Share

Sindiran

Penulis: OptimisNa_12
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-28 01:45:07

Part 3 Sindiran

Aku dan mas Arga pun sampai di rumah ibu. Setelah memarkirkan motor matic tepat di depan teras rumah, aku dan mas Arga pun masuk setelah mengucap salam.

Sudah kebiasaan mas Arga kalau pulang ke rumah ibunya, mengucap salam lalu masuk melongos begitu saja. Kalau ditegur alasannya selalu bilang kalau ini rumah ibuku. Ya, memang benar, sih.

Terlihat semua anggota keluarga sedang berkumpul di ruang tengah seraya menonton sinetron ikan terbang. Termasuk Tara, anak satu-satunya Tama dan Rumi.

Kadang kasihan melihat Tara, anak yang baru menginjak usia enam tahun itu lebih sering menonton sinetron yang unfaedah menurutku, karena ibunya tak pernah menegur jika Tara ikut duduk bersamanya ketika di depan tv.

"Bu, aku dan Fira punya kabar baik buat Ibu," ujar mas Arga mendudukan badannya di bawah sebelah ibunya. Sementara aku, duduk di atas sofa tak jauh dari mereka.

"Kabar apa?" tanya ibu mertuaku yang tetap fokus ke layar tv.

"Fira hamil,Bu!"

"Apa?!" kali ini ibu menoleh kearah anak sulungnya itu. Ekpresi wajahnya terlihat terkejut dan tak percaya.

"Serius?" Rumi menyakinkan pernyataan mas Arga.

Praaang!!

"Apa itu, Bu?" tanyaku setelah terdengarnya benda jatuh dari arah dapur.

Ibu tampak kikuk, pun dengan yang lainnya juga. Membuatku jadi penasaran. Jangan-jangan kucing berkepala manusia lagi.

"Aku periksa, ya, penasaran aku," ucapku seraya melangkahkan kaki ke dapur.

"Fir, nggak usah," sergahan mas Arga ku hiraukan begitu saja. Aku tetap berjalan ke dapur.

Saat di dapur, terlihat pecahan piring di bawah dekat meja makan. Sepertinya ada yang sedang ingin mengambil makan, namun tak sengaja ia memecahkannya dan buru-buru pergi. Mungkinkah Preti si istri kedua mas Arga? Secara, semua anggota, kan, sedang di depan.

"Nggak ada siapa-siapa, kan?" tanya mas Arga yang tiba-tiba muncul.

"Mas, makanan ibu banyak, aku kepengen, nih," pintaku ketika melihat makanan yang hampir memenuhi meja makan.

Sayur tumisan, bakso, daging ayam, bahkan sampai rendang pun ada. Pasti ini sisa hajatan kemarin. Kalau memang iya, sebenarnya mereka menikah dimana? Setahuku, Preti orang Jogja, sementara kami tinggal di Boyolali.

Ah, sudahlah, tak ada pentingnya juga aku memikirkan hal itu.

"Iya makan aja."

"Aku bungkus aja, Mas, lumayan buat sarapan besuk."

"Terserah."

"Bu, Fira minta makanannya, aku bungkus!" teriakku.

"Ya, bungkus saja, Nduk!" balasnya dari arah ruang tengah.

Mas Arga kembali ke ruang tengah. Sementara aku sibuk membungkus semua makanan yang ada, kecuali tumisan sayur. Biar saja mereka yang makan. Lagipula ini pasti hasil uang pinjaman bank yang katanya untuk modal tambahan toko kelontong.

Dikiranya aku bod*h apa, mana mungkin uang lima puluh juta hanya buat tambahan modal, pasti lari ke pelemanin, tuh.

Selesai membungkus, aku diam-diam berjalan kearah kamar mandi. Aku tahu, sabun shampo yang biasa dipakai anggota keluarga ini. Itu semua karena mas Arga yang cerita. Kalau

Benar saja, seperti dugaanku, ada sabun cair yang ukuran botol besar. Pasti ini milik Preti yang sosoknya disembunyikan di rumah mertuaku ini.

Ting!

Ku rogoh saku gamisku, menganbil ponselku. Sebuah pesan W* masuk. Ku intip dari layar depan, ternyata dari nomer yang misterius kemarin.

[Hati-hati, istri kedua Arga di rumah mertuamu]

Deg!

Ternyata benar,kan. Tanpa membalas pesan aku langsung menutup ponselku kembali. Ku raih sabun cair itu, lalu ku buang dengan menumpahkannya di lantai kamar mandi.

Tak ada niat menyelakai siapa pun, hanya melampiaskan kekesalan saja. Tapi, kalau ada yang celaka biarkan saja, asal jangan Tara. Kasihan.

Sebenarnya siapa pemilik nomer misterius itu, kenapa dia bisa tahu detail tentang keadaan rumah tanggaku, bahkan tentang Preti yang berada di rumah mertuaku.

Kalau dia salah satu anggota keluarga mas Arga, rasanya tidak mungkin. Kalau orang luar, lalu siapa?

