Share

Merindukan

         Bab 9 Merindukan

         Arion pulang ke rumah dari bermain golf bersama client. Andre mengikuti dari belakang membawa alat-alat Arion. Kadang Arion bertingkah menyebalkan saat dalam mood yang tidak baik.  Sekertaris membawakan tas berisi alat golf.  Apa-apaan! Andre mengeluh dalam hati. Langkah Arion terhenti. Dia melihat ke ruang tamu. Faradita Caramel,  gadis itu sedang berbincang dengan Ratna, Ibunya.

      "Eh... Arion sudah pulang? Sini. Fara dari tadi nungguin kamu," panggil Ratna. Dia mendatangi Arion dan memaksa bertemu Faradita.

      Arion berasa serba salah. Wanita itu mengenakan dress casual. Dari atas sampai bawah semua berjenama yang dipakai Faradita. Wanita itu cantik. Matanya biru dengan hidung yang mancung sempurna. Harusnya ia senang melihat gadis itu.

     Dari dulu gadis itu selalu berada di sekitarnya, mengganggu hari-hari Arion. Untunglah Fara berlibur ke Singapura, membuat waktu Arion lebih leluasa dan ia bisa mengurus masalah pribadinya.

       "Tunggu aku ke sini baru kita bisa ketemu,” keluh Fara. Walaupun kesal dia tetap tersenyum manis.

      "Sorry Fara. Aku sibuk," jawab Arion singkat.

       "Bisa dilihat." Fara

memperhatikan dari atas sampai bawah. Matanya pindah kepada Andre yang menenteng tas panjang. "Hai..Andre," sapa Fara lebih bersahabat.

       "Lama tidak ketemu, Fara. Makin cantik," puji Andre. Dia melepaskan tasnya dengan kesal. Mereka semua tertawa.

         Ratna melihat Fara dan Arion melepas senyum. Membuat Ratna tidak berkelip. Dia menyukai Fara untuk dijadikan menantu. Ratna sudah mengenal lama Gara dan juga keluarga gadis itu. Dari keluarga terpandang dan baik-baik, cocok untuk dijadikan menantu.

      "Fara makan malam di sini ya. Tante nanti suruh bibi masakin kesukaan Fara." Ratna menawarkan sambil memegang lengan gadis itu untuk duduk di sofa kembali.

      "Iya Tante. Fara mau banget." Mata Fara berbinar, lalu tersenyum pada Arion. Kedekatan Fara dan Ratna bisa dibilang sudah seperti anak sendiri. Ratna menunjukkan rasa sukanya terang-terangan pada Fara.

        "Nanti Arion yang anterin kamu pulang, ya." Ratna memberi kode pada Arion, membuat anaknya itu mengangguk.

        Hati Fara semakin berbunga. Arion teringat dengan Thalita. Bagaimana kalau ibunya tahu Arion sudah punya istri. Dia sudah menemukan gadis yang dia cari. Tapi, Thalita menolaknya lagi. Arion kebingungan. 

Saat dia menoleh. Mata tajam Andre mengarah padanya sedari tadi.

      "Kau belum mau pulang?" tanya Arion dengan nada mengusir. Dia takut Andre semakin membuat rumit.

       "Tidak. Aku  ikut makan malam di sini. Jangan lupa Tante Ratna adalah Tanteku." Andre mengingatkan.

      "Hahah... Tentu saja Andre. Kau ikut makan malam di sini. Kita akan menunggu Om-mu juga." Ratna tertawa kecil melihat tingkah kedua laki-laki itu.

Arion anak tunggal dari keluarga Ortega. Orangtuanya memberikan yang terbaik untuk masa depan Arion. Termasuk pilihan istri. Ruang tamu itu menjadi berisik dengan tawa mereka. Obrolan ringan. 

Setelah makan malam bersama. Arion berdiri di balkon. Dia membayangkan Thalita ikut berkumpul bersama keluarganya.

      "Rion... Kau tidak mau menanyakan apa pun. Misalnya kabarku? Bagaimana pekerjaanku? Di Singapore aku dengan siapa? Kapan aku kembali ke Indonesia?" Fara menodongnya dengan ucapan berturut di belakang Arion.

     Arion menoleh. Gadis itu tidak pernah berubah selalu cantik. Senyumnya ramah. Tubuhnya ramping tidak kalah dengan supermodel sekalipun. Dia mengagumi gadis itu sedari dulu. Tentu saja kagum dan cinta adalah sesuatu hal yang berbeda.

      "Bagaimana kabarmu?" Arion basa-basi.

      "Baik. Aku masih sama seperti dulu.Wanita yang menunggu laki-laki bernama Arion Ortega. Laki-laki yang sombong dan dingin,” ucap Fara sambil tertawa. Sekarang dia berdiri di samping Arion.

