Sementara itu, Merlin sedang berbicara dengan suaminya lewat telepon.
"Papa bisa pulang kan? Mama sudah menemukan gadis yang cocok menjadi istri Alan." "Apa gadis itu tau tentang kelainan yang Alan miliki?" "Mama sudah menceritakan semuanya kepada gadis itu, dan dia mau menerima dan membantu Alan untuk sembuh. Papa juga akan terkejut jika melihatnya langsung, karena dengan gadis itu, Alan tidak menjauh, tapi malah mendekatinya, bahkan bersentuhan dengannya langsung." Ferdi tercengang mendengar penjelasan istrinya. Dia semakin penasaran dengan gadis pilihan istrinya. "Baiklah, besok Papa akan pulang. Papa akan melihat, seperti apa gadis itu sampai mau membantu Alan untuk sembuh." “Mama tunggu, Pa. Alan pasti senang saat Papa pulang nanti.” Merlin lalu mengakhiri panggilan itu. *** Saat ini Merlin sedang disibukkan dengan rencana pernikahan Alan dan Aisa. Pernikahan mereka akan digelar tiga hari lagi. Dia terlihat begitu bahagia, akhirnya anak semata wayangnya akan segera menikah. Alan menatap langit-langit ruangannya. Dia kini tengah memikirkan rencana apa yang akan dia lakukan untuk membalaskan dendamnya kepada Aisa. Dia ingin membuat hidup Aisa seperti di neraka. Rendy yang sejak tadi mengamati gerak-gerik Alan merasa terheran-heran. Ini pertama kalinya dia melihat Alan dengan wajah seserius itu. Apa sebenarnya yang tengah dia pikirkan? Apa dia menyesali keputusannya untuk menikahi Aisa? Apa dia sudah menyadari jika hanya dengan Aisa dia bisa bersikap selayaknya pria normal? Alan memanggil Rendy untuk mendekat. Dia menyuruh Rendy untuk membelikan sesuatu yang membuat Rendy mengernyitkan dahi. "Untuk apa, Tuan?" tanyanya Rendy penasaran. "Kamu tidak perlu tau, sekarang pergilah." Alan lalu mengibas-ngibaskan tangannya menyuruh Rendy untuk pergi dari hadapannya. Rendy membungkukkan tubuhnya lalu berjalan keluar dari ruangan Alan. "Dia nanti pasti akan terkejut. Aku sudah gak sabar ingin melihat reaksinya seperti apa nanti." Alan tertawa sarkas, keinginannya untuk membalaskan dendamnya begitu besar. Alan mendengar suara dering ponselnya, dia lalu mengambil ponselnya dari atas mejanya. "Halo, Ma," sahut Alan saat panggilan itu mulai tersambung. "Alan, apa kamu bisa pulang sekarang?" "Ada apa, Ma?" tanya Alan penasaran. "Temani Aisa untuk memilih gaun pengantin, sekalian kamu juga lihat jas yang sudah Mama pesan buat kamu pakai nanti di pernikahan kamu." Alan mempunyai rencana baru lagi, dia lalu menyunggingkan senyumannya, sepertinya di kepalanya banyak sekali rencana untuk membuat Aisa menderita. “Baik, Ma. Alan akan segera pulang ke rumah.” “Jangan lama-lama, jangan buat Aisa menunggu.” “Ok.” Alan lalu mengakhiri panggilan itu. Alan lalu mengirimi pesan kepada Rendy untuk segera kembali ke kantor. Setelah mendapatkan apa yang diinginkan oleh Alan, Rendy bergegas kembali ke kantor. “Ini pesanan Tuan,” ucap Rendy sambil memberikan paper bag kepada Alan. Alan menerima paperbag itu, lalu membukanya. Rendy melihat Alan yang menyunggingkan senyuman saat melihat isi paper bag itu. Sebenarnya apa yang sedang Alan rencanakan dengan benda itu? "Sekarang kita pulang," ajak Alan lalu keluar dari ruangannya. Rendy mengikuti Alan dibelakangnya. Saat di depan lobby tiba-tiba ada seorang gadis menabrak Alan. Seketika tubuh Alan gemetar karena terkejut. Kejadian itu terjadi begitu cepat, Alan bahkan tidak sempat untuk menghindar. Rendy menarik gadis itu dan langsung memaki-makinya dengan kata-kata yang begitu menyakitkan. Gadis itu meminta maaf. Tapi tak ada kata maaf untuknya. Rendy menyuruh security untuk menyeret gadis itu keluar. Lebih parahnya lagi gadis itu langsung dipecat dari pekerjaannya secara tidak hormat. Rendy memang terkenal kejam jika itu bersangkutan dengan Alan. Tak ada seorang gadis pun yang berani mendekati Rendy. Padahal jika dilihat-lihat, Rendy adalah pria yang sangat tampan. 