Aku pun kembali ke ruang tengah dengan membawa kantong kresek berisi beberapa bungkus makanan. Terlihat besar hingga membuat mata pasang yang ada mengalihkan pandangannya kearahku.

"Dek, banyak banget yang kamu bawa? Kamu sisain, kan, buat yang di sini?"

"Sisain lah, Mas, masa aku tega engga nyisain. Lagain ini keinginan ini, nih, pengen makan banyak," ujarku membual seraya menunjuk kearah perut.

Tapi aku, kan, benar masih menyisakan makanan di meja, walaupun hanya tumisan sayur.

Aku kembali ke ruang tengah membersamai mereka. Duduk di sebelah mas Arga yang berada di atas sofa. Tiba-tiba pandanganku beralih kearah pisang ambon di atas meja di depanku.

"Oleh-olehnya mana, Rum?" tanyaku basa-basi pada Rumi.

"Eee, anu Mbak .... " Rumi tampak kebingungan menjawab pertanyaanku.

"Itu di depanmu, Fir," timpal ibu yang seakan mengerti situasi.

"Lah, ke Jogja oleh-olehnya pisang?" aku berpura-pura terkejut. "Tapi nggak papa,deh, daripada mantan," tambahku seraya mengambil satu buah pisang. Maksud hati menyindir mas Arga.

"Ma-maksud kamu apa, Dek?" mas Arga seketika tampak pucat.

"Ngga papa, Mas. Oya, kemarin aku abis dapet gosip lho, kalau ada suami pamitnya ke luar kota ee taunya malah nikah lagi, kurang dihajar kali ya tuh suami."

Sekejap semua yang ada mengalihkan pandangannya kearahku. Kecuali Tara yang sedari tadi sibuk dengan pensil warnanya.

"Wah, sekarang emang lagi jamannya pelakor, Mbak Fira, hati-hati sampeyan, ya," timpal Rosi. Rasa-rasanya ia bersemengat sekali berucap demikian.

"Nggak usah ngomporin kamu Ros, masih bocah juga," kali ini Rumi angkat suara. Maklum, dia kan juga bersuami seperti aku. Mungkin takut juga kalau suaminya diembat pelakor. Hahaha.

"Jangan suka dengerin gosip, deh, kamu itu," ucap mas Arga sok menasihati.

"Iya, Nduk, apalagi gosip seperti itu, nggak baik buat rumah tangga kalian," tambah ibu mertuaku memberi nasihat. Ah, sok bijak sekali dia, padahal, weeek!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Ayo buka kedoknya mertua dan suami kamu
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
Ayuk tunjukan bahwa semua itu bukan gisip
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Last Chapter

    #MPSPart 80 Last ChapterKu alihkan pandanganku pada kedua orang tuaku. "Abah dan umi yang menyarankan Rosi untuk masuk pondok ya?"Mendengar pertanyaanku abah dan umi malah saling melempar senyum dengan ekspresi wajah yang aku tak bisa memahaminya. Kalau pun memang mereka yang menyarankan Rosi untuk pergi ke pondok, mengapa hal itu harus disembunyikan dariku? Sebegitu besarkah mereka menginginkanku untuk benar-benar menjauhi Rosi? Atau adakah hal lain yang disembunyikan oleh kedua orang tuaku itu?"Abah dan umi gak cuman menyarankan, Mbak. Beliau juga yang memasukanku ke sana dan membiayai kebutuhanku selama di pondok," ujar Rosi lagi. "Tepatnya abah patungan sama Tama. Jadi Tama dan istrinya juga ada andil soal biaya pondok juga kebutuhan Rosi," sela abah yang membuatku menoleh kearahnya. "Terus kenapa selama ini abah gak bilang sama aku?" tanyaku penasaran. Di titik ini aku merasa sedikit kecewa dengan keputusan abah yang tidak memberitahukanku tentang Rosi. Malah yang ada beli

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Pertemuan Setelah Satu Tahun

    #MPSPart 79 Pertemuan Setelah Satu TahunKetakutanku semakin menjadi-jadi ketika mas Abdullah sudah turun dari mobilnya dan melihat keberadaan Tama dan Rumi yang sudah berdiri di dekatku. Jatungku mendadak berdegup kencang berharap semuanya baik-baik saja dan tidak ada keributan sama sekali. Dan saat mas Abdullah sudah berhadapan dengan Tama dan Rumi, hal yang tak ku sangka-sangka pun terjadi. Ya, aku melihat mas Abdullah yang tampak ramah dan biasa saja terhadap Rumi juga suaminya. Bukan di situ saja, aku juga dikejutkan dengan kedatangan abah yang tiba-tiba pulang padahal masih di jam kerja. "Sudah datang semua?" tanya abah yang juga tampak biasa saja. Aku semakin bingung melihat sikap mas Abdullah dan abah yang seperti ini. Meskipun dilain sisi aku juga merasa senang lantaran kedua orang yang ku sayangi itu seperti sudah tak ada lagi rasa benci terhadap anak dan menantu dari bu Darmi tersebut. "Abah? Mas?" ku lihat wajah abah dan suamiku secara bergantian. Mas Abdullah dan a

