Hanya berbekal ijazah SMA, Aisa nekad merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Dia berharap bisa mendapatkan pekerjaan agar dirinya bisa membantu perekonomian keluarga. Namun, siapa sangka di tengah kesulitan, sebuah tawaran pernikahan kontrak dengan Konglomerat Tampan yang jijik dengan wanita, ditawarkan padanya? Akankah Aisa menerimanya?
View More"Ini kan ....?"
Mata Aisa membelalak kala membuka amplop coklat misterius yang tiba-tiba ada di kasur kostnya.
[Surat Perjanjian Pernikahan.]
Poin pertama: Pihak kedua harus mau menuruti semua perintah yang diberikan dan tidak diperbolehkan untuk menolak. Poin kedua: Pihak kedua tidak boleh melarikan diri sebelum perjanjian berakhir. Kalau sampai melanggar, maka akan dikenakan denda sebesar dua ratus lima puluh juta. Aisa hanya membaca kedua poin penting yang tertera di atas dan tidak melanjutkan poin lainnya. Dia menggelengkan kepalanya membaca satu persatu poin yang tertera. Dia lalu membaca keuntungan yang akan dia dapat jika menerima perjanjdian itu. Poin pertama: Untuk semua kebutuhan hidup keluarga pihak kedua akan dijamin oleh pihak pertama. Poin kedua: Pihak kedua bebas menikmati semua fasilitas yang ada di rumah pihak pertama. Poin ketiga: Pihak kedua dapat meminta satu permintaan jika misi yang dilakukan pihak kedua telah berhasil.Deg!
Aisa terkesiap. Ia jadi teringat kejadian beberapa hari lalu.
Kala itu, sudah seminggu Aisa di Ibu kota dan sudah banyak lamaran yang dikirim.
Entah ke perusahaan, toko, ataupun restoran. Tapi, tak ada satu pun yang mau mempekerjakan Aisa dengan alasan tingkat pendidikan dan juga pengalaman kerja. Ijazah SMA seakan tak ada harganya.
Hanya saja, Aisa tak menyerah--teringat keluarga di kampung. Ia terus berjalan di bawah terik matahari yang kian meninggi. Peluh bahkan bercucuran mengalir di seluruh tubuh mungilnya. Namun, tubuhnya tak kuat dan justru pingsan.
Begitu terbangun, dia menemukan wanita paruh baya dengan balutan mewah, tersenyum padanya.
"Terima kasih," ucap Aisa dengan senyum sopan.
Cukup lama keduanya berbicara.
Entah mengapa, Aisa pun nyaman, sampai wanita tua itu tiba-tiba berkata sesuatu. "Saya tau, kamu menginginkan pekerjaan. Tapi, saya menawarkan lebih dari pekerjaan. Saya membutuhkan bantuan kamu.""Maksud, Nyonya? Bantuan seperti apa?" tanya Aisa penasaran.
Wanita tua bernama Merlin itu menghela nafas panjang, "Kamu gadis yang cantik, dan saya lihat kamu juga gadis baik-baik. Saya ingin kamu membantu anak saya untuk mengembalikan kepercayaan dirinya terhadap wanita."
Merlin pun mulai menceritakan tentang anak semata wayangnya. Dia hanya mempunyai seorang putra, dia bernama Alan Ferdinan Admaja. Lelaki yang berparas tampan yang kini sudah berusia 28 tahun.
Sewaktu masih remaja, lebih tepatnya saat dia masih duduk di bangku 10 menengah atas, dia jatuh cinta dengan seorang gadis cantik. Alan sangat mencintai gadis itu. Mereka menjalin hubungan sampai mereka sama-sama masuk perguruan tinggi.
Alan rela melakukan apa pun untuk gadis itu. Dia bahkan rela mewujudkan semua keinginan gadis itu. Kedua orangtua Alan pun sudah merestui hubungan mereka. Saat Alan benar-benar jatuh cinta semakin dalam dengan gadis itu, tiba-tiba gadis itu menghilang tanpa jejak. Gadis itu pergi meninggalkan Alan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Hati Alan hancur, dia seakan mati, bertahun-tahun Alan mencari keberadaan gadis itu tapi tak pernah membuahkan hasil. Gadis itu bak di telan bumi. Alan seakan kehilangan semangat hidupnya.
