Home / Rumah Tangga / Sebelum Kita Bercerai / Bab 39. Lengan Baju

Share

Bab 39. Lengan Baju

Author: Clau Sheera
last update Last Updated: 2025-05-02 15:39:24

Dewangga mengerutkan alisnya di balik topeng. Tapi tatapannya yang terhunus tajam dirasakan dengan jelas oleh Maura yang berpura-pura tak mendengar atau melihat apapun.

Maura memilih menatap ke tempat lain sambil menopang dagunya, daripada menatap pria itu yang kembali dirangkul Alena sambil berjalan menuju kursi kosong di depannya.

Apanya yang tak memiliki hubungan? Sudah terlihat jelas mereka sedekat itu, yang anehnya membuat Maura merasa kesal. Kesal dibohongi, padahal sebelumnya dia hampir percaya dengan ucapan pria itu yang mengatakan bahwa dirinya dan Alena tak memiliki hubungan apapun.

Mustahil mereka tak memiliki hubungan, disaat mereka bekerja di tempat yang sama, bertemu dan berinteraksi setiap hari, bahkan kadang wanita itu mampir ke rumahnya hanya untuk makan malam atau menjemputnya di pagi hari agar bisa berangkat bekerja bersama.

Itukah yang disebut tak memiliki hubungan apapun?

Maura merasakan tenggorokannya tercekat dan haus. Dia segera menghabiskan minumannya dan mele
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 73. Berjarak

    Sudah berlalu lebih dari seminggu sejak saat itu. Tak ada komunikasi apapun di antara Maura dan Dewangga.Istirahat siang itu, Dewangga yang berada di dalam ruang kantornya masih duduk di depan meja kerja.Di tangannya terdapat seberkas persyaratan yang sudah lengkap.“Mau di kirim sekarang?” Zefan yang berada di ruangan itu, mengalihkan perhatian pria itu.“Apanya?”“Berkas perceraian itu,” tunjuk Zefan dengan dagunya ke arah kertas-kertas di tangan Dewangga.“Nanti,” jawab Dewangga sambil membereskan berkasnya, lalu memasukkannya ke dalam map biru tua.“Ragu?” tebak pria berkacamata itu.Dewangga hanya mengangkat kelopak matanya, menatap Zefan sejenak, kemudian meletakkan map biru tua itu di atas tumpukan dokumen lain.“Anda tak pernah seperti ini sebelumnya,” kata Zefan meneruskan. “Biasanya Anda tak pernah ragu mengambil keputusan apapun.”D

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 72. Wanita Pengacau Pikiran

    Maura terburu-buru menuruni tangga dan berdiri di depan pintu.Di luar sana, Dewangga masih mengetuk, menunggu Maura membukakan pintunya.“Maura, buka pintunya!”“Nggak, Dewangga. Aku bilang, aku nggak leluasa ketemu siapapun,” ujar wanita itu, yang berdiri dengan gugup sambil menatap pintu yang terkunci.Ketukan di pintu berhenti.“Maura, kita harus membicarakan masalah semalam sampai jelas,” kata Dewangga dengan suara yang lebih rendah.“Masalah semalam udah jelas, Dewangga. Kita lupain aja semuanya,” ucap Maura sambil menelan ludahnya dan berjalan semakin mendekati pintu.“Lupain? Kamu benar-benar lupa kejadian semalam?” Suara Dewangga kali ini lebih rendah lagi, namun masih terdengar jelas.Maura bersandar di pintu, sambil menoleh ke samping seolah dia bisa melihat sosok pria itu di balik tubuhnya.“Aku nggak ingat,” jawab wanita itu sambil meremas ujung roknya. “Aku nggak tahu kenapa bisa ada di ka

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 71. Pilih Mana?

