Share

Bab 74. Garis Dua

Penulis: Clau Sheera
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-02 17:01:57

Jam menunjukkan waktu sekitar setengah sembilan malam.

Dewangga menghentikan mobilnya di depan pintu pagar rumah Maura.

Sepanjang perjalanan tak ada obrolan apapun di antara mereka.

Bahkan mereka tak membahas soal oma Ambar yang meminta mereka menginap, namun mereka tolak dengan berbagai alasan dan memilih pulang.

Dia yang dulu biasanya menurunkan Maura di jalan setelah jauh dari kediaman oma Ambar, kini rela mengantarkannya pulang. Padahal rumah mereka tak searah.

Ternyata tak hanya Maura yang berubah, dia juga turut berubah.

Maura segera membuka sabuk pengaman dan turun dari mobil, masih tanpa sepatah katapun.

“Maura,” panggil Dewangga dengan ragu.

Maura menoleh sebelum dia sempat menutup pintu mobil dengan bibir tertutup rapat.

Hening sejenak, kemudian Dewangga menggelengkan kepalanya.

“Nggak jadi,” ujarnya.

Maura menutup pintu mobilnya segera, kemudian berjalan memasuki halaman rumahnya tanpa kata, tanpa mengucapkan terima kasih, tanpa menoleh apalagi berbasa-basi. Sementara itu,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
hera GBM
Makasih kak sudah up
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 75. Jangan Sampai Dewangga Tahu

    Sore itu sebelum jam kerja berakhir, di dalam ruang kantor Dewangga, Alena duduk tenang menghadapi atasannya.“Kamu tahu alasan saya memintamu datang ke sini?” tanya Dewangga dengan nada dingin.“Apa karena saya ngambil sesuatu dari laci Anda?” tebak Alena, yang sudah menyiapkan diri jauh-jauh hari. “Lebih tepatnya saya mengambil sesuatu dari map biru tua yang Anda simpan di sana.”“Kenapa kamu lakuin itu?” tanya Dewangga, yang tak perlu repot memaksakan pengakuan dari wanita itu padahal dia sudah menyiapkan rekaman CCTV apabila wanita itu menyangkal.“Udah lama Anda ingin bercerai dari Maura. Udah tiga tahun, kan? Entah karena alasan sibuk, entah karena alasan lain, Anda menunda perceraian Anda. Anda yang dulu biasanya tak pernah ragu mengambil keputusan. Tapi Anda yang sekarang seolah bimbang. Saya cuma sedikit membantu mengirimkan dokumen itu,” kata Alena dengan nada suara yang tanpa ragu. “Mungkin … hari ini atau besok, Maura akan dapat undangan untuk mediasi.”Dewangga bersandar

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 74. Garis Dua

    Jam menunjukkan waktu sekitar setengah sembilan malam.Dewangga menghentikan mobilnya di depan pintu pagar rumah Maura.Sepanjang perjalanan tak ada obrolan apapun di antara mereka.Bahkan mereka tak membahas soal oma Ambar yang meminta mereka menginap, namun mereka tolak dengan berbagai alasan dan memilih pulang.Dia yang dulu biasanya menurunkan Maura di jalan setelah jauh dari kediaman oma Ambar, kini rela mengantarkannya pulang. Padahal rumah mereka tak searah.Ternyata tak hanya Maura yang berubah, dia juga turut berubah.Maura segera membuka sabuk pengaman dan turun dari mobil, masih tanpa sepatah katapun.“Maura,” panggil Dewangga dengan ragu.Maura menoleh sebelum dia sempat menutup pintu mobil dengan bibir tertutup rapat.Hening sejenak, kemudian Dewangga menggelengkan kepalanya.“Nggak jadi,” ujarnya.Maura menutup pintu mobilnya segera, kemudian berjalan memasuki halaman rumahnya tanpa kata, tanpa mengucapkan terima kasih, tanpa menoleh apalagi berbasa-basi. Sementara itu,