11-12 dengan Alan. Tapi, sebelum mendekat, para gadis sudah mundur secara teratur setelah mendengar kebengisan Rendy. Rendy bergegas membawa Alan ke mobil. Dia merasa telah gagal menjaga Alan. "Maaf kan saya, Tuan." Rendy begitu menyesal. "Sudah lah, itu juga bukan salah kamu, gadis itu saja yang jalannya gak pakai mata." Alan menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi penumpang, mencoba untuk memejamkan kedua matanya. Rendy menyuruh supir untuk melajukan mobilnya. Seluruh karyawan kantor sudah mengetahui kelainan yang diidap oleh atasan mereka. Tak ada seorangpun yang berani mendekati ruangan sang CEO. Jika mereka mempunyai keperluan penting dengan atasan mereka, mereka akan menyerahkannya lewat asisten pribadi Alan, yang tak lain adalah Rendy. Sungguh naas nasib gadis itu, hanya karena hal yang tidak dia sengaja, dia harus kehilangan pekerjaannya, bahkan dia tak dapat pesangon sepeserpun. Rendy memapah tubuh Alan masuk ke dalam rumah. Merlin terkejut melihat anaknya yang begitu lemas dalam papahan Rendy. "Ada apa ini?" tanya Merlin terkejut. "Maaf kan saya, Nyonya. Tadi ada insiden yang tak terduga di kantor," sahut Rendy. Sebelum Rendy menjelaskan secara detail, Merlin sudah tau apa yang sebenarnya terjadi, karena gejala yang anaknya alami akan muncul jika dia bersentuhan dengan wanita. Merlin lalu menyuruh Rendy untuk membawa Alan ke kamarnya, sedangkan Merlin berjalan menuju kamar Aisa. Merlin berniat menyuruh Aisa untuk menemani Alan, karena hanya dengan Aisa, Alan bisa bersikap layaknya pria normal. Bahkan traumatis yang Alan alami tak berpengaruh pada Aisa. Merlin mengetuk pintu kamar Aisa. Aisa yang tengah duduk sambil membaca buku, seketika langsung menutup buku yang ia baca, lalu ia letakkan diatas meja. “Masuk,” sahutnya kemudian. Pintu terbuka dengan perlahan. Merlin muncul dari balik pintu itu dan melangkah masuk ke dalam kamar Aisa. Aisa lalu beranjak dari duduknya. “Nyonya.” “Apa saya sudah mengganggumu?” tanya Merlin sambil melangkah mendekati Aisa. Aisa menggelengkan kepalanya. “Apa ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanyanya. Aisa tau, jika ada yang ingin calon mama mertuanya itu minta darinya. “Saya ingin kamu menemani Alan di kamarnya,” ucap Merlin, membuat kedua mata Aisa membukat dengan sempurna.Terdengar suara tangis bayi dari dalam ruang operasi. Alan dan seluruh keluarganya mengucap syukur, karena anak pertamanya kini sudah lahir di dunia.“Bu, Yah. Anak Alan sudah lahir. Akhirnya Alan menjadi seorang ayah,” ucap Alan bahagia.Merlin memeluk putra tunggalnya. “Selamat ya, Sayang. Terima kasih, kamu sudah memberi Ibu dan Ayah seorang cucu.”Ferdi pun memeluk Alan, dan mengucapkan selamat, karena sekarang anaknya sudah menjadi seorang ayah. Anak yang dulu terlihat begitu manja, kini sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga kecilnya.“Lan, Ayah bangga sama kamu. Setelah apa yang kamu lalui selama ini, akhirnya kamu menemukan kembali kebahagiaan kamu. Ayah hanya berharap, semua kamu bisa segera lepas dari trauma masa lalu dan kembali menjadi Alan yang dulu lagi,” ucap Ferdi setelah melepaskan pelukannya.Alan mengangguk. Sejak hidup bersama dengan Aisa, dirinya sudah mulai bisa sedikit demi sedikit membuka diri dan mulai berinteraksi dengan lawan jenis. Bahkan dirinya juga sud
Aisa dan Alan kini sudah berada di rumah Aisa. Kedua orang tua Alan sudah kembali ke Jakarta lebih dulu. Tapi Alan dan Aisa memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa selama beberapa hari.Aisa ingin membujuk ayahnya untuk mau melakukan terapi agar ayahnya bisa berjalan kembali seperti dulu lagi.“Yah, Aisa mohon. Ayah mau melakukan terapi ya? Aisa ingin melihat Ayah bisa kembali berjalan seperti dulu,” pinta Aisa sambil menggenggam tangan ayahnya.Arya menepuk pelan punggung tangan Aisa. “Sa, Ayah tidak mau merepotkan kamu dan Alan. Ayah sudah menerima takdir Ayah. Kalau Ayah memang harus selamanya duduk di kursi roda ini, Ayah tidak apa-apa.”Alan memang orang kaya, bahkan dia bisa dengan mudah membiayai pengobatannya. Tapi Arya tidak mau dianggap sebagai mertua yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan menantunya untuk kepentingannya sendiri.Arya sudah cukup bahagia dengan melihat Aisa hidup bahagia dengan pria yang mencintainya. Dia sudah tidak ada beban lagi, karena seka
