Share

Berbaikan

"Kan ini jalur ke sekolah!" Dengan santai, Jordy berucap.

Rara melipat tangannya di depan dadanya, kesal dengan kelakuan sahabatnya itu.

Jordy melihat tingkah, Rara yang sedang ngambek hanya tersenyum sambil melirik.

Ketika sampai pada gang sekolahan, Jordy  meminta supir angkot untuk berhenti.

Rara dan Jordy turun,

"Aku aja yang bayar!" Jordy mengambil uang sakunya di dalam tas. 

Namun, Jordy kalah cepat. 

Rara sudah membayar dan meninggalkannya sendirian. 

Rara berjalan gontai, dia sedang berpikir. Jika nama yang dilihatnya itu benar-benar nama, Jordy. Rara menghembuskan napas dalam-dalam setelah berusaha menghindar, ternyata masih saja satu sekolahan.

"Kita satu sekolahan lagi!" Jordy sudah berada di samping Rara dan godaan, Jordy justru membuatnya kesal.

Rara menghentakkan kakinya, dan menjauh dari, Jordy. Berharap jika, Jordy menyingkir darinya.Sayangnya, Jordy mengikutinya dari belakang. 

"Kamu ke sana!" perintah, Rara ketika menyadari Jordy di belakangnya. 

Jordy memonyongkan bibirnya, kesal dengan sahabatnya itu.

"Kamu kenapa sih!" Kesahnya, lalu Jordy menjauh. 

Rara berhasil membuat, Jordy menjauhinya. Namun, hatinya berdenyut miris. 

Bel berbunyi, dan mereka berkumpul menjadi satu di halaman sekolah. Rara mendapatkan teman baru, begitu pula dengan, Jordy.

Akhirnya, mereka menjalani semua tanpa bersama lagi. Bahkan kini mereka jarang sekali menyapa, setelah aktif pelajaran sekolah.

Kekhawatiran melanda orang tua mereka melihat tingkah kedua anaknya yang kini tidak akur lagi.

"Bu, mereka sedang bertengkarkah?" tanya, Bu Ratna ketika mereka sama-sama sedang menyiram tanaman.

"Mungkin, Bu. Saya juga heran, sudah tiga bulan mereka seperti ini semenjak masuk sekolah. Jika saya tanya, Rara tidak mengatakan apapun." timpal Bu Anggit.

"Tapi, kita enggak pernah dengar mereka ada masalah. Kalau di rumah, Jordy itu selalu nyanyi-nyayi seperti biasa. Aneh!" oceh, Bu Ratna.

"Iya, sama. Padahal ni ya, mereka satu sekolah. Astagfirullah al-azim!" Bu Anggit, menurut mulutnya sendiri.

Melihat tingkah, Bu Anggit, Bu Ratna tertawa.

"Kita jadi khilap ya, Bu. Gibahin anak!" celetuk, Bu Ratna sambil terkekeh.

Mereka berdua akhirnya tersipu malu dengan kelakuan mereka akibat permusuhan anak-anak. Obrolan mereka alihkan, ke menu masakan dan tercetus ide agar, Jordi dan Rara baikan.

Rencana pun disusun, dengan melibatkan suami-suami mereka. Sambil menunggu, mereka bercengkrama seperti biasanya. Selayaknya keluarga dan mereka cepat-cepat berpisah setelah diingatkan, jika jam sekolah anak mereka telah berakhir.

****

Rara dan Jordy pulang bersamaan namun, tidak saling tegur sapa.

Jordy meyumpal telinganya dengan headset yang terhubung dengan ponsel miliknya. Sedangkan, Rara memainkan bola yang dipegangnya. Ya, Rara hobi bermain basket. Hari ini dia absen bermain setelah, Jordy menyampaikan pesan ibunya.

Mereka sudah masuk ke dalam rumah masing-masing, dan bertemu dengan orang tua mereka lengkap. Awalnya mereka heran tetapi, orang tua mereka mampu memberikan alasan yang tepat. Sehingga anak mereka tidak tahu dan percaya begitu saja. Hanya, Melani yang senyum-senyum tidak jelas, karena mengetahui rencana kedua keluarga yang sudah lama bersahabat itu. 

"Ma, Kak Mey aja!" tolak Jordi ketika ibunya meminta dia memberikan barang pada, Rara.

"Melani bukan, Mey!" bantah, Melani.

"Apa sih, Kak!" celetuk, Jordy.

Melani, memberikan pukulan pada pundak adiknya dan berlalu ke kamarnya.

"Iya-iya," Jordy menyambar totebag yang akan diberikan pada, Rara.

Jordy terpaksa, karena ibunya memasang wajah memelas, sebagai senjata.

"Assalamu'alaikum! Assalamu'alaikum!" Jordy, teriak memberikan salam.

