Home / Romansa / Sebelum Aku Pergi / Bab 21 – Senyum Kecil yang Menguatkan

Share

Bab 21 – Senyum Kecil yang Menguatkan

Author: Mystorys_29
last update Last Updated: 2025-08-25 09:46:13

Hari itu, matahari menyinari ruang tamu rumah mereka dengan lembut. Tirai berwarna krem terbuka setengah, membiarkan cahaya hangat menari di dinding. Aruna duduk di sofa, menggendong Aira yang baru saja selesai menyusu. Wajah kecil itu tampak damai, matanya terpejam, bibir mungilnya masih basah, dan jemari mungilnya menggenggam erat jari Aruna.

“Aira, kamu tahu nggak? Dunia mama dulu rasanya gelap sekali. Tapi sekarang, dengan senyummu… semuanya berubah jadi terang.” Aruna berbisik, suaranya bergetar lembut.

Glen yang baru keluar dari dapur membawa secangkir teh hangat ikut duduk di sampingnya. Ia menatap bayi kecil itu dengan campuran rasa kagum dan takut. “Dia kelihatan rapuh sekali, Run. Kadang aku takut… kalau aku nggak cukup kuat untuk jadi ayah yang baik buatnya.”

Aruna menoleh, tersenyum meski matanya lelah. “Kita belajar sama-sama, Glen. Aku juga masih sering merasa nggak bisa. Tapi lihat… Aira tetap tumbuh. Dia percaya sama kita.”

Glen mengusap kepala Aruna, lalu menunduk men
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 21 – Senyum Kecil yang Menguatkan

    Hari itu, matahari menyinari ruang tamu rumah mereka dengan lembut. Tirai berwarna krem terbuka setengah, membiarkan cahaya hangat menari di dinding. Aruna duduk di sofa, menggendong Aira yang baru saja selesai menyusu. Wajah kecil itu tampak damai, matanya terpejam, bibir mungilnya masih basah, dan jemari mungilnya menggenggam erat jari Aruna.“Aira, kamu tahu nggak? Dunia mama dulu rasanya gelap sekali. Tapi sekarang, dengan senyummu… semuanya berubah jadi terang.” Aruna berbisik, suaranya bergetar lembut.Glen yang baru keluar dari dapur membawa secangkir teh hangat ikut duduk di sampingnya. Ia menatap bayi kecil itu dengan campuran rasa kagum dan takut. “Dia kelihatan rapuh sekali, Run. Kadang aku takut… kalau aku nggak cukup kuat untuk jadi ayah yang baik buatnya.”Aruna menoleh, tersenyum meski matanya lelah. “Kita belajar sama-sama, Glen. Aku juga masih sering merasa nggak bisa. Tapi lihat… Aira tetap tumbuh. Dia percaya sama kita.”Glen mengusap kepala Aruna, lalu menunduk men

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 20 – Langkah Kecil, Harapan Besar

    Hari-hari setelah kepulangan dari rumah sakit berjalan bagai putaran roda yang tak pernah berhenti. Malam berganti pagi tanpa jeda, dan bagi Aruna, waktu seakan tak lagi linear. Semua terasa berputar di sekitar bayi kecil mereka—menangis, menyusu, tertidur, lalu kembali menangis lagi.Aruna duduk di kursi goyang di kamar bayi, rambutnya sedikit berantakan, matanya sembab karena kurang tidur. Namun di pangkuannya, bayi mungil itu tertidur pulas setelah perjuangan panjang menyusu. Nafas kecil yang teratur, dada yang naik turun begitu halus, membuat Aruna ingin menangis haru.“Tidurlah, sayang. Mama di sini … Papa juga di sini,” bisiknya lembut, mencium dahi mungil itu.Glen berdiri di ambang pintu, memperhatikan pemandangan itu dengan hati yang campur aduk. Ia sudah terbiasa menghadapi rapat besar, memimpin ratusan karyawan, membuat keputusan yang menentukan nasib banyak orang. Tapi di hadapannya kini, ada satu makhluk kecil yang seluruh kehidupannya bergantung pada mereka. Dan untuk pe

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 19 – Pelukan yang Menenangkan