    [Dewangga: Aku bersyukur kamu datang di saat yang tepat.] [Dewangga: Aku harus pergi.] [Dewangga: Ada urusan penting yang harus dilakukan.] Narendra membaca tiga baris pesan dari Dewangga yang baru masuk beberapa menit lalu, saat dia dan rombongan tur tengah mampir di sebuah restoran untuk makan siang. Tak jelas ada urusan apa, tapi Narendra yakin ini ada kaitannya dengan Maura karena sejak pagi dia tak bisa menghubungi wanita itu. Entah apa yang terjadi antara mereka, dia hanya berharap Dewangga akan lebih menghargai Maura. Dia juga berharap, masalah apapun yang terjadi di antara mereka, bisa diselesaikan dengan baik. “Pak Naren, bu Maura sama pak Dewangga punya agenda tersendiri, ya? Sampai-sampai nggak ikut kita semua jalan-jalan?” tanya Mawar, mengalihkan perhatian pria itu dari ponselnya. Narendra tersenyum ramah dan mengangguk sebagai jawaban, sambil memasukk

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 70. Rasa yang Tertinggal

    Maura mengerutkan alisnya saat rasa perih dan sakit di intinya mengusik tidur lelapnya. Wanita yang hampir tak bisa menggerakkan ujung jarinya itu membuka matanya perlahan. Pandangan pertamanya tertuju pada langit-langit kamar yang remang, disusul rasa sakit yang kian mengganggu, lalu rasa dingin di permukaan kulitnya yang terbuka. Ada yang tak beres. Ada apa dengan tubuhnya? Mengapa sangat sulit digerakkan? Dan mengapa dia tidur tanpa pakaian? Rasanya …. Maura membeku saat dia menoleh ke samping. Dilihatnya seorang pria tidur terlentang di sisinya, dengan wajah yang sedikit menoleh ke arahnya. Diantara ruangan yang remang-remang, dia mengenal wajah itu. Tidak! Maura memaksakan diri untuk duduk meski tubuhnya sulit digerakkan. Wanita itu menutup mulutnya, menatap Dewangga yang tidur lelap tanpa pakaian di bawah selimut yang sama yang ia kenakan. Maura memastikan lagi tubuhnya yang tanpa busana. Lalu pandangannya berkeliling melihat pakaiannya yang berceceran bersama pakaian D

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 69. Malam itu ....

    “Aku mau lagi lemon drop-nya, Riaa ….” Maura tertawa-tawa kecil sambil memeluk sebuah gelas bir yang isinya hampir habis, sementara Ria dan Devina sedikit kewalahan membujuk Maura di lorong hotel untuk segera membawanya beristirahat.“Udah, Bu … udah …,” bujuk Ria untuk yang kesekian kalinya. “Ini lemon drop-nya biasanya nggak pake gelas segede gini, Bu. Gelasnya, ‘kan, biasanya kecil. Bu Maura udah ngabisin banyak.”“Tapi aku mau lagiii ….”Devina dan Ria sama-sama menghela napas.“Tahu begini, tadi kita nggak usah ngajakin bu Maura, ya, Ria,” keluh Devina sambil menuntun Maura yang sempoyongan dibantu Ria.“Iya, lah. Mana aku tahu kalau bu Maura nggak tahan alkohol,” ujar Ria sambil menopang tubuh Maura dari sisi lain. “Lagian, masa sih, pak Zefan nggak tahu kalau toleransi alkohol bu Maura rendah banget?”“Iya, ya. Pak Dewangga juga tadi nggak bilang apa-apa, tuh,” kata Devina heran.“Marah nggak, ya, pak Dewangga lihat istrinya mabuk gini?” tanya Ria cemas.“Nggak tahu, lah. Yang

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 68. Lemon Drop

    Perjalanan malam menggunakan bus cukup tenang. Meski jam masih menunjukkan waktu pukul sepuluh lebih beberapa menit, beberapa orang sudah tertidur termasuk Maura yang sejak pagi harus bekerja hingga sore. Wanita itu bersandar pada sebuah bantal leher yang diberikan Mawar untuknya, tanpa selimut dan hanya mengenakan jaket jeans sementara udara dalam bus cukup dingin. “Apa ada selimut tambahan?” tanya Dewangga dengan suara rendah pada Zefan yang duduk di deretan kursi sebelah kanan, tepat di sebelahnya. “Buat Nyonya Maura?” tebak pria itu yang duduk bersebelahan dengan Mawar yang sudah tidur. “Ya.” “Nggak ada, Bos, cuma ada itu aja.” Zefan menggeleng sambil menunjuk selimut di pangkuan Dewangga. “Anda nggak nyiapin selimut tambahan, ya?” “Kalau saya harus repot-repot nyiapin selimut tambahan, apa gunanya kamu sebagai asisten?” gerutu Dewangga. Zefan memberikan cengiran lebar. “Anda bisa berbagi selimut kalau gitu. Saya juga berbagi selimut sama Mawar,” ujarnya sambil menguap, la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status