Ibu dan Ayahnya Rara, diam di belakang. Mereka pura-pura tidak mendengar.

"Ibu, Ayah! Itu ada orang!" keluh, Rara ketika mendatangi kedua orang tuanya.

"Kamu buka ya, Nak. Tanggung, ini!" ucap, Ayahnya sambil menunjukkan paku di tangannya dan ibunya hanya menunjukan bahwa dia sedang membantu suaminya.

Kekesalan terpancar dari wajah putri mereka tapi, mereka menahan tawanya.

Rara menyahuti salam dari, Jordi.

"Waalaikumusalam! Ya, bentar!"

Gerbang pintu di buka dan, Rara terkejut melihat, Jordy datang membawa bingkisan ke rumahnya.

"Ini, dari mama!" Jorddy menyodorkan totebag itu pada, Rara.

"Buat siapa? Ibu atau Ayah?" tanya, Rara santai.

Jordy menggaruk kepalanya, karena dia lupa bertanya.

"Eh ada, Jordy. Sini, Nak. Ibu masak banyak, kamu kenapa enggak pernah main ke sini lagi? Apa ibu punya salah?" Ibunya Rara datang tiba-tiba dan menarik lengan baju, Jordy.

Sebenarnya, Jordy rindu masakan ibunya, Rara. Namun, dia harus menjaga gengsi di depan sahabatnya itu.

"Enggak apa-apa, Bu. Jordy sibuk les," jawab, Jordy dan dia menolak, makan bersama keluarga, Rara.

Namun, acara penolakannya gagal. Ibunya Rara memasang wajah memelas seperti ibunya membuat Jordy, mengikuti langkah mereka masuk ke dalam rumah.

Melihat senyum merekah di wajah ibunya, Rara sedikit kesal. Dia merasa tersaingi jika berdekatan dengan, Jordy. Sepanjang makan siang, ibu dan ayah Rara selalu berbincang dengan, Jordy.

"Oya, Ini untuk mama kamu, ya. Ibu, lupa!" ucap ibu Anggit.

Setelah selesai makan, Bu Anggita membungkus makanan untuk keluarga, Jordy. Sebenarnya, masakan yang mereka masak bersama untuk anak-anak tercinta mereka agar bisa berbaikan.

"Ra, kamu antar ini kerumah, Bu Ratna!" pinta ibunya.

"Loh kok, Rara. Kan, Jordy ada di sini!" bantah Rara.

"Ya, enggak baik. Lebih sopan, kalau kamu yang ngasih ke sana." rayu ibunya, akhirnya dituruti.

Rara mengambil rantang berisi makanan, dan berjalan berdampingan bersama, Jordy. Bersama-sama melangkah ke rumah, lelaki jangkung di sampingnya.

"Mah ada, Rara. Bawa titipan dari, Ibu!" teriak, Jordy.

Ibunya keluar dari kamar, bersama suaminya.

"Eh, sayang. Sini," Ibu Ratna memeluk, Rara. "Kok, enggak pernah main?" tanyanya kemudian.

Rara hanya memainkan rambutnya yang dia pangkas pendek dan memberikan senyuman uang menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi, tanpa menjawab.

Bu Ratna meminta, Rara untuk duduk dan berbincang dengannya. Kemudian mengajak Rara, ke kamar Melani. Mendandaninya, layaknya putrinya sendiri. Melani menggoda ibunya untuk menukar, Rara dan Jordy. Namun, malah di pukul oleh Bu Ratna.

"Ajarin, adikmu sana!" usir Bu Ratna.

Lalu, Bu Ratna kembali fokus pada, Rara.

"Nah, Cantikkan," ujar Bu Ratna, setelah mengajak Rara berdiri didepan cermin.

Rara, tercengang melihat wajahnya yang ada di cermin. Sungguh sangat berbeda dengan dirinya yang tadi. Rara, berkali-kali memutar tubuhnya, kemudian mengembangkan rok yang dipakainya.

"Cantik, Bu." ujarnya malu.

Bu Ratna hanya tersenyum. Kemudian dia melihat kearah pintu, Bu Ratna tau pasti jika tadi Jordy berdiri di sana memperhatikan, Rara.

"Ya udah Bu, Rara pulang dulu," Rara pamit sembari melepas ikat rambutnya dan rok yang dia kenakan.

"Eeh, jangan! kamu cantik begini, untuk kamu aja!" Bu Ratna mencegah, Rara melepaskan barang yang di pakaikan olehnya.

"Makasih, Bu." ucapnya malu-malu.

Bu Ratna mengantar, Rara keluar dari kamar Melani.

"Kak bantuin ada, PR! Aku enggak ngerti, nih!" keluh Jordy, ketika Rara melewati kamarnya. 