       "Carilah laki-laki yang lain Fara. Kau wanita yang sempurna. Cantik. Berpendidikan. Semua yang laki-laki inginkan ada pada dirimu,” suara Arion lembut.

      "Bagaimana dengan dirimu? Kau tidak menyukaiku? Kau juga laki-laki!" Fara menatap Arion. Fara sudah terbiasa dengan penolakan Arion, namun tidak pernah terbersit diotaknya untuk menjauhi laki-laki itu.

      Arion menarik hidung mancung Fara. Gadis itu mengerang. Mereka memang seperti itu sejak dulu. Arion menganggap Fara adik perempuannya. Walaupun kadang ia menginginkan Fara layaknya seorang laki-laki. Tidak ada laki-laki yang bisa menolak wanita secantik Fara, hanya saja masalah hati itu beda cerita.

      "Jangan sentuh hidungku! Nanti semakin mancung seperti pinokio," teriak Fara mengelus hidungnya.

     "Tenang saja walaupun hidungmu semakin mancung. Kau tetap cantik," puji Arion. Dia seperti laki-laki playboy jika menggoda Fara.

      "Kau belum menjawab pertanyaanku, Arion." Rengek Fara.

      "Lupakan Fara. Kau sudah tahu jawabannya," suara Arion dingin. Hatinya sudah memilih Thalita.

      "Apa ada seseorang?"

      "Hm..."

"Dia cantik? Keluarga kaya? Mana lebih cantik aku atau dia? Dia gadis sosialita juga. Katakan apa I*******m nya." Fara mengeluarkan handphone. Arion tergelak.

Thalita bukan sosialita. Gadis itu sederhana.

      "Kau lebih cantik Fara. Aku serius!" jawab Arion. Gadis itu tidak terlalu senang mendengarnya. Tapi itulah faktanya, Fara wanita blesteran yang hot dan mempesona sedangkan Thalita, gadis naif dengan kesederhanaannya tapi membuat Arion tidak bosan memandang.

      "Apa dia mencintaimu sebesar aku mencintaimu?" tanya Fara. Arion terdiam. Matanya hampa ke depan. 

       "Kenapa diam? Setidaknya aku harus tahu supaya aku bisa tenang melepaskanmu. Atau aku akan tetap menunggumu terus," ucap Faradita. Dia gadis manja yang suka memaksa kehendak. Sama seperti Arion. Baginya Arion adalah laki-laki sempurna. Dari dulu Fara mengaggap Arion future husband-nya.

      "Kau terlalu banyak bertanya Fara. Hari ini cukup sekian,” jawab Arion.

      "Dia tidak mencintaimu. Bisa aku tebak." Fara meledek. Jantungnya selalu berdetak kencang bila di dekat Arion. "Aku akan tetap menunggu!" wajahnya berubah serius. 

Arion terkikih. Dia hanya menutupi tebakan Fara yang benar. Kadang dia merasa gadis itu sudah mencintainya. Tapi, kenyataan Thalita ingin pergi. 

      "Aku ingin dipeluk," ucap Faradita pelan, ia mendekatkan dirinya. Mengharapkan lebih dari pelukan. 

      "Tentu saja boleh. Kemari." Arion membuka lebar tangannya. Fara meloncat kepelukan Arion, mencium aroma parfum laki-laki itu.

      "I really miss you!" Ujar Fara dengan suara yang keras. Meluapkan isi hatinya, tidak perlu malu karena Arion lebih tahu bagaimana perasaan Fara padanya.

      Arion hanya mengusap rambut gadis itu, lembut seperti seorang kakak pada adiknya. Tapi lihatlah apa yang dilakukan Fara padanya. Gadis rewel itu meremas bokong Arion dan menarik laki-laki itu untuk lebih mendekat padanya. Sebagai seorang gadis Fara termasuk agresif, sangat agresif.

        "Kau ingin berciuman?" tanya Arion menggoda Fara.

      "Dia tidak akan marah?" Faradita bercanda. 

     "Tidak akan. Kenapa dia marah? Aku memeluk adikku dan mencium adikku," kata Arion menahan tawanya.

     "Sialan..." Fara menghempaskan tangan Arion. Dia pergi dengan kesal. 

       "Fara ...Kau tidak ingin?"  teriak Arion sambil tertawa kencang.

Sialan Arion! Siapa yang ingin jadi adiknya. Fara menekan kecewa dalam hati ketika Arion menyebutnya adik. Betapa beruntung yang bisa mendapatkan cinta Arion. Tidak! Fara tidak akan menyerah. 