Kedua orang tuanya sudah melakukan berbagai cara untuk mengembalikan semangat hidup Alan, tapi semua sia-sia. Alan seakan hidup dengan dunianya sendiri. Dengan berat hati kedua orang tua Alan harus membawanya ke spikiater.
Dengan bantuan spikiater semangat hidup Alan pelan-pelan kembali pulih, tapi ada yang berubah di diri Alan. Pemuda itu tidak mau berhubungan dengan wanita, dia seakan jijik saat dekat-dekat dengan sosok yang disebut wanita. Terkecuali Merlin, Alan hanya mau berdekatan dengan mamanya.
Aisa prihatin.
Tapi, tentu saja, ia tak mau! Meski miskin, dia tak ingin mempermainkan pernikahan.
Aisa menghela napas. Ia kembali memasukan dokumen itu ke dalam amplop coklat.
Hanya saja, ponselnya tiba-tiba berdering.
Buru-buru, Aisa menjawab panggilan itu.
[Ibu]
Deg!Ada apa ini?
"Halo, Bu?" sahut Aisa saat panggilan itu mulai tersambung. "Aisa.” "Ada apa Ibu menelfon Aisa pagi-pagi begini? Semua baik-baik saja kan, Bu?" Aisa merasa sangat gelisah, dia takut terjadi apa-apa dengan keluarganya di kampung. "Bagaimana kabar kamu? semua baik-baik saja kan?" Aisa terdiam sejenak, dia tidak tau harus menjawab apa. Seandainya dia bisa jujur, maka dia akan menjawab dirinya tidak sedang baik-baik saja. Tapi dia tidak mau membuat keluarganya mengkhawatirkannya. Aisa tidak ingin membuat hidup keluarganya menjadi semakin menderita. Cukup dirinya saja yang menderita. "Aku baik-baik saja, Bu." Itu lah jawaban yang terlontar dari mulut manis Aisa. "Apa kamu sudah mendapatkan pekerjaan di Jakarta?" "Emm ... itu ... aku ...." "Maafkan Ibu, Sa. Tapi Ibu harus memberi tahu ini sama kamu." Ibu Aisa menghentikan ucapannya sejenak. Aisa tau ini pasti kabar buruk. Tapi kabar apa itu? "Ayah kamu, Sa. Ayah kamu mengalami kecelakaan. Ayah kamu harus segera di operasi, tapi kamu tahu kan, Ayah dan Ibu tidak mempunyai uang lagi. Semua sudah Ibu berikan kepada kamu untuk pergi merantau dan juga untuk membiayai sekolah adik kamu." Aisa bisa mendegar suara tangisan ibunya dari seberang sana. Dia tau jika saat ini ibunya tengah menangis. Tangisan ibunya membuat dadanya terasa sesak. Sudah cukup kedua orang tuanya menderita, tapi kenapa cobaan terus datang bertubi-tubi dalam keluarganya. "Sa, kamu masih mendengarkan Ibu kan?" "Berapa, Bu? berapa biaya operasi Ayah?" Aisa mencoba tetap tenang, dia mencoba sekuat tenaga agar tidak menangis. "Lima puluh juta. Ibu tidak tahu harus mencari kemana uang sebanyak itu. Hanya kamu satu-satunya harapan Ibu. Kamu sudah mendapatkan pekerjaan kan di Jakarta?" Aisa bingung, dia tidak tau harus menjawab apa. Dari mana juga Aisa bisa mendapatkan uang sebanyak itu, sedangkan sampai sekarang dia belum juga mendapatkan pekerjaan. Meskipun dirinya sudah mendapatkan pekerjaan, dirinya belum tentu bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Bahkan gajinya tidak sampai sebanyak itu. "Sa, maafkan Ibu jika Ibu sudah menyusahkan kamu." "Kenapa Ibu berbicara seperti itu? Sudah kewajiban aku untuk membantu Ayah dan Ibu. Kapan Ayah akan di operasi?" "Dalam jangka waktu tiga hari mulai dari sekarang, dan uang itu harus dibayar lunas baru Ayah kamu bisa di operasi." Aisa masih bisa mendengar suara tangisan ibunya. "Ibu tenang saja, aku akan berusaha