Rara berhenti dan melongok ke kamar, Jordy. Dia tersenyum ketika, Jordy di cubit oleh kakaknya.

"Aku enggak mau diajarin, Kakak!" tolaknya ketika, Melani memintanya belajar.

Ketika akan keluar, Jordy bertatapan dengan, Rara. Buku yang dipegang Jordy jatuh dan Rara yang mengambilnya. 

"Kamu, nih! Bentar, aku ambil bukuku dulu!" ketus, Rara.

Rara berjalan pulang dengan hati yang gembira, entah mengapa, saat itu dia berbunga-bunga.

"Kamu, mau ke mana, lagi?" tegur Pak Yusuf, ayahnya.

"Tu, si Jordy! Enggak pinter-pinter!" gerutu, Rara.

"Hus! Enggak boleh gitu, ya udah sana. Jangan lupa, harus jaga jarak dan ada yang mendampingi" ujar Ayahnya.

"Tenang ayah, om dan Tante ada di rumah, Kak Mey juga," sahut, Rara.

Lalu, dia pergi lagi, ke rumah Jordy.

Sedangkan Jordy, dia menyiapkan cemilan untuk dirinya dan Rara, lalu menatanya di meja belajar yang ada di sudut kamar. 

"Nih, belajar pake bukuku aja, dah selesai!" Rara memberikan bukanya pada, Jordy.

"Yah, Ra. Kalau menyalin, semua orang pinter. Kalau Pak Arif tahu, bisa-bisa nilai matematikaku merah!" keluh Jordy.

Meski kesal, Rara duduk di tepi ranjang.

"Sini bukunya!" pinta Rara. "Kamu ya, duduk di sini!" kesalnya.

Jordy mengambil bukunya dan duduk di tengah ranjang, dan memperhatikan setiap penjelasan yang dilakukan oleh, Rara.

Bu Ratna dan Kak Melani, mereka asik menggosipkan, Jordy dan Rara. Raut wajah mereka berubah ketika, Pak Gunawan duduk dan berbincang bersama mereka. Pak Gunawan membawa berita yang mengejutkan. Mereka menatap kebersamaan, Jordy dan Rara. Bu Ratna menghembuskan nafasnya pelan. Dia merasa akan kehilangan saudara tak sedarah dan orang yang paling dekat dengannya hampir 18 tahun.

Bu Ratna mengingat semuanya dalam ingatannya. Terlebih, saat dia dan suaminya hampir saja bangkrut karena di tipu rekan kerjanya. Keluarga Pak Yunus-lah yang banyak menolong mereka, pastinya ini akan menjadi kehilangan yang paling menyakitkan.

Ketika, Rara akan pamit, Bu Ratna memeluknya erat. Seakan-akan tidak akan berjumpa lagi. Rara menerima pelukan itu tanpa berani bertanya, hingga Bu Ratna melepaskan pelukannya sendiri.

"Salam untuk ibu dan bapak, ya." ujarnya dan Rara hanya mengangguk.

Rara pulang dengan perasaan yang gundah gulana. Merasa aneh dengan sikap orang tua, Jordy dan juga Kak Melani yang memeluknya sangat erat.

Apakah mereka ada masalah! pikir, Rara.

"Assalamualaikum, Yah, Bu." Rara mengecup kedua tangan orang tuanya, lalu pergi ke kamarnya.

Rara, mengabaikan pertanyaan Ayahnya mengenai perubahan dari penampilannya. Rara berdiri didepan jendela menatap rumah, Jordy. Dia merasa akan kehilangan mereka tetapi, hatinya menyangkal semua itu.

Hari beranjak, malam. Membawa semua makhluk hidup untuk beristirahat, termasuk dua keluarga yang akan terpisah jauh.

Seperti pagi sebelumnya, Rara bersemangat pergi ke sekolah. Dia memanggil, Jordy. Mengulang kejadian semasa mereka SMP.

Rara, sempat terkejut. Melihat mata, Bu Ratna sembab dan Jordy tak bersemangat. Dia langsung mengajak, Jordy setelah berpamitan.

"Kamu kenapa?" tanya, Rara.

"Enggak, ada apa-apa!" balas Jordy dan kembali melamun.

Rara memukul sahabatnya itu dengan kuat membuat, Jordy meringis.

"Kamu kenapa, sih!" bentak, Jordy.

Tak biasanya, Rara diam dengan wajah yang sendu. Kemudian ada bulir bening mengalir di matanya.

"Maaf!" ucap Jordy lirih dan langsung mengenggam tangan sahabatnya.

Ada desiran di hati masing-masing, membuat mereka salah tingkah namun, tidak melepaskan pegangan tangannya.

Semakin hari, kedekatan mereka semakin erat. Tanpa mereka sadari, rasa cinta tumbuh diantara mereka

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status