      Arion masih berdiri di tempatnya, pandangannya kosong melihat kepergian gadis itu. Nyatanya yang ia inginkan bukanlah Fara. Arion mengepalkan tangannya.

Oh Tuhan, aku sangat merindukan Thalita. Istriku. Aku sangat tersiksa menahan hasrat ini.

** 

Brak.. 

        Thalita terpeleset di kamar mandi. Entahlah apa yang dipikirkan sampai tidak konsentrasi di kamar mandi. Ini rumah Renata mungkin karena itu dia tidak konsentrasi. 

"Lita, kau baik-baik saja?" suara khawatir dari depan pintu. Thalita meringis kesakitan. 

"Pelan-pelan..." Renata memapah Thalita ke kamarnya. Dia sudah mendengar kisah Thalita, semalaman mereka bercerita. 

      Kamar Renata sangat berantakan. Dia hanya menyewah satu ruangan besar. Tempat tidur, lemari, sofa dan meja makan dekat dapur. Semuanya terletak satu ruangan dengan kamar mandi di dalam. 

      Seharian mereka hanya di dalam kamar tanpa melakukan apa pun. Cemilan dan minuman berserak di lantai. 

      "Kau seperti anak kecil jatuh dari kamar mandi," oceh Renata. 

    Thalita terlihat berantakan. Rambut panjangnya berantakan jarang disisir. Renata menggelekan kepala. Thalita tidak pernah seperti ini. Bahkan dulu saat Morgan meninggalkannya. 

      "Aku nggak pa-pa, Ree," Thalita menggoyang-goyangkan kakinya. Renata melempar tubuhnya  ke samping Thalita. Mereka melihat atap dengan mata hampa. 

      "Kau merindukan dia. Laki-laki misteriusmu?" tanya Renata dengan suara ringan. 

     "Iya. Aku bodoh!" Thalita tertawa seakan merindukan Arion adalah hal lucu. Selama ini dia menolak. Sekarang merindu. 

     "Kau memang bodoh. Tolool!" 

     "Reee!!" Thalita mendengus kesal. 

      "Aku mengatakan dari hati Lita. Laki-laki sempurna itu sudah kau tolak." 

      "Aku takut mencintainya, Ree. Aku takut terlalu bermimpi. Jatuh dari tempat tinggi sangat menyakitkan,” ucap Thalita. Sedangkan hanya terpeleset saja sakit minta ampun.”Enggak! Aku enggak ada perasaan padanya.” 

      "Enggak bisa seperti ini terus, Thalita! Badanmu bau, jarang mandi. Pakaianmu berantakan. Kau kusut enggak ada selera hidup," bentak Renata. Ia bangkit dari tidurnya. Sebenarnya Renata khawatir. 

     "Kau mau apa?" Thalita bingung. Renata menariknya ke meja rias. 

      "Kau perlu sesuatu mengalihkan pikiranmu,” kata Renata. Dia mengeluarkan isi lemarinya. 

      "Enggak Ree...! Aku enggak akan pergi ke manapun," tolak Thalita. Dia kembali ke tempat tidur. Malas melakukan apa pun. Otaknya hanya memikirkan Arion yang sebulan tidak menemuinya. Merindukan seseorang itu menyakitkan. 

      "Ayolahh sayang! Kau perlu sesuatu yang baru. Penampilanmu sangat kacau," cibir Renata. Tangan satunya di atas pinggang. Ucapannya seakan perintah yang harus dituruti. 

Renata benar. Gadis itu duduk di tempat tidur. Dia tidak mau terlalu suntuk. Renata membuka lemarinya. Menelusuri isi lemari . 

      "Aku ingin potong rambut!" 

       Renata terperanjat. Dia menghentikan tangannya yang sedang memilah  baju. Potong rambut biasanya untuk orang yang patah hati.

      "Kau benar-benar mencintai dia," decak Renata. 

      “Yang benar saja Ree.” 

        Thalita mencari gunting dengan frustrasi. Dia tidak akan ke salon. Thalita membongkar laci-laci Renata.

      "Jangan kau yang memotong. Biar aku saja!" teriak Renata mendapati Thalita di kamar mandi menghadap kaca sambil memegang gunting. 

      "Tenanglah Lita. Aku akan membuatmu cantik. Demi Tuhan, aku menyesal memprovokasi mu. Ternyata kau lebih nekat." 

        Mereka menatapi rambut panjang yang berjatuhan di lantai. Thalita terlalu mencintai rambut panjangnya. Sekarang sudah sebahu. 

      "Kau terlihat fresh." Renata menatap Thalita dengan bangga. Hasil karyanya. 