mendapatkan uang itu. Ibu cukup menunggu Ayah, biar Aisa yang memikirkan bagaimana mendapatkan uang itu dan membayar lunas biaya rumah sakit agar Ayah bisa segera di operasi." Setelah menenangkan ibunya, Aisa lalu mengakhiri panggilan itu. Dia lalu menjabak rambutnya dengan kasar. Terlihat jelas saat ini Aisa tengah frustasi. Aisa menatap amplop coklat di sampingnya. "Apa aku harus menerima penawaran nyonya itu?" Aisa bimbang, antara mempertahankan harga dirinya, tapi ayahnya sedang berada diambang hidup dan mati....Terdengar suara tangis bayi dari dalam ruang operasi. Alan dan seluruh keluarganya mengucap syukur, karena anak pertamanya kini sudah lahir di dunia.“Bu, Yah. Anak Alan sudah lahir. Akhirnya Alan menjadi seorang ayah,” ucap Alan bahagia.Merlin memeluk putra tunggalnya. “Selamat ya, Sayang. Terima kasih, kamu sudah memberi Ibu dan Ayah seorang cucu.”Ferdi pun memeluk Alan, dan mengucapkan selamat, karena sekarang anaknya sudah menjadi seorang ayah. Anak yang dulu terlihat begitu manja, kini sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga kecilnya.“Lan, Ayah bangga sama kamu. Setelah apa yang kamu lalui selama ini, akhirnya kamu menemukan kembali kebahagiaan kamu. Ayah hanya berharap, semua kamu bisa segera lepas dari trauma masa lalu dan kembali menjadi Alan yang dulu lagi,” ucap Ferdi setelah melepaskan pelukannya.Alan mengangguk. Sejak hidup bersama dengan Aisa, dirinya sudah mulai bisa sedikit demi sedikit membuka diri dan mulai berinteraksi dengan lawan jenis. Bahkan dirinya juga sud
Aisa dan Alan kini sudah berada di rumah Aisa. Kedua orang tua Alan sudah kembali ke Jakarta lebih dulu. Tapi Alan dan Aisa memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa selama beberapa hari.Aisa ingin membujuk ayahnya untuk mau melakukan terapi agar ayahnya bisa berjalan kembali seperti dulu lagi.“Yah, Aisa mohon. Ayah mau melakukan terapi ya? Aisa ingin melihat Ayah bisa kembali berjalan seperti dulu,” pinta Aisa sambil menggenggam tangan ayahnya.Arya menepuk pelan punggung tangan Aisa. “Sa, Ayah tidak mau merepotkan kamu dan Alan. Ayah sudah menerima takdir Ayah. Kalau Ayah memang harus selamanya duduk di kursi roda ini, Ayah tidak apa-apa.”Alan memang orang kaya, bahkan dia bisa dengan mudah membiayai pengobatannya. Tapi Arya tidak mau dianggap sebagai mertua yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan menantunya untuk kepentingannya sendiri.Arya sudah cukup bahagia dengan melihat Aisa hidup bahagia dengan pria yang mencintainya. Dia sudah tidak ada beban lagi, karena seka
Aisa menatap kamar pengantin dengan Alan. Kamar yang sangat luas dan indah. Bahkan di atas ranjang terdapat kelopak bunga mawar yang dibentuk dengan bentuk love di tengah-tengah kasur.Setelah acara pernikahan selesai, Alan membawa Aisa ke hotel yang sudah disediakan oleh kedua orang tuanya untuk mereka melewati malam pertama mereka, meskipun itu sudah tidak bisa disebut sebagai malam pertama lagi.Kamar hotel bintang lima dengan segala fasilitas mewah sengaja Merlin siapkan untuk Alan dan Aisa, karena dia ingin baik Alan dan Aisa bisa menikmati malam pertama mereka dengan indah dan nyaman tanpa gangguan dari siapapun.Alan melihat Aisa yang sedang menelisip kamar yang akan mereka pakai untuk menginap malam ini. Dia berjalan mendekati istrinya, memeluknya dari belakang, menopangkan dagunya di bahu Aisa.“Mandi dulu, Sayang, biar fresh. Kamu pasti capek setelah acara tadi,” ucap Alan dengan lembut.Aisa memutar tubuhnya, menghadap suaminya, lalu mendongakkan wajahnya. “Kamu duluan saja