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 73. Berjarak

    Sudah berlalu lebih dari seminggu sejak saat itu. Tak ada komunikasi apapun di antara Maura dan Dewangga.Istirahat siang itu, Dewangga yang berada di dalam ruang kantornya masih duduk di depan meja kerja.Di tangannya terdapat seberkas persyaratan yang sudah lengkap.“Mau di kirim sekarang?” Zefan yang berada di ruangan itu, mengalihkan perhatian pria itu.“Apanya?”“Berkas perceraian itu,” tunjuk Zefan dengan dagunya ke arah kertas-kertas di tangan Dewangga.“Nanti,” jawab Dewangga sambil membereskan berkasnya, lalu memasukkannya ke dalam map biru tua.“Ragu?” tebak pria berkacamata itu.Dewangga hanya mengangkat kelopak matanya, menatap Zefan sejenak, kemudian meletakkan map biru tua itu di atas tumpukan dokumen lain.“Anda tak pernah seperti ini sebelumnya,” kata Zefan meneruskan. “Biasanya Anda tak pernah ragu mengambil keputusan apapun.”D

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 72. Wanita Pengacau Pikiran

    Maura terburu-buru menuruni tangga dan berdiri di depan pintu.Di luar sana, Dewangga masih mengetuk, menunggu Maura membukakan pintunya.“Maura, buka pintunya!”“Nggak, Dewangga. Aku bilang, aku nggak leluasa ketemu siapapun,” ujar wanita itu, yang berdiri dengan gugup sambil menatap pintu yang terkunci.Ketukan di pintu berhenti.“Maura, kita harus membicarakan masalah semalam sampai jelas,” kata Dewangga dengan suara yang lebih rendah.“Masalah semalam udah jelas, Dewangga. Kita lupain aja semuanya,” ucap Maura sambil menelan ludahnya dan berjalan semakin mendekati pintu.“Lupain? Kamu benar-benar lupa kejadian semalam?” Suara Dewangga kali ini lebih rendah lagi, namun masih terdengar jelas.Maura bersandar di pintu, sambil menoleh ke samping seolah dia bisa melihat sosok pria itu di balik tubuhnya.“Aku nggak ingat,” jawab wanita itu sambil meremas ujung roknya. “Aku nggak tahu kenapa bisa ada di ka

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 71. Pilih Mana?

    [Dewangga: Aku bersyukur kamu datang di saat yang tepat.] [Dewangga: Aku harus pergi.] [Dewangga: Ada urusan penting yang harus dilakukan.] Narendra membaca tiga baris pesan dari Dewangga yang baru masuk beberapa menit lalu, saat dia dan rombongan tur tengah mampir di sebuah restoran untuk makan siang. Tak jelas ada urusan apa, tapi Narendra yakin ini ada kaitannya dengan Maura karena sejak pagi dia tak bisa menghubungi wanita itu. Entah apa yang terjadi antara mereka, dia hanya berharap Dewangga akan lebih menghargai Maura. Dia juga berharap, masalah apapun yang terjadi di antara mereka, bisa diselesaikan dengan baik. “Pak Naren, bu Maura sama pak Dewangga punya agenda tersendiri, ya? Sampai-sampai nggak ikut kita semua jalan-jalan?” tanya Mawar, mengalihkan perhatian pria itu dari ponselnya. Narendra tersenyum ramah dan mengangguk sebagai jawaban, sambil memasukk

  • Sebelum Kita Bercerai   Bab 70. Rasa yang Tertinggal

    Maura mengerutkan alisnya saat rasa perih dan sakit di intinya mengusik tidur lelapnya. Wanita yang hampir tak bisa menggerakkan ujung jarinya itu membuka matanya perlahan. Pandangan pertamanya tertuju pada langit-langit kamar yang remang, disusul rasa sakit yang kian mengganggu, lalu rasa dingin di permukaan kulitnya yang terbuka. Ada yang tak beres. Ada apa dengan tubuhnya? Mengapa sangat sulit digerakkan? Dan mengapa dia tidur tanpa pakaian? Rasanya …. Maura membeku saat dia menoleh ke samping. Dilihatnya seorang pria tidur terlentang di sisinya, dengan wajah yang sedikit menoleh ke arahnya. Diantara ruangan yang remang-remang, dia mengenal wajah itu. Tidak! Maura memaksakan diri untuk duduk meski tubuhnya sulit digerakkan. Wanita itu menutup mulutnya, menatap Dewangga yang tidur lelap tanpa pakaian di bawah selimut yang sama yang ia kenakan. Maura memastikan lagi tubuhnya yang tanpa busana. Lalu pandangannya berkeliling melihat pakaiannya yang berceceran bersama pakaian D

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status