Aisa menatap kamar pengantin dengan Alan. Kamar yang sangat luas dan indah. Bahkan di atas ranjang terdapat kelopak bunga mawar yang dibentuk dengan bentuk love di tengah-tengah kasur.Setelah acara pernikahan selesai, Alan membawa Aisa ke hotel yang sudah disediakan oleh kedua orang tuanya untuk mereka melewati malam pertama mereka, meskipun itu sudah tidak bisa disebut sebagai malam pertama lagi.Kamar hotel bintang lima dengan segala fasilitas mewah sengaja Merlin siapkan untuk Alan dan Aisa, karena dia ingin baik Alan dan Aisa bisa menikmati malam pertama mereka dengan indah dan nyaman tanpa gangguan dari siapapun.Alan melihat Aisa yang sedang menelisip kamar yang akan mereka pakai untuk menginap malam ini. Dia berjalan mendekati istrinya, memeluknya dari belakang, menopangkan dagunya di bahu Aisa.“Mandi dulu, Sayang, biar fresh. Kamu pasti capek setelah acara tadi,” ucap Alan dengan lembut.Aisa memutar tubuhnya, menghadap suaminya, lalu mendongakkan wajahnya. “Kamu duluan saja
Setelah kepulangan Alan dari rumah sakit. Alan tinggal di rumah yang sengaja disewa oleh Merlin untuk tempat tinggal mereka selama berada di Semarang. Merlin tidak mungkin membiarkan Alan tinggal di rumah Aisa, karena Alan masih dalam masa pemulihan.Rumah yang Merlin sewa terdiri dari dua lantai. Ada empat kamar di rumah itu. Alan sebenarnya ingin Aisa ikut tinggal bersamanya, tapi kedua orang tua Aisa melarang Aisa untuk tinggal bersamanya.Tapi Aisa tetap menemani Alan sampai di rumah. Dia akan kembali ke rumah malam harinya.“Lan, Sa, Ibu tinggal dulu ya? Ibu sama Ayah harus mengurus sesuatu,” ucap Merlin.“Baik, Bu,” ucap Aisa.“Kalau begitu Ibu titip Alan, karena Rendy akan ikut Ayah sama Ibu,” ucap Merlin dan mendapat anggukkan kepala dari Aisa.Merlin lalu keluar dari kamar yang ditempati oleh putranya itu.“Lan, kamu mau makan apa? biar aku masakin.” Perut Aisa juga sudah lapar sejak tadi.“Terserah kamu saja. Apapun yang kamu masak, aku akan memakannya,” ucap Alan dengan men
Hari ini Alan sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah pulih sepenuhnya.Kedua orang tua Aisa kembali menjenguk Alan ke rumah sakit, karena ada sesuatu hal yang ingin ayah Aisa sampaikan kepada Alan. Dirinya sudah tidak bisa menundanya lagi, karena bagaimanapun Alan harus mendengar keputusan yang sudah diambilnya.“Sa, apa Ayah boleh bicara sebentar dengan Alan?” tanya Arya sambil melihat Aisa yang sedang menyuapi Alan buah apel yang sudah dirinya potong menjadi kecil-kecil dan menaruhnya di atas piring kecil.“Boleh, Yah. Memangnya apa yang ingin Ayah bicarakan dengan Alan?” tanya Aisa penasaran.“Ayah hanya ingin bicara berdua dengan Alan,” ucap Arya sambil menatap ke arah Alan yang duduk di tepi ranjang sambil menghadap Aisa yang duduk di depannya.Alan menganggukkan kepalanya, dirinya juga ingin mengatakan sesuatu kepada ayah mertuanya itu.“Sayang, kamu tinggalkan aku sama Ayah. Kami tidak akan lama, kamu tidak usah cemas,” ucap Alan sambil menggenggam tangan Aisa.Ais
Sudah satu minggu lebih Alan dirawat di rumah sakit setelah dia sadarkan diri. Selama itu pula, keluarga Aisa datang untuk menjenguk Alan.Alan memang belum bisa berjabat tangan dengan ibunya Aisa. Ibunya Aisa pun mengerti akan hal itu. Mayang juga berharap semoga Alan bisa segera lepas dari trauma masa lalunya.Terlihat semua keluarga berkumpul di ruang rawat inap Alan. Mereka saling bercengkrama satu sama lain.Aisa dan Alan sangat bahagia, akhirnya kedua orang tua mereka bisa seakrab ini meskipun belum lama bertemu.Alan juga sudah mendengar dari Rendy, kalau Rizal sudah mendekam di penjara. Kasusnya akan diperkarakan, pihaknya juga menuntut agar Rizal dan anak buahnya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.Saat mereka semua sedang mengobrol, terdengar suara ketukan pintu, membuat semua orang menoleh ke arah pintu.“Nik, coba kamu cek, siapa yang datang,” pinta Mayang.Niko beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu, membukanya dengan perlahan. “Om Brata!” serunya te