Share

Sebatas Perawat untuk Istri Suamiku
Sebatas Perawat untuk Istri Suamiku
Penulis: Quora_youtixs

Ancaman

Tok tok tok!

Baru saja beristirahat setelah menghabiskan malam dengan suamiku, aku mendengar pintu kamar kami diketuk.

Perlahan kami membuka mata dan saling memandang.

Alvian terlihat memberikan isyarat dengan tangan agar aku tidak bangun dari tempat tidur. Dia bahkan sempat meraup kembali bibirku.

"Mas..." lirihku tak tenang karena ketukan pintu semakin kencang.

Alvian sontak mendesah, “Ckk … siapa, ganggu aja,” keluhnya melepasku, lalu 
melangkah menuju pintu dan membukanya.

“Ada apa Bik?!”

Mereka terlihat berbincang.

Namun, wajah Alvian mendadak panik saat Bibik menyebut nama istri pertamanya.

Suamiku itu berhambur keluar dari kamar diikuti oleh Bibik.

Seketika, aku menyadari apa yang terjadi dan menyesal tidak menjaga istri pertama suamiku itu dengan baik, dan malah menghabiskan malam dengan dengan Alvian.

Baru beberapa hari lalu, kami memang baru saja menikah atas permintaan Yeni.

Semenjak ia sakit kanker 5 tahun lalu, Alvian tidak pernah menyentuh wanita. Padahal, mereka butuh pewaris. Jadi, aku diminta untuk menikahi pria 42 tahun itu.  

Meski awalnya menolak, tetapi Yeni terus bersikeras, hingga aku dan Alvian tak punya pilihan.

Aku  pun berjalan tergesa menuju kamar mandi,  merapikan penampilanku.

Begitu keluar, keadaan rumah sangat panik!

Alvian mondar-mandir sembari memegang ponsel. Sesekali, ia melirik ke arahku dan Bibik yang memandangi tubuh Yeni yang terbaring dengan selimut dalam diam. Kami berdiri di sisi tempat tidur sembari menunggu Alvian. Kaki hendak melangkah mendekat ke tempat Yeni terbaring tetapi dilarang oleh Alvian saat akan menyentuh Yeni.

“Riana, kamu jaga Yeni. Aku ke depan dulu!”

“Bagaimana keadaan Nyonya, Tuan?” tanyaku dengan cemas.

“Aku panggil dokter dulu untuk memastikannya. Jangan kemana-mana!” titah Alvian sembari menyugar rambutnya yang berantakan.

Aku melirik sembari menutup mulut, “Tuan, jangan lupa resletingnya ditutup rapat,” bisikku mengingatkan. Wajah Alvian merah menatap tajam ke arahku. Aku mengangguk memberinya isyarat supaya segera pergi.

Setetes air mata jatuh melihat tubuh yang terbujur di depanku. Selama 3 tahun aku merawatnya baru kali ini aku lalai. “Maafkan Riana, Nyonya,” ucapku lirih.

“Tadi malam Bibik menunggui Nyonya atas permintaan Tuan. Dan semalam Nyonya tertidur seperti biasa. Bibik tidak curiga namun anehnya ketika Nyonya dibangunkan tidak bergerak sama sekali.”

Aku menoleh mendengar cerita Bibik. “Jadi tadi malam bersama Bibik?” Bibik menjawab dengan anggukan.

Tidak lama kemudian dokter datang dengan tergesa dan memeriksa Yeni. Dengan harap cemas aku berdoa semoga ada keajaiban terhadap Yeni. Semua yang berada di dalam kamar tegang melihat dokter yang memeriksa nadi berulang kali. Kemudian berbalik melepas alat medisnya dan menatap Alvian.

“Katakan! Istriku tidak apa-apa, Dokter,” tanya Alvian dengan nada bergetar.

“Maaf, Tuan. Sekali lagi saya katakan jika istri Anda sudah tiada.”

Deg!

Jantungku rasanya jatuh ke perut saat mendengar berita duka.

Meski semua sudah mengira pada akhirnya dengan penyakit yang diderita oleh Yeni tetap saja berita ini membuat kami terpukul. Terutama aku yang sekarang menjadi istri sah dari seorang Alvian.

“Ti-dak  ti-tidak mungkin Yeni meninggalkan aku, tadi masih aku lihat denyut nadinya. jangan bicara sembarangan, Dokter!” teriak Alvian menggoncang bahu dokter.

“Ini kenyataan, nadinya sudah tidak berdetak saat saya memeriksanya.”

“Yeni - Yen, kenapa kamu pergi, setelah aku turuti maumu?” luruh Alvian terduduk di samping jenazah Yeni. Aku tergugu melihat kecintaan suamiku kepada istrinya. Terbersit rasa perih saat melihatnya tidak mengiginkan Yeni pergi.

Aku lihat air mata jatuh dari mata Alvian. Laki-laki yang lebih pantas aku panggil Om tersebut ternyata sangat mencintai istrinya bahkan segera bersimpuh dan memeluk tubuh istri pertamanya. \

Tetesan air mata yang deras mengalir dari kami bertiga. Aku dan Bibik berpelukan tidak kuasa melihat tubuh Yeni yang pucat pasi itu tersenyum diam sudah menjadi mayat.

“Tuan, sabar yak. Nyonya sudah tenang di sana ikhlaskan karena tidak merasakan kesakitan lagi.”

“Dia wanita yang kuat bahkan menyuruhku menikah.” Alvian menatap Yeni yang pucat,  “maafkan aku yang tidak bisa membuat kamu bahagia, Yeni,” jawabnya sembari meraub wajah Yeni dengan tangan kanannya.

“Tuan saya ikut berduka cita atas meninggalnya Nyonya,”ucap Bibik.  

“Terima kasih, Bik.”

“Tuan Alvian, saya juga turut berduka cita. Semoga Almarhum mendapat tempat terbaik di SisiNya. Saya permisi dulu,” ucap dokter pamit.

“Terima kasih banyak Dokter, maafkan segala kesalahan istri saya.”

“Sama-sama Tuan, permisi.”

Aku memberanikan diri memeluk Alvian untuk menenangkannya. Sejak tadi kulihat dia sangat sedih dan tidak bergerak dari tempatnya. Kubisikkan kalimat untuk segera mengurus jenazah Yeni agar Almarhum segera dikubur. Alvian tersadar dan segera menghubungi orang-orang terdekatnya, termasuk Weni, mama mertua yang tidak menyetujui pernikahan kami.

“Tuan, sebaiknya kita adakan kirim doa untuk arwah Nyonya. Kita undang tetangga terdekat saja,” tawarku.

“Kamu atur saja dengan Bibik,” jawab Alvian tanpa menoleh kepadaku.

Semua kerabat berdatangan dan sebagian menginap selama kami berkabung selama 7 hari termasuk Weni, mama mertuaku.

Selama 7 hari, Weni tidak pernah bersikap baik ketika kami sedang berdua. Tetapi sebaliknya jika ada Alvian sikapnya seperti sangat manis bahkan memuji setiap tindakanku.

Hari ini terakhir acara kirim doa.

Entah mengapa, Weni mendekat dan berbisik, “Setelah ini aku mau bicara! Kutunggu di taman samping dan ingat, jangan coba ngadu kepada anakku, ngerti?!” ancamnya.  

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Quora_youtixs
istri Alvian yang pertama
goodnovel comment avatar
Hanny Abbarlah
seperti nama ku tp yeni itu siapa? pembantu yg jadi istri atau apa ya?
goodnovel comment avatar
arkeys
thanks you
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status