Share

Ke Rumah Ibu Mertua, Lagi

Penulis: OptimisNa_12
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-28 01:45:43

Part 4 Ke Rumah Ibu Mertua, lagi

"Iya, kan, aku cuma denger kemarin pas belanja sayur, " aku mencoba mengeles. "Lagian, kalau hal seperti itu terjadi di rumah tanggaku, yasudah aku pasrah aja. "

"Hah? Serius, Mbak? " tanya Rosi sedikit terkejut.

"Iya, Ros, buat apa mempertahankan laki-laki yang sudah mengkhianati istrinya. Laki-laki seperti dia itu pantasnya di buang, nih seperti ini, " aku melempar kulit pisang ke tempat sampah di sebelahku.

"Nggak guna, Ros, apalagi kalau laki-lakinya kere, nggak pakai pikir panjang, ku usir dia dari rumah! "

"Kamu kenapa, sih, Fir? " mas Arga terlihat jengkel dengan penuturanku.

"Apa sih, Mas? Orang cuma seumapanya doang, kok. Ya, kan, Ros? " Entah kenapa, Rosi bersemangat sekali membahas hal seperti ini. Tapi apapun alasannya, ia sudah seperti mendukungku.

"Betul, Mbak. "

"Rosi sudah, dibilang jangan ngomporin tetep aja ngomong, " ujar ibu menengahi.

Rosi tampak bete dengan ucapan ibunya. Ia kembali melihat layar ponselnya dengan wajah cemberut.

"Lagian, ya, Mas, aku percaya kamu akan setia sama aku, iya, kan? " ucapku seraya menyenderkan kepalaku di bahunya.

"I-iya, Fir. "

***

Usai pulang dari rumah ibu, aku dan mas Arga langsung menunaikan sholat isya dan bergegas untuk tidur.

Makanan yang tadi ku bawa, sebelumnya sudah ku hangatkan terlebih dahulu, besuk pagi-pagi akan ku berikan pada Lela.

"Huuekk! "

Mas Arga yang tadinya ingin menaiki ranjang jadi ia urungkan kembali. "Kenapa, Dek? "

"Perutku mual, Mas. Sepertinya aku nggak kuat deket-deket kamu, hueekk, " aku memegangi perutku agar lebih menyakinkan.

"Tadi juga nggak kenapa-napa," protesnya.

"Ya nggak tau, Mas, namanya juga orang hamil. "

"Terus aku harus gimana? "

"Kamu tidur diluar deh, Mas, nggak kuat ini, hueeekk! "

"Tapi Fir ...."

"Udah sana ah! " ku potong ucapan mas Arga dengan melemparkan bantal tepat di wajahnya.

"Ya Allah, Fir, tega bener .... "

"Duh, ini juga buat kebaikan calon bayi kita, Mas! "

Akhirnya dengan terpaksa mas Arga pergi keluar dari kamar.

Karena di rumah ini hanya ada satu kamar tidur, tak ada pilihan lain untuk mas Arga selain tidur di ruang tengah. Nggak sudi aku satu ranjang dengannya.

Sebenarnya ada satu kamar tidur di sebelah kamarku ini, tapi karena jarang dipakai jadinya hanya untuk tumpukan pakaian-pakaian abis nyuci. Karena entah kenapa, sering kali menunda-nunda untuk melipatnya, alhasil ya hanya di tumpuk saja.

Paling sepekan sekali melipatnya, itu saja kalau ada Lela yang bantuin, atau ketika umi datang ke rumah.

Tiba-tiba aku teringat dengan nomer W* misterius yang memberikanku informasi sejak kemarin.

Mumpung aku tidur sendiri, ku ambil ponselku yang berada di nakas sebelah ranjangku.

[Kamu siapa?]

Ku kirim pesan padanya. Tanpa di duga, langsung centang dua dan berwarna biru. Itu artinya pesanku sudah dibaca.

[Suatu saat kamu akan tahu. Tenang, aku ada di pihakmu]

[Terimakasi sudah membantuku] Kali ini balasanku hanya centang satu.

Jadi semakin penasaran siapa sebenarnya orang tersebut. Kalau dia tahu nomor W* ku, bisa saja aku juga mengenalnya. Lalu siapa? Ah pusing!