      Sedangkan Thalita membeku menatap dirinya di depan kaca. Astagaa...Wajahnya langsung berbeda. Dasarnya cantik, mau diapaiin juga tetap cantik. 

      "Arion marah nggak ya? Aku motong rambut," tanpa sadar Thalita bertanya. 

Renata kebingungan menjawab pertanyaan Thalita. Dia belum pernah bertemu yang namanya Arion. Sebagai wanita dia iri melihat kecantikan Thalita. 

      "Lupakan laki-laki itu," ketus Renata."Buang jauh jauh laki-laki itu dari kepalamu. Mulailah mencari laki-laki lain." 

      "Dia suamiku, Ree. Kami sudah menikah," ucap Thalita. Setelah setahun mungkin dia akan kembali menjadi single. Lebih tepatnya janda. 

Thalita meraih handphonenya dia membuka I*******m. Mencari lowongan pekerjaan. Di Ig ada akun yang khusus memberikan informasi lowongan pekerjaan.

      "Kenapa tergesa-gesa? Dia memberi tunjangan hidup, bukan?" Renata mendekatkan kepalanya pada layar handphone di tangan Thalita. 

     "Itu uangnya. Bukan hakku!" 

      "Kau kan istrinya.” Thalita merengut. “Baiklah. Aku bantu mencari loker. Aku banyak mengenal karyawan mall. Siapa tahu ada yang cocok untukmu," Lanjut Renata. 

       "Trimaksih, Ree.." Thalita memeluk Renata dengan gemas. 

      "Lepas Litaa...Aku enggak bisa bernafas." 

     "Kau yang terbaik, Ree..!" 

       "Aku tahu...Sekarang kita keluar cari angin," ajak Renata. Dia sudah membayangkan club malam yang akan mereka kunjungi. 

** 

       Thalita mendengus kesal. Renata meninggalkannya seorang diri di meja dekat bartender. Thalita minum juice non alkohol sambil melihat  sekeliling. Renata sedang menari bersama pria yang baru saja dia kenal. Dia memang gadis yang terlalu ramah. 

      "Sudah lama kita tidak bertemu, Lita." 

Suara berat itu sangat familiar. Thalita seperti mendapat mimpi buruk. Astagaa...Kakinya berat melangkah, padahal dia ingin lari dari tempat itu secepatnya. 

      "Thalita. Aku ingin minta maaf," ucap Morgan. Laki-laki itu terlihat lemas dan lusuh. 

      "Tolong. Jangan mendekat Morgan! Aku enggak mau bicara apa pun denganmu," bentak Thalita. 

      "Aku mohon Thalita. Kita perlu bicara. Aku menyesal meninggalkanmu," ucap Morgan. Dia tidak peduli dengan penolakan gadis itu. 

      "Enggak ada lagi yang perlu dibicarakan! Kita sudah berpisah semenjak kau meninggalkanku pada pertunangan kita,” suara Thalita pelan tapi cukup tajam. 

      Thalita melangkah. Morgan membuatnya kembali mengingat hal yang buruk. Laki-laki itu mengejar hingga ke lobi. 

       "Aku tahu. Kau masih mencintaiku. Kau membuatku terbebas dari semua hutang. Kita bisa kembali seperti dulu." Morgan mengemis. Dia berlutut di depan Thalita. 

       "Benar. Aku membayar hutangmu. Aku menyesal! Kau membuatku terjebak dalam masalah," makinya.  Dia memukul Morgan dengan air mata yang bercucuran. 

       "Jangan lagi kau berani menemuiku!" Thalita mengangkat bahunya. 

      "Maaf. Tolong maafkan aku. Aku janji akan melakukan apa pun untukmu." Morgan memelas. 

      "Diam sialan! Kau enggak punya malu. Bersyukurlah hutangmu sudah lunas. Sekarang kau bisa hidup normal," hardik Thalita. Laki-laki itu bisa hidup normal sedangkan dirinya. Entah apa yang akan terjadi nanti. 

      "Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu." Morgan bersimpati. Dia menangkap Renata sudah berdiri di dekat mereka. 

       "Jangan kau berani mengganggu Thalita lagi Morgan!" teriak Renata. Matanya menyala melihat Morgan. Renata menarik tangan Thalita untuk menjauh dari Morgan. 

      "Tunggu, Ree! Kasih aku kesempatan memperbaiki hubungan kami." Morgan membuat Renata berhenti dan menoleh lagi. 

      "Aku akan memasukkanmu ke penjara jika kau masih mengganggu Thalita!" 

***

HAI SEMUA... JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YAHH ♥️♥️ TINGGALKAN JEJAK KALIAN KARENA SANGAT BERARTI BUAT AUTHOR 🙏👏

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN AUTHOR YA 🙏

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status