Home / Romansa / Secangkir Teh Untuk Suamiku / Bab 50 Yang Tak Bisa Lagi Disembunyikan

Share

Bab 50 Yang Tak Bisa Lagi Disembunyikan

Author: Vargsagen
last update Last Updated: 2025-07-15 20:38:35

Ruang dokter, hampir pukul sepuluh malam. Lampu-lampu lorong rumah sakit sudah diredupkan. Beberapa ruang telah kosong. Tapi saat Janu mendorong pintu ruang dokter, dia melihat sosok yang familiar duduk bersandar di kursi, membuka-buka berkas laporan dengan wajah lelah.

Rindu.

Rambutnya sedikit berantakan. Matanya tampak mengantuk tapi tetap fokus pada tulisan. Kemeja kerjanya sudah dilonggarkan di bagian atas. Ada bekas kantung kopi instan di meja, belum disentuh.

Janu mengetuk kusen pintu ringan.

“Masih di sini, Dokter Rindu?”

Rindu menoleh pelan, tersenyum kecil. “Baru selesai visit terakhir. Laporan sore belum sempat dibereskan.”

Janu melangkah masuk, meletakkan tasnya di sofa. Dia membuka jas putihnya, lalu menengok ke arah meja.

“Kopi belum diminum?”

“Sudah dingin. Tapi ya… lebih baik dingin daripada ketiduran di depan laptop.”

“Kalau kamu sampai jatuh pingsan di meja, siapa yang tanggung jawab?”

Janu menatapnya sambil tersenyum, nada suaranya mulai menurun setengah na
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 53 Sebelum Badai

    Pukul delapan lewat lima belas. Kepala ruangan, Ibu Endah, sedang menandatangani laporan rutin ketika pintu ruangannya diketuk cepat.“Masuk,” sahutnya, tak mengalihkan pandangan dari map di hadapan.Pintu terbuka. Ira serta Dita masuk. Wajah mereka pucat dan tegang. Endah langsung mendongak.“Ada apa pagi-pagi begini? Kalian kelihatan seperti habis melihat setan.”Ira menelan ludah. Tangannya menggenggam sebuah flashdisk kecil yang tadi dia cabut dari komputer nurse station. “Maaf, Bu. Kami menemukan ini di atas meja perawat pagi ini. Ada nama dokter Rindu tertulis di stiker kecilnya.”Endah mengangkat alis. “Flashdisk? Isinya?”Dita buru-buru menimpali. Suaranya pelan, nyaris berbisik. “Kami buka sebentar. Cuma satu file video… dan itu bukan… bukan laporan medis, Bu.”Endah menyipit. “Lalu apa?”Mereka saling pandang sebelum akhirnya Ira berkata, “Video pribadi. Sangat pribadi. Melibatkan dokter Janu dan dokter Rindu.”Rahang Endah mengeras.“Apa kalian yakin?” Nadanya berubah tajam

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 52 Pagi Yang Membakar

    Malam turun dengan sunyi yang ganjil. Lorong menuju ruang ICU hanya diterangi lampu-lampu lembut yang memantul di lantai keramik. Di salah satu kamar privat yang dijaga ketat, Nora duduk tegak di ranjangnya. Selimut tertata rapi. Tubuhnya tampak lemah seperti pasien kritis, tapi matanya menyala.Layar kecil laptop di pangkuannya memantulkan cahaya redup ke wajahnya. Dia memutar ulang rekaman yang telah diedit dengan teliti. Tidak ada suara, hanya potongan gambar. Tubuh yang saling melekat, ciuman yang tak bisa disalahartikan, dan wajah Janu serta Rindu yang tampak jelas dalam keremangan ruangan itu. Kamera tersembunyi berhasil menangkap segalanya.Nora menatap layar itu lama, ekspresinya datar. Tapi tangan yang mengepal menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi di dalam dirinya.“Sudah cukup.”Dia menutup laptop, lalu mencabut flashdisk berisi rekaman tersebut. Pergerakannya pelan dan hati-hati saat mengenakan jaket tipis serta masker medis. Meski masih dalam perawatan, tak seorang pun

