelas raut wajah kebencian saat menatap Alan. Merlin mengernyitkan dahi, dia bingung dengan situasi saat ini. Gadis yang ingin dikenalkan dengan anaknya ternyata sudah mengenal anaknya. Bagaimana mereka bisa saling mengenal? Kenapa aku gak tau kalau Alan dekat dengan seorang wanita? Alan berjalan mendekati Aisa. Dia juga sama terkejutnya seperti Aisa, karena bisa bertemu dengan gadis yang sangat dibencinya di rumahnya sendiri. Alan menatap wajah Aisa dengan sangat tajam, kedua tangannya mengepal erat. Dia teringat dengan kejadian saat Aisa menghinanya bahkan berani menggigit tangannya. “Mau apa kamu ke rumahku? Apa kamu ingin meminta kompensasi atas kejadian waktu itu?” tuduh Alan dengan nada mengejek. “Tutup mulut kamu!” seru Aisa dengan nada keras. Dia tak terima dengan tuduhan Alan terhadapnya. Merlin semakin mengernyitkan dahinya. Kenapa semua menjadi seperti ini? Mereka bahkan berseteru sebelum mereka sah menjadi suami istri. Tapi ada satu hal yang membuat Merlin semakin tertegun, yaitu sikap putranya yang malah mendekati Aisa, bukannya menghindarinya. Karena setahu Merlin, putranya itu tidak bisa dekat dengan wanita manapun selain dirinya. Terlihat kedua sudut bibir Merlin tertarik membentuk sebuah senyuman, senyuman kebahagian. Keputusannya ternyata tidak salah dengan memilih Aisa sebagai calon istri Alan. Merlin berjalan mendekati Alan dan Aisa. Dia tidak ingin pertengkaran mereka semakin menjadi-jadi. Dia takut pernikahan yang sudah direncanakannya akan gagal nantinya. “Alan, dengarkan Mama. Aisa ini calon istri kamu, jadi kamu harus menghormatinya,” pintanya. Alan membulatkan kedua matanya, dia menatap tajam ke arah Aisa. “Apa, Ma! Alan gak salah dengarkan? Calon istri?” Dahi Alan mengernyit, masih belum bisa memahami ucapan mamanya. Aisa menelan ludah dengan susah payah, lalu menatap ke arah Merlin. “Nyonya, apa saya boleh membatalkan ....” Merlin menatap tajam ke arah Aisa. Tatapannya seakan menjawab apa yang tadi ingin Aisa katakan padanya. “Alan, Aisa ini adalah gadis yang baik. Mama sudah mengenal Aisa lama. Jadi, Mama ingin menjodohkan kalian,” ucap Merlin sambil mengusap lengan putranya. Aisa hanya sanggup menundukkan kepalanya. Dia tidak menyangka, pria yang akan dinikahi ternyata pria yang sombong dan dingin, bahkan Aisa pikir, pria itu tidak mempunyai hati. Lalu ... bagaimana dengan pernikahannya nanti? Apa pria itu akan menyiksanya setiap hari? Aisa bahkan tidak sanggup untuk membayangkannya. Alan menatap tajam ke arah Aisa yang terus menundukkan kepalanya. Dia tidak menyangka mamanya akan menjodohkannya dengan gadis yang sangat dibencinya. Alan masih menatap Aisa yang masih betah menunduk, dia lalu menyungingkan senyumannya, seakan mempunyai ide untuk membalaskan dendamnya. Dendam yang sudah melukai harga dirinya. “Ma,” panggil Alan tanpa mengalihkan tatapannya dari Aisa. Alan lalu menggerakkan tangan kanannya untuk mendongakkan wajah Aisa. Kedua mata Merlin membulat seketika, saat melihat tangan putranya menyentuh dagu Aisa. Dia semakin tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. ‘Alan! Kamu ... kamu menyentuh kulit Aisa? Bukankah kamu selama ini sangat gak suka menyentuh wanita manapun selain Mama? Tapi ini ... Apa Aisa benar-benar gadis yang ditakdirkan untuk membantu kamu, Sayang?’ gumamnya dalam hati. “Aku akan menyetujui permintaan Mama. Aku akan menikah dengan gadis ini. Em ... siapa tadi nama kamu?” tanya Alan pada Aisa. Aisa hanya diam sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Dia seakan tengah menyesali keputusannya. “Jawab! Apa kamu bisu!” seru Alan saat Aisa hanya diam dan tak menjawab pertanyaannya. “Aisa,” sahut Aisa pelan. Alan menurunkan tangannya dari dagu Aisa. Dia lalu menyunggingkan senyumannya. Senyuman sinis, bahkan saat ini dia tengah memikirkan rencana untuk membalaskan dendamnya kepada Aisa. “Mama senang akhirnya kamu mau menikah. Mama akan segera mengurus pernikahan kalian,” ucap Merlin sambil menyatukan tangan Alan dan Aisa. Merlin semakin bahagia, karena Alan sama sekali tidak menepis tangannya dan membiarkannya menyatukan tangannya