    Matahari pagi menyapa jendela kamar mereka dengan cahaya hangat. Suara burung di kejauhan dan gemerisik angin dari sela-sela daun membuat suasana pagi itu terasa damai. Namun di dalam kamar sederhana yang kini berubah menjadi ruang penuh cinta dan tanggung jawab baru, Aruna duduk di pinggir tempat tidur dengan mata sembab dan tubuh yang terlihat kelelahan.Bayinya, yang baru saja tertidur setelah tangis panjang semalaman, meringkuk dalam selimut kecil di boks kayu di samping ranjang. Glen baru saja datang dari dapur dengan secangkir teh hangat dan sepotong roti bakar yang sudah mulai dingin.“Sayang... kamu udah makan belum?” Glen mendekat dengan hati-hati.Aruna hanya menggeleng pelan. Air matanya tak sengaja menetes lagi. “Aku... aku takut aku nggak cukup baik buat dia.”Glen meletakkan cangkir itu di meja kecil, lalu berjongkok di hadapan istrinya. Ia mengangkat wajah Aruna dengan lembut, menatap mata kelelahan itu dengan penuh cinta. “Aruna, kamu ibu yang hebat. Aku tahu ini nggak

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 18: Rumah Kita yang Baru

    Pagi itu matahari bersinar lembut, seolah ikut menyambut dua jiwa yang kini pulang dengan satu jiwa baru di pelukan mereka. Mobil hitam milik Glen berhenti perlahan di depan rumah. Glen turun terlebih dahulu, membuka pintu mobil untuk Aruna, yang duduk dengan hati-hati sambil memangku bayi kecil mereka yang tertidur pulas di dalam gendongan.“Pelan-pelan,” bisik Glen lembut, tangannya sigap menahan lengan Aruna.“Glen, aku bukan orang sakit. Aku baik-baik saja,” ucap Aruna sambil tersenyum, tapi tetap menggenggam erat lengannya. Di balik tawanya, tubuhnya masih lemah setelah proses persalinan yang begitu melelahkan.Glen tidak menjawab. Ia hanya menunduk dan mencium puncak kepala Aruna sebelum meraih tas bayi dan pintu rumah. Ketika pintu terbuka, rumah itu terasa berbeda. Ada aroma manis dari bunga lily di meja, suara lembut musik instrumental yang sudah diputar Glen sejak semalam, dan kehangatan yang sulit dijelaskan—sebuah energi baru, energi kehidupan.“Selamat datang di rumahmu,

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 17 – Menjelang Detik Pertama

    Trimester ketiga datang seperti badai yang lembut—perlahan, tapi kuat. Perut Aruna kini sudah bulat sempurna, membuat setiap gerakan menjadi lambat dan hati-hati. Ia mulai sulit tidur, sering terbangun hanya karena gerakan kecil si bayi atau karena mimpi yang datang silih berganti. Sementara Glen mulai terbiasa tidur sambil memeluk bantal cadangan… karena Aruna kini tidur dengan lima bantal di sekeliling tubuhnya.Malam-malam mereka berubah. Dari sebelumnya diisi tawa dan percakapan santai, kini lebih sering sunyi namun hangat. Glen membaca buku tentang persiapan melahirkan, sementara Aruna mulai menulis surat-surat kecil untuk sang anak—yang akan ia simpan dalam kotak kenangan.Suatu malam, saat hujan turun pelan di luar, Aruna menyerahkan sebuah surat pada Glen.“Apa ini?” tanyanya.“Buka nanti… kalau aku sedang di ruang bersalin, dan kamu merasa takut. Itu surat untukmu.”Glen menatapnya, lalu menggenggam tangannya erat. “Kamu tahu aku juga menulis surat untukmu, kan? Untuk hari it

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 16 – Jejak Masa Lalu di Trimester Kedua

    Musim semi berganti menjadi awal musim panas. Langit Paris semakin cerah, dan di dalam rumah kecil mereka, Aruna mulai menjalani hari-hari dengan perut yang perlahan membesar. Trimester kedua tiba dengan banyak perubahan: bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. Ia kini lebih sensitif, lebih mudah tersentuh oleh hal-hal kecil, dan kadang tanpa sebab, menangis begitu saja di pagi hari.Glen mulai memahami ritme baru itu. Ia bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan, mengecek daftar makanan sehat, dan selalu membawa camilan di saku jasnya—“jaga-jaga kalau kamu tiba-tiba ingin makan sesuatu yang nggak ada di rumah,” katanya suatu hari sambil menyodorkan potongan buah mangga.Aruna tertawa sambil memeluknya. “Kamu belajar dari mana semua ini?”“Dari YouTube dan… cinta.”Namun, di balik semua itu, ada kegelisahan yang mulai muncul dalam hati Aruna. Mimpi-mimpi buruk datang di malam hari—tentang ibunya yang memanggil-manggil dari kejauhan, tentang rumah kecil di Jakarta yang hancur o

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status