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 51 Satu Nama Yang Kembali

    Rindu duduk di sudut ruangan, membenahi kancing seragamnya dengan tangan yang gemetar. Matanya terasa panas. Sebelum sempat menahan, butiran air mata jatuh membasahi pipi. Dia menunduk, membiarkan rambutnya menutupi wajah. Menutupi dirinya dari pandangan Janu, dan mungkin, dari rasa malunya sendiri.Di seberang, Janu sedang merapikan pakaian dengan santai, seolah yang baru saja terjadi adalah hal biasa. Hal wajar. Hal yang tak perlu ditangisi.“Rin…,” Suara itu lembut, hampir menyentuh, tapi bagi Rindu justru makin menyesakkan. “Kenapa kamu menangis?”Rindu menggeleng cepat, tak sanggup menjawab. Tangisnya pecah, nyaris tanpa suara, hanya bahunya yang bergetar.“Aku... aku tidak seharusnya begini...” bisiknya akhirnya. “Kenapa aku tidak bisa menolak kamu, Mas?”Janu mendekat, berjongkok di hadapannya, mencoba menghapus air matanya dengan ibu jari. Sentuhan itu membuat Rindu makin merasa hampa. Bukannya terhibur, dia merasa makin terperangkap.“Kamu tahu jawabannya, Rin,” ucap Janu, se

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 50 Yang Tak Bisa Lagi Disembunyikan

    Ruang dokter, hampir pukul sepuluh malam. Lampu-lampu lorong rumah sakit sudah diredupkan. Beberapa ruang telah kosong. Tapi saat Janu mendorong pintu ruang dokter, dia melihat sosok yang familiar duduk bersandar di kursi, membuka-buka berkas laporan dengan wajah lelah. Rindu. Rambutnya sedikit berantakan. Matanya tampak mengantuk tapi tetap fokus pada tulisan. Kemeja kerjanya sudah dilonggarkan di bagian atas. Ada bekas kantung kopi instan di meja, belum disentuh. Janu mengetuk kusen pintu ringan. “Masih di sini, Dokter Rindu?” Rindu menoleh pelan, tersenyum kecil. “Baru selesai visit terakhir. Laporan sore belum sempat dibereskan.” Janu melangkah masuk, meletakkan tasnya di sofa. Dia membuka jas putihnya, lalu menengok ke arah meja. “Kopi belum diminum?” “Sudah dingin. Tapi ya… lebih baik dingin daripada ketiduran di depan laptop.” “Kalau kamu sampai jatuh pingsan di meja, siapa yang tanggung jawab?” Janu menatapnya sambil tersenyum, nada suaranya mulai menurun setengah na

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 49 Yang Tak Terduga

    Nora melangkah masuk ke kafe kecil di pojok jalan. Tempat yang dulu memberinya ketenangan, sekarang hanya menjadi persinggahan terakhir sebelum kembali ke medan perang.Malam ini, dia akan mulai membuka satu per satu sachet gula diet itu, lalu mengisi ulang dengan dosis digitalis yang cukup untuk membunuh tanpa jejak.Hoodie-nya masih dikenakan. Masker digantungkan di dagu, cukup menutupi sebagian wajah. Rambutnya sengaja dikepang longgar, gaya yang sangat berbeda dari penampilannya sebagai "Nora Lituhayu" yang dikenal semua orang.Dia memesan satu cappuccino hangat dan duduk di sudut terjauh dekat jendela, dengan punggung menghadap pintu masuk.Tangannya gemetar sedikit saat menggenggam gelas. Bukan karena dingin. Tapi karena sisa adrenalin dari perjalanan yang baru saja dia lakukan. Menyelinap keluar, membeli digitalis, dan menyusun rencana pembunuhan berikutnya.Satu langkah lagi, pikirnya. Dan semua ini akan selesai.Namun, sebelum sempat menyesap kopinya, suara langkah berat dan

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 48 Rencana Baru

    “Kamu tahu lebih dari yang kamu bilang,” gumam Rindu, nyaris tak terdengar.Janu hanya tersenyum. Manis. Terlalu manis.“Aku cuma bilang... tubuh manusia itu rumit, Rin. Kadang sesuatu yang kecil bisa punya efek besar. Dan kita baru sadar... saat semuanya sudah terlambat.”Janu melangkah pergi. Tapi sebelum benar-benar pergi, dia kembali mendekat, menyentuh lengan Rindu sejenak.“Kamu tetap yang paling bisa aku percaya. Jadi kalau kamu bisa cari tahu sedikit tentang kondisi terbarunya, kamu akan sangat menolong.”Rindu tidak langsung menjawab. Dia masih sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan di kepalanya.Kondisi menurun drastis? Secepat itu? Atau ada yang dipercepat?“Aku akan lihat apa yang bisa kulakukan,” akhirnya dia menjawab pelan.Janu mendekat sekali lagi, membisik.“Aku tahu kamu tidak akan mengecewakan.”Lalu Janu benar-benar pergi. Meninggalkan aroma parfumnya yang samar dan jejak yang lebih dari sekadar langkah. Jejak di kepala Rindu yang makin tak tenang.Rindu masih berdiri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status