dengan tangan Aisa. Tapi, itu tidak membuktikan jika putranya sudah benar-benar sembuh dari traumanya. Merlin lalu memanggil asisten rumah tangganya. Bibi Marni yang merasa terpanggil berjalan menghampiri majikannya. Merlin ingin menguji putranya, apa dia sudah sembuh dari traumanya atau belum. “Bibi Marni, mendekatlah.” Dengan perlahan Bibi Marni berjalan mendekati kedua majikannya. Tapi tidak di sangka, Alan langsung melangkah mundur saat jarak Bibi Marni tinggal beberapa inci darinya. “Maaf, Tuan,” ucap Bibi Marni sambil membungkukkan tubuhnya. Merlin menghela nafas panjang, ternyata putranya belum benar-benar sembuh. Dia lalu menyuruh Bibi Marni untuk memasak makanan yang spesial untuk makan malam, karena hari ini adalah hari yang membahagiakan untuknya. Bibi Marni membungkukkan tubuhnya dan pamit undur diri. Aisa masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia telah melihat dengan mata kepalanya sendiri tentang kelainan yang Merlin ceritakan tentang Alan. ‘Kalau dia benar-benar trauma dengan wanita, tapi kenapa dia malah menyentuhku, bahkan dia malah berjalan mendekatiku, bukan menjauhiku?’ gumam Aisa dalam hati. Merlin membiarkan Aisa bersama dengan putranya, dia berharap mereka bisa saling mengenal dan memahami. Tapi Merlin tidak tau, jika keputusannya meninggalkan Aisa dengan Alan adalah salah. Bukannya saling mengenal dan memahami, tapi mereka melanjutkan adu mulut mereka yang sempat tertunda. Rendy yang sedari tadi mengamati dari jauh hanya mampu menggelengkan kepalanya. Setelah sekian lama, akhirnya Rendy bisa melihat sahabat atau majikannya beradu mulut dengan seorang gadis. Padahal sebelumnya, untuk sekedar dekat dengan seorang gadis, Alan begitu enggan. Alan memilih menghindar menjauh. Aisa yang sudah tidak sanggup menahan emosinya, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Alan. Alan bersumpah, dia tidak akan tinggal diam, dia akan memberikan Aisa balasan yang setimpal. “Kita lihat saja nanti, sampai berapa lama kamu akan bisa bertahan tinggal disini. Aku akan buat hidup kamu menderita seperti di dalam neraka,” ucap Alan dengan menyunggingkan senyumannya.Terdengar suara tangis bayi dari dalam ruang operasi. Alan dan seluruh keluarganya mengucap syukur, karena anak pertamanya kini sudah lahir di dunia.“Bu, Yah. Anak Alan sudah lahir. Akhirnya Alan menjadi seorang ayah,” ucap Alan bahagia.Merlin memeluk putra tunggalnya. “Selamat ya, Sayang. Terima kasih, kamu sudah memberi Ibu dan Ayah seorang cucu.”Ferdi pun memeluk Alan, dan mengucapkan selamat, karena sekarang anaknya sudah menjadi seorang ayah. Anak yang dulu terlihat begitu manja, kini sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga kecilnya.“Lan, Ayah bangga sama kamu. Setelah apa yang kamu lalui selama ini, akhirnya kamu menemukan kembali kebahagiaan kamu. Ayah hanya berharap, semua kamu bisa segera lepas dari trauma masa lalu dan kembali menjadi Alan yang dulu lagi,” ucap Ferdi setelah melepaskan pelukannya.Alan mengangguk. Sejak hidup bersama dengan Aisa, dirinya sudah mulai bisa sedikit demi sedikit membuka diri dan mulai berinteraksi dengan lawan jenis. Bahkan dirinya juga sud
Aisa dan Alan kini sudah berada di rumah Aisa. Kedua orang tua Alan sudah kembali ke Jakarta lebih dulu. Tapi Alan dan Aisa memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa selama beberapa hari.Aisa ingin membujuk ayahnya untuk mau melakukan terapi agar ayahnya bisa berjalan kembali seperti dulu lagi.“Yah, Aisa mohon. Ayah mau melakukan terapi ya? Aisa ingin melihat Ayah bisa kembali berjalan seperti dulu,” pinta Aisa sambil menggenggam tangan ayahnya.Arya menepuk pelan punggung tangan Aisa. “Sa, Ayah tidak mau merepotkan kamu dan Alan. Ayah sudah menerima takdir Ayah. Kalau Ayah memang harus selamanya duduk di kursi roda ini, Ayah tidak apa-apa.”Alan memang orang kaya, bahkan dia bisa dengan mudah membiayai pengobatannya. Tapi Arya tidak mau dianggap sebagai mertua yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan menantunya untuk kepentingannya sendiri.Arya sudah cukup bahagia dengan melihat Aisa hidup bahagia dengan pria yang mencintainya. Dia sudah tidak ada beban lagi, karena seka