Ku kembalikan ponselku, lalu menarik selimut dan tidur.

***

"Dek, kenapa cuma ada telur ceplok, makanan dari ibu semalem kemana?! " teriak mas Arga dari arah meja makan.

Aku yang berada di belakang pun menghampirinya. "Udah aku kasih Lela tadi pagi, mual aku, Mas, lihat daging-daging gitu, " balasku.

"Ya, jangan dilihat .... "

"Gimana nggak lihat, wong aku yang berurusan di dapur, kok! " jawabku dengan meninggikan nada. "Kecuali kalau mas Arga yang masak, aku tinggal makan! " imbuhku.

Mas Arga menela salivanya. Ia terlihat bingung sekaligus seperti menahan amarah karena perkataanku.

"Kamu, kok, jadi berubah gini, sih? "

"Aku nggak berubah, Mas, mungkin bawaan bayi aja, biasa kan ibu hamil pasti bawaannya sensitif. "

"Apa iya begitu? " mas Arga menarik kursi di depannya. Lalu mendudukinya.

"Kamu tanya aja sama ibu. "

Entah benar atau tidak jawabanku. Tapi yang aku tahu, ibu hamil memang gampang emosian.

"Udah makan aja yang ada, setelah itu kita ke rumah ibu lagi, mumpung Mas libur hari ini. "

"Mau ngapain lagi? " tanyanya seraya mengambil nasi.

"Nagih utang! " jawabku lalu kembali ke belakang. Menyelesaikan cucian.

Aku ingin tahu reaksi mereka setelah apa yang aku lakukan tadi malam. Hanya menyisakan tumis sayuran saja. Apalagi ada seseorang yang ku yakini adalah Preti yang awalnya mau mengambil makan.

Selain itu, saatnya aku beraksi lebih dari tadi malam. Kali ini akan ku buat mereka tahu siapa aku sebenarnya. Fira si anak mudin nggak bisa di permainan begitu saja.

***

"Assalamualaikum, " ucapku ketika sampai di rumah ibu.

"Waalaikumsalam, " balas ibu seraya meletakkan sapunya.

Sekilas aku melihat seseorang berambut panjang hampir sepinggang dengan cepat berlalu ke dalam rumah. Itu pasti Preti, karena Rosi ataupun Rumi tak sepanjang itu rambutnya.

"Seperti ada yang masuk, siapa, Bu? " tanyaku penasaran.

Ingin tahu jawaban ibu, karena jam segini Rosi pasti sibuk dengan benda pipihnya di kamar. Dan Rumi terlihat jelas dia sedang melayani pembeli di toko kelontong yang cukup besar yang berada tepat di sebelah rumah tadi.

Sebenarnya toko kelontong Rumi ini masih menyambung dengan rumah, hanya saja tokonya menghadap langsung ke jalan raya, sebelahnya ada pagar kecil yang memasuki area halaman rumah ibu mertua.

"Siapa? Rosi mungkin. " Balasnya dengan tenang. Pandai juga ibu mertuaku ini berakting.

"Oya, Fir, tadi malam kamu nyisain di rumah cuma tumisan sayur, ya? "

Wah, berani juga ibu bertanya demikian. Biasanya segala sesuatu yang ku perbuat, jarang dia menanyakan.

"Beneran, Dek? "

"Iya, Mas, " jawabku tanpa merasa berdosa.

"Kamu, kok, tega, sih? Lagian yang kamu bawa semalem malah dikasihin Lela, ngeselin, deh, kamu, " ujar mas Arga tampak kesal. Ia melongos begitu saja ke dalam rumah. Kebiasaan.

"Namanya juga ibu hamil, kalau gitu aku gugurin aja, deh! Kalau nggak dapet warisan dari abah juga nggak papa aku! " omelku yang ku pastikan mas Arga mendengarnya.

"Sudah, sudah, ibu nggak papa kok. Ibu cuma mastiin aja. Jangan berpikir untuk gugur-gugurin, dosa. Oya, kamu ada perlu apa pagi-pagi kesini? "

"Mau ketemu Rumi, Bu, " jawabku seraya berjalan kearah kursi yang berbeda di teras.