Setelah kepulangan Alan dari rumah sakit. Alan tinggal di rumah yang sengaja disewa oleh Merlin untuk tempat tinggal mereka selama berada di Semarang. Merlin tidak mungkin membiarkan Alan tinggal di rumah Aisa, karena Alan masih dalam masa pemulihan.Rumah yang Merlin sewa terdiri dari dua lantai. Ada empat kamar di rumah itu. Alan sebenarnya ingin Aisa ikut tinggal bersamanya, tapi kedua orang tua Aisa melarang Aisa untuk tinggal bersamanya.Tapi Aisa tetap menemani Alan sampai di rumah. Dia akan kembali ke rumah malam harinya.“Lan, Sa, Ibu tinggal dulu ya? Ibu sama Ayah harus mengurus sesuatu,” ucap Merlin.“Baik, Bu,” ucap Aisa.“Kalau begitu Ibu titip Alan, karena Rendy akan ikut Ayah sama Ibu,” ucap Merlin dan mendapat anggukkan kepala dari Aisa.Merlin lalu keluar dari kamar yang ditempati oleh putranya itu.“Lan, kamu mau makan apa? biar aku masakin.” Perut Aisa juga sudah lapar sejak tadi.“Terserah kamu saja. Apapun yang kamu masak, aku akan memakannya,” ucap Alan dengan men
Hari ini Alan sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah pulih sepenuhnya.Kedua orang tua Aisa kembali menjenguk Alan ke rumah sakit, karena ada sesuatu hal yang ingin ayah Aisa sampaikan kepada Alan. Dirinya sudah tidak bisa menundanya lagi, karena bagaimanapun Alan harus mendengar keputusan yang sudah diambilnya.“Sa, apa Ayah boleh bicara sebentar dengan Alan?” tanya Arya sambil melihat Aisa yang sedang menyuapi Alan buah apel yang sudah dirinya potong menjadi kecil-kecil dan menaruhnya di atas piring kecil.“Boleh, Yah. Memangnya apa yang ingin Ayah bicarakan dengan Alan?” tanya Aisa penasaran.“Ayah hanya ingin bicara berdua dengan Alan,” ucap Arya sambil menatap ke arah Alan yang duduk di tepi ranjang sambil menghadap Aisa yang duduk di depannya.Alan menganggukkan kepalanya, dirinya juga ingin mengatakan sesuatu kepada ayah mertuanya itu.“Sayang, kamu tinggalkan aku sama Ayah. Kami tidak akan lama, kamu tidak usah cemas,” ucap Alan sambil menggenggam tangan Aisa.Ais
Sudah satu minggu lebih Alan dirawat di rumah sakit setelah dia sadarkan diri. Selama itu pula, keluarga Aisa datang untuk menjenguk Alan.Alan memang belum bisa berjabat tangan dengan ibunya Aisa. Ibunya Aisa pun mengerti akan hal itu. Mayang juga berharap semoga Alan bisa segera lepas dari trauma masa lalunya.Terlihat semua keluarga berkumpul di ruang rawat inap Alan. Mereka saling bercengkrama satu sama lain.Aisa dan Alan sangat bahagia, akhirnya kedua orang tua mereka bisa seakrab ini meskipun belum lama bertemu.Alan juga sudah mendengar dari Rendy, kalau Rizal sudah mendekam di penjara. Kasusnya akan diperkarakan, pihaknya juga menuntut agar Rizal dan anak buahnya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.Saat mereka semua sedang mengobrol, terdengar suara ketukan pintu, membuat semua orang menoleh ke arah pintu.“Nik, coba kamu cek, siapa yang datang,” pinta Mayang.Niko beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu, membukanya dengan perlahan. “Om Brata!” serunya te