Aisa menatap kamar pengantin dengan Alan. Kamar yang sangat luas dan indah. Bahkan di atas ranjang terdapat kelopak bunga mawar yang dibentuk dengan bentuk love di tengah-tengah kasur.Setelah acara pernikahan selesai, Alan membawa Aisa ke hotel yang sudah disediakan oleh kedua orang tuanya untuk mereka melewati malam pertama mereka, meskipun itu sudah tidak bisa disebut sebagai malam pertama lagi.Kamar hotel bintang lima dengan segala fasilitas mewah sengaja Merlin siapkan untuk Alan dan Aisa, karena dia ingin baik Alan dan Aisa bisa menikmati malam pertama mereka dengan indah dan nyaman tanpa gangguan dari siapapun.Alan melihat Aisa yang sedang menelisip kamar yang akan mereka pakai untuk menginap malam ini. Dia berjalan mendekati istrinya, memeluknya dari belakang, menopangkan dagunya di bahu Aisa.“Mandi dulu, Sayang, biar fresh. Kamu pasti capek setelah acara tadi,” ucap Alan dengan lembut.Aisa memutar tubuhnya, menghadap suaminya, lalu mendongakkan wajahnya. “Kamu duluan saja
Setelah kepulangan Alan dari rumah sakit. Alan tinggal di rumah yang sengaja disewa oleh Merlin untuk tempat tinggal mereka selama berada di Semarang. Merlin tidak mungkin membiarkan Alan tinggal di rumah Aisa, karena Alan masih dalam masa pemulihan.Rumah yang Merlin sewa terdiri dari dua lantai. Ada empat kamar di rumah itu. Alan sebenarnya ingin Aisa ikut tinggal bersamanya, tapi kedua orang tua Aisa melarang Aisa untuk tinggal bersamanya.Tapi Aisa tetap menemani Alan sampai di rumah. Dia akan kembali ke rumah malam harinya.“Lan, Sa, Ibu tinggal dulu ya? Ibu sama Ayah harus mengurus sesuatu,” ucap Merlin.“Baik, Bu,” ucap Aisa.“Kalau begitu Ibu titip Alan, karena Rendy akan ikut Ayah sama Ibu,” ucap Merlin dan mendapat anggukkan kepala dari Aisa.Merlin lalu keluar dari kamar yang ditempati oleh putranya itu.“Lan, kamu mau makan apa? biar aku masakin.” Perut Aisa juga sudah lapar sejak tadi.“Terserah kamu saja. Apapun yang kamu masak, aku akan memakannya,” ucap Alan dengan men
Hari ini Alan sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah pulih sepenuhnya.Kedua orang tua Aisa kembali menjenguk Alan ke rumah sakit, karena ada sesuatu hal yang ingin ayah Aisa sampaikan kepada Alan. Dirinya sudah tidak bisa menundanya lagi, karena bagaimanapun Alan harus mendengar keputusan yang sudah diambilnya.“Sa, apa Ayah boleh bicara sebentar dengan Alan?” tanya Arya sambil melihat Aisa yang sedang menyuapi Alan buah apel yang sudah dirinya potong menjadi kecil-kecil dan menaruhnya di atas piring kecil.“Boleh, Yah. Memangnya apa yang ingin Ayah bicarakan dengan Alan?” tanya Aisa penasaran.“Ayah hanya ingin bicara berdua dengan Alan,” ucap Arya sambil menatap ke arah Alan yang duduk di tepi ranjang sambil menghadap Aisa yang duduk di depannya.Alan menganggukkan kepalanya, dirinya juga ingin mengatakan sesuatu kepada ayah mertuanya itu.“Sayang, kamu tinggalkan aku sama Ayah. Kami tidak akan lama, kamu tidak usah cemas,” ucap Alan sambil menggenggam tangan Aisa.Ais
Sudah satu minggu lebih Alan dirawat di rumah sakit setelah dia sadarkan diri. Selama itu pula, keluarga Aisa datang untuk menjenguk Alan.Alan memang belum bisa berjabat tangan dengan ibunya Aisa. Ibunya Aisa pun mengerti akan hal itu. Mayang juga berharap semoga Alan bisa segera lepas dari trauma masa lalunya.Terlihat semua keluarga berkumpul di ruang rawat inap Alan. Mereka saling bercengkrama satu sama lain.Aisa dan Alan sangat bahagia, akhirnya kedua orang tua mereka bisa seakrab ini meskipun belum lama bertemu.Alan juga sudah mendengar dari Rendy, kalau Rizal sudah mendekam di penjara. Kasusnya akan diperkarakan, pihaknya juga menuntut agar Rizal dan anak buahnya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.Saat mereka semua sedang mengobrol, terdengar suara ketukan pintu, membuat semua orang menoleh ke arah pintu.“Nik, coba kamu cek, siapa yang datang,” pinta Mayang.Niko beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu, membukanya dengan perlahan. “Om Brata!” serunya te