"Ibu panggilkan dulu, " ibu pun berlalu ke dalam rumah.

Begitulah ibu mertuaku, ia selalu bersikap baik, ramah, dan bahkan kerap mengalah. Tapi kenyataan yang ada, aku tahu maksud dari sikapnya tersebut. Semata-mata hanya ingin menutupi pengkhianatan yang dilakukan anaknya sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
gak sabaran nih Fira ngebalas mertua dan suaminya Arga dan jg pelakor
goodnovel comment avatar
Tatheer Zahra
ceritanya bagus , aku suka banget cerita ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Last Chapter

    #MPSPart 80 Last ChapterKu alihkan pandanganku pada kedua orang tuaku. "Abah dan umi yang menyarankan Rosi untuk masuk pondok ya?"Mendengar pertanyaanku abah dan umi malah saling melempar senyum dengan ekspresi wajah yang aku tak bisa memahaminya. Kalau pun memang mereka yang menyarankan Rosi untuk pergi ke pondok, mengapa hal itu harus disembunyikan dariku? Sebegitu besarkah mereka menginginkanku untuk benar-benar menjauhi Rosi? Atau adakah hal lain yang disembunyikan oleh kedua orang tuaku itu?"Abah dan umi gak cuman menyarankan, Mbak. Beliau juga yang memasukanku ke sana dan membiayai kebutuhanku selama di pondok," ujar Rosi lagi. "Tepatnya abah patungan sama Tama. Jadi Tama dan istrinya juga ada andil soal biaya pondok juga kebutuhan Rosi," sela abah yang membuatku menoleh kearahnya. "Terus kenapa selama ini abah gak bilang sama aku?" tanyaku penasaran. Di titik ini aku merasa sedikit kecewa dengan keputusan abah yang tidak memberitahukanku tentang Rosi. Malah yang ada beli

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Pertemuan Setelah Satu Tahun

    #MPSPart 79 Pertemuan Setelah Satu TahunKetakutanku semakin menjadi-jadi ketika mas Abdullah sudah turun dari mobilnya dan melihat keberadaan Tama dan Rumi yang sudah berdiri di dekatku. Jatungku mendadak berdegup kencang berharap semuanya baik-baik saja dan tidak ada keributan sama sekali. Dan saat mas Abdullah sudah berhadapan dengan Tama dan Rumi, hal yang tak ku sangka-sangka pun terjadi. Ya, aku melihat mas Abdullah yang tampak ramah dan biasa saja terhadap Rumi juga suaminya. Bukan di situ saja, aku juga dikejutkan dengan kedatangan abah yang tiba-tiba pulang padahal masih di jam kerja. "Sudah datang semua?" tanya abah yang juga tampak biasa saja. Aku semakin bingung melihat sikap mas Abdullah dan abah yang seperti ini. Meskipun dilain sisi aku juga merasa senang lantaran kedua orang yang ku sayangi itu seperti sudah tak ada lagi rasa benci terhadap anak dan menantu dari bu Darmi tersebut. "Abah? Mas?" ku lihat wajah abah dan suamiku secara bergantian. Mas Abdullah dan a

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Bertemu Kembali

    #MPSPart 79 Bertemu KembaliKu lihat wajah umi yang sudah kembali normal. "Fira gak salah dengar 'kan?" tanyaku pada umi. "Selesai sarapan terus siap-siap. Ikut umi pergi," kata umi lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. Seperti akan mendapatkan sebuah jawaban dari rasa penasaranku, aku pun dengan hati yang senang lantas mengikuti langkah umi dengan bersemangat. ***"Kenapa kita ke sini, Mi?" tanyaku keheranan. Sebab ternyata umi mengajakku ke rumah bu Darmi yang masih sepi. Entah apa alasan yang mendasari ibuku itu membawaku kembali ke tempat yang bagiku pernah memiliki kenangan pahit terhadapnya. "Sebentar, ya," kata umi. Umi pun mengetuk pintu utama rumah ini. Dan beberapa detik kemudian pintu pun terbuka. Aku cukup terkejut ketika mengetahui Rumi yang keluar dari rumah tersebut. Ia tampak masih seperti dulu dan keadaannya juga terlihat lebih baik. "Ya Allah, mbak Fira?" Rumi tampak terkejut ketika melihat diriku yang berdiri di hadapannya. "Kamu sehat, Mbak?" Rumi memelukk

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Satu Tahun Berlalu

    #MPSPart 78 Satu Tahun BerlaluPanggilan telepon pun berakhir. Dan sayangnya sampai di detik terakhir panggilan tersebut aku belum sempat mendengar suara Rosi lantaran kata Rumi ia sudah tertidur setelah lelah menangis karena kepergianku tadi. Mendengar hal itu entah mengapa tiba-tiba kedua mataku berkaca-kaca. Sungguh, rasa bersalah mendadak menguncang batinku. "Rosi, semoga kamu selalu baik-baik saja ya," batinku dengan rasa sakit yang teramat dalam. ***Beberapa hari berlalu dan aku tak lagi mendengar kabar tentang keluarga bu Darmi termasuk bagaimana keadaan Rosi. Baik diriku ataupun Rumi pun sama sekali tak saling memberi kabar yang berkaitan dengan Rosi. Selain saran dari abah beberapa waktu yang lalu, mas Abdullah juga dengan tegas memintaku untuk benar-benar berhenti menghubungi Rosi. Bahkan sekedar bertanya pada tetangga atau mencari tahu melalui media sosial pun tak diperbolehkannya. Meski berat namun aku juga tak punya kuasa apa-apa. Aku hanya bisa menurut apa yang su

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Saran dari Abah

    #MPSPart 76 Saran dari Abah"Kita gak perlu pengakuan, Mas!" sergah tama yang membuatku dan lainnya menoleh kearahnya. "Langsung laporkan saja!" tandasnya lagi. Mendengar hal itu spontan mataku menoleh kearah bu Darmi yang tercengang melihat sikap anaknya itu. Dalam hati aku berkata, "kalah sudah kamu, Bu!""Gak!" bu Darmi beranjak dari tempat duduknya. "Tama, jangan jadi anak durhaka kamu!" tunjuk bu Darmi pada anak keduanya itu dengan mata melotot yang amat menyeramkan. Lalu jari telunjuk bu Darmi berubah kearahku dan mas Abdullah. "Dan kalian, pergi dari rumahku sekarang! Pergi!" usir bu Darmi tanpa ampun untuk kami. Aku menoleh kearah wajah suamiku yang sepertinya memang sudah kehilangan rasa bersabarnya. "Kita pergi!" kata mas Abdullah seraya menarik tanganku lalu berjalan keluar rumah. "Mbak Saudah, tolong jangan pergi, Mbak!" teriak Rosi saat aku mulai berjalan meninggalkan ruangan. Ia hendak berlari guna mencegahku, namun dengan cepat ibunya menahan tubuhnya yang menyebab

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Kemunculan Rosi

    #MPSPart 75 Kemunculan RosiDan di titik inilah aku bisa kembali tersenyum penuh bangga pada suamiku. Sebab, ku yakini sebentar lagi kebenaran antara bu Darmi atau Rosi akan terungkap. Beberapa detik setelah mas Abdullah berkata demikian, aku mendengar langkah kaki yang berjalan kearah kami. Rosi secara tiba-tiba muncul di hadapan kami semua dengan tatapan tajam yang mengarah ke ibunya sendiri. Melihat Rosi yang seperti itu sontak membuat suasana menjadi tegang kembali. Entah apa yang akan diperbuat Rosi sampai-sampai ia bisa memberanikan diri untuk keluar. Merasa suasana tidak kondusif aku pun berusaha memberikan senyuman manis kearah Rosi ketika ia melirikku. Meskipun sebenarnya dalam hati takut juga kalau anak itu tiba-tiba berbuat diluar dugaan. Namun di sisi lain aku juga berharap senyuman yang ku berikan bisa sedikit meredamkan amarahnya yang tampak sudah diujung kepala. Cukup lama Rosi membuat kami tertegung melihat kondisinya yang seperti itu. Dan benar saja, tiba-tiba ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status