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Bertemu Kembali

    #MPSPart 79 Bertemu KembaliKu lihat wajah umi yang sudah kembali normal. "Fira gak salah dengar 'kan?" tanyaku pada umi. "Selesai sarapan terus siap-siap. Ikut umi pergi," kata umi lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. Seperti akan mendapatkan sebuah jawaban dari rasa penasaranku, aku pun dengan hati yang senang lantas mengikuti langkah umi dengan bersemangat. ***"Kenapa kita ke sini, Mi?" tanyaku keheranan. Sebab ternyata umi mengajakku ke rumah bu Darmi yang masih sepi. Entah apa alasan yang mendasari ibuku itu membawaku kembali ke tempat yang bagiku pernah memiliki kenangan pahit terhadapnya. "Sebentar, ya," kata umi. Umi pun mengetuk pintu utama rumah ini. Dan beberapa detik kemudian pintu pun terbuka. Aku cukup terkejut ketika mengetahui Rumi yang keluar dari rumah tersebut. Ia tampak masih seperti dulu dan keadaannya juga terlihat lebih baik. "Ya Allah, mbak Fira?" Rumi tampak terkejut ketika melihat diriku yang berdiri di hadapannya. "Kamu sehat, Mbak?" Rumi memelukk

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Satu Tahun Berlalu

    #MPSPart 78 Satu Tahun BerlaluPanggilan telepon pun berakhir. Dan sayangnya sampai di detik terakhir panggilan tersebut aku belum sempat mendengar suara Rosi lantaran kata Rumi ia sudah tertidur setelah lelah menangis karena kepergianku tadi. Mendengar hal itu entah mengapa tiba-tiba kedua mataku berkaca-kaca. Sungguh, rasa bersalah mendadak menguncang batinku. "Rosi, semoga kamu selalu baik-baik saja ya," batinku dengan rasa sakit yang teramat dalam. ***Beberapa hari berlalu dan aku tak lagi mendengar kabar tentang keluarga bu Darmi termasuk bagaimana keadaan Rosi. Baik diriku ataupun Rumi pun sama sekali tak saling memberi kabar yang berkaitan dengan Rosi. Selain saran dari abah beberapa waktu yang lalu, mas Abdullah juga dengan tegas memintaku untuk benar-benar berhenti menghubungi Rosi. Bahkan sekedar bertanya pada tetangga atau mencari tahu melalui media sosial pun tak diperbolehkannya. Meski berat namun aku juga tak punya kuasa apa-apa. Aku hanya bisa menurut apa yang su

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Saran dari Abah

    #MPSPart 76 Saran dari Abah"Kita gak perlu pengakuan, Mas!" sergah tama yang membuatku dan lainnya menoleh kearahnya. "Langsung laporkan saja!" tandasnya lagi. Mendengar hal itu spontan mataku menoleh kearah bu Darmi yang tercengang melihat sikap anaknya itu. Dalam hati aku berkata, "kalah sudah kamu, Bu!""Gak!" bu Darmi beranjak dari tempat duduknya. "Tama, jangan jadi anak durhaka kamu!" tunjuk bu Darmi pada anak keduanya itu dengan mata melotot yang amat menyeramkan. Lalu jari telunjuk bu Darmi berubah kearahku dan mas Abdullah. "Dan kalian, pergi dari rumahku sekarang! Pergi!" usir bu Darmi tanpa ampun untuk kami. Aku menoleh kearah wajah suamiku yang sepertinya memang sudah kehilangan rasa bersabarnya. "Kita pergi!" kata mas Abdullah seraya menarik tanganku lalu berjalan keluar rumah. "Mbak Saudah, tolong jangan pergi, Mbak!" teriak Rosi saat aku mulai berjalan meninggalkan ruangan. Ia hendak berlari guna mencegahku, namun dengan cepat ibunya menahan tubuhnya yang menyebab

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Kemunculan Rosi

    #MPSPart 75 Kemunculan RosiDan di titik inilah aku bisa kembali tersenyum penuh bangga pada suamiku. Sebab, ku yakini sebentar lagi kebenaran antara bu Darmi atau Rosi akan terungkap. Beberapa detik setelah mas Abdullah berkata demikian, aku mendengar langkah kaki yang berjalan kearah kami. Rosi secara tiba-tiba muncul di hadapan kami semua dengan tatapan tajam yang mengarah ke ibunya sendiri. Melihat Rosi yang seperti itu sontak membuat suasana menjadi tegang kembali. Entah apa yang akan diperbuat Rosi sampai-sampai ia bisa memberanikan diri untuk keluar. Merasa suasana tidak kondusif aku pun berusaha memberikan senyuman manis kearah Rosi ketika ia melirikku. Meskipun sebenarnya dalam hati takut juga kalau anak itu tiba-tiba berbuat diluar dugaan. Namun di sisi lain aku juga berharap senyuman yang ku berikan bisa sedikit meredamkan amarahnya yang tampak sudah diujung kepala. Cukup lama Rosi membuat kami tertegung melihat kondisinya yang seperti itu. Dan benar saja, tiba-tiba ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status