Sudah seminggu Alan tak sadarkan diri. Setiap hari baik Aisa dan Merlin terus menangis, berharap Alan akan segera bangun dan kembali bersama dengan mereka lagi.Semenjak perbincangannya dengan Aisa waktu itu, Merlin mengizinkan Aisa untuk menunggu Alan, bergantian dengan dirinya, suaminya dan juga Rendy. Kini dirinya sudah merasa lega, akhirnya Alan dan Aisa bisa kembali bersatu seperti dulu lagi.Tapi kali ini mereka bersatu bukan karena surat perjanjian, melainkan karena cinta. Merlin akhirnya bisa melihat Alan kembali bahagia seperti dulu lagi.“Masuklah.” Merlin membiarkan Aisa masuk ke dalam ruang ICU untuk menggantikan dirinya, karena sejak tadi dirinya yang menunggu Alan disaat Aisa pulang untuk mandi dan berganti pakaian.Aisa memang kalau pagi hari pulang ke rumah untuk mandi dan menyiapkan bekal makanan untuk kedua mertuanya, Rendy, dan Dedi. Dia tahu kalau keluarga suaminya sangat kaya, tapi dia tetap ingin membawakan makanan hasil masakannya sendiri untuk Merlin dan yang l
Setelah mendapat telepon dari Rendy, Merlin langsung meminta Dedi untuk mengantarnya ke kampung halaman Aisa. Mereka sampai di Semarang malam hari dan langsung menuju rumah sakit tempat Alan dirawat.Rendy menjemput Merlin dan Dedi di depan rumah sakit, lalu mengajaknya ke ruang ICU tempat Alan dirawat.“Bagaimana keadaan Alan, Ren? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu tidak menjaga Alan?” Merlin terus bertanya sambil berjalan menuju ruang ICU.“Maafkan kelalaian saya, Nyonya. Saya siap untuk menerima hukuman,” ucap Rendy yang berjalan di sebelah Merlin.Merlin menghela nafas panjang, dia sudah tidak sabar ingin melihat kondisi putranya.Sesampainya di ruang ICU, Merlin melihat dua orang paruh baya dan seorang pria muda yang diyakini adalah keluarga Aisa, karena dirinya memang belum pernah bertemu dengan keluarga Aisa sampai detik ini.“Mereka keluarga Nona Aisa, Nyonya,” ucap Rendy saat melihat Merlin yang sedang menatap ke arah Niko dan kedua orang tuanya.Merlin berjalan menghampi
Sasa menemani Aisa ke toilet untuk membersihkan kedua telapak tangannya yang terkena noda darah Alan. Dia juga mencuci telapak tangannya.“Sa, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti kalian tadi. Maaf, karena aku tidak bisa berbuat apa-apa saat Rizal dan anak buahnya menyakiti Alan,” ucap Sasa sambil menatap Aisa dari cermin besar yang ada di depannya.Aisa hanya diam sambil menggosok telapak tangannya dengan sabun.“Aku janji, aku akan bersaksi di depan polisi dan mengatakan yang sebenarnya terjadi tadi,” lanjut Sasa lagi.“Kenapa? kenapa kamu jadi baik sama aku? bukankah kamu sangat membenciku karena Rizal memutuskan hubungan pertunangan kalian?” Aisa bahkan tidak menatap ke arah Sasa.“Aku salah, tolong maafkan aku. Aku terlalu dibutakan oleh cinta, sampai aku tidak bisa melihat kalau Rizal tidak pernah mencintaiku selama ini. Tapi sekarang aku sadar, kalau Rizal bukan pria yang pantas untuk aku pertahankan.”Aisa menoleh kesamping, menatap Sasa yang